| midnight talks |

17 2 0
                                    

01.15 a.m.

"What the hell are you doing?! Woi!" Suara Kara melengking saat melihat Ardhan melompat dari jendela kamar cowok itu menuju balkon kamarnya. For real, ini lantai dua kalau-kalau lelaki itu lupa. Kara benar-benar tak mengerti isi pikiran Ardhan saat ini.

"Can you please, just shut up? Seisi komplek bisa bangun tau gak, denger suara lo." Seru Ardhan kesal dengan suara rendah.

Ia berjalan penuh hati-hati saat melewati pilar jarak antara kedua kamar mereka. Setelah mencapai balkon kamar Kara, Ardhan segera melompat dan mendarat sukses dihadapan Kara.

Gadis itu menggelengkan kepalanya tak percaya. "Oke, dhan, i know you're crazy but for god's sake! Ga gini-gini juga kali! Kalo lo mati yang ada gue yang disalahin, tau?!"

Ardhan berdecak sambil membalas omelan gadis didepannya. "Sensi amat si, mbak. Pms?"

Ia mencondongkan tubuhnya sambil memperhatikan wajah Kara lekat-lekat.  Kara--yang merasa diperhatikan--merasa memanas wajahnya. Lagi-lagi, jantungnya berdetak cepat tak sesuai keinginannya.

Kara menyilangkan kedua tangan didepan dada, menutupi rasa gugupnya, ia memasang tatapan 'apa lo liat-liat gue' sambil menggeretu tak jelas. Ardhan tertawa lepas, sampai kepalanya ke belakang. Ia melirik kamar Kara yang masih terang dengan laptop menyala dikasurnya. "Udah tidur?"

Kara mendelik, "Menurut lo aja kalau gue udah tidur terus ngalapain gue disini,"

Ardhan terkekeh dan berdehem. "Pms beneran nih, kayaknya," kemudian ia bersandar pada balkon. "Temenin gua yuk,"

"Ini jam satu malam lebih, bapak Ardhan Sucipto, kalau-kalau lo belom tahu."

"I know." Seru Ardhan santai.

"Ya mati ajalah masa kita keluar malem-malem!" Kara berkacak pinggang.
Ia berdecak, kemudian masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian ia kembali dengan secangkir cokelat panas. Ardhan bernapas lega, setidaknya Kara tidak meninggalkannya sendirian diluar seperti dugaannya tadi.

"Insomnia lo kumat?"

Ardhan mengangguk sambil nyengir. "I need someone to talk, keluar yuk."

Kara memalingkan wajahnya kesamping, meniup-niup cokelat panasnya. "Minta tolong Sasha aja sana,"

Diluar dugaannya, tiba-tiba Ardhan tertawa keras sampai-sampai Kara harus membekap mulutnya takut penghuni rumahnya bangun karena tawa Ardhan. Sampai-sampai cangkir yang dipegangnya terhuyung, untung saja tidak tumpah.

Ardhan melirik jahil. "Jealous, huh?"

Kara tak menjawab, ia memilih menatap cangkir digenggamannya lamat-lamat. Ia tahu tak peduli apapun jawabannya, lelaki didepannya pasti akan menghiraukannya dan terus menjahilinya.

"You know, dia bantuin gua buat pementasan kemarin kan. I have no feelings for her." Ardhan menatap Kara. Ia berkata lagi, "and you already know, that i liked you, right?"

Kara terbatuk, seketika pipinya terasa panas. Sial! Lelaki didepannya ini benar-benar bisa memorak-porandakan hatinya. Setelah mereka berteman dan tentunya tetanggaan sejak awal masuk SMP, Ardhan mengungkapkan perasaan kalau ia menyukai Kara pada sehari sehabis ujian akhir SMA kemarin.

Kara tentu saja kaget walau tak bisa dipungkiri ia juga merasakan hal yang sama. Namun, momennya yang tidak tepat setelah ujian akhir, Kara dan keluarganya liburan ke Bali selama dua minggu. Momen itu sekalian kara jadikan pelarian juga dari Ardhan. Ia terlalu malu untuk merespon.

Kara tersadar saat Ardhan menggoyangkan kedua pundaknya. Pasti muka Kara sudah semerah kepiting rebus! Bisa-bisanya ia melamun tadi! Kara menyampingkan anak rambutnya ke belakang telinga. Ia berdehem, "Stop joking around."

"I told you, it's not a joke."

Kara memalingkan wajahnya dari tatapan Ardhan yang lagi-lagi ke arahnya. Ia duduk dibangku yang memang ada dibalkon kamarnya. Ardha menaikkan sebelah alisnya, ia tahu gadis itu salah tingkah.

"Okay, okay. Let's talk about that later, jadi gak nih keluar? Gua yakin juga abis ini lo susah tidur."

"Ke mana?"

"Taman komplek?"

"Deal,"

Kara hendak masuk kamarnya untuk mengambil jaket, kemudian ia berhenti.  "Wait, what we gonna do? "

"Midnight talks? Like we used to,"

"Oke."

Ardhan melihat Kara sudah siap dengan mengambil handphone di kantong jaketnya. "Tunggu." Ia bertanya, "You're not going to ask me what we gonna talk about? "

Kara menaikkan sebelah alisnya, "Apa?"

"Us."

Kara mematung. Ia mengeratkan genggamannya pada kantung jaketnya. Ardhan terkekeh melihat reaksi Kara, "Kidding."

Kara berdecak, menatap Ardhan. "Stop teasing me! "

"Alright, gue siap nunggu lo. Until you know your own feelings. For me, ofcourse." Ardhan meluruskan bahunya pasrah.

Kara tersentuh. Ia mengambil tangan Ardhan dan menggenggamnya. "One hundred percent deal." Sambil tersenyum kuda, dengan semburat warna merah dipipi.

Ardhan tersenyum dibuatnya.

SHOES // Short storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang