"Kapan aku bisa jadi prioritas kamu, Dit?"
"You are."
"No, i'm not." Gadis itu mengambil tasnya, berdiri dari duduknya. Menyerah. "Not yesterday, not tomorrow."
Begitu saja, ia melangkah meninggalkan cowok yang duduk didepannya. Menahan rasa sakit didadanya. Sudah biasa. Hal ini merupakan hal yang biasa cowok itu lakukan, rasa sakitnya sudah tak terasa. Hari ini, ia sudah mempersiapkan dirinya kalau-kalau diputuskan. Nyatanya pacarnya itu justru diam saat ia melangkah keluar dari cafe. Tidak memanggilnya untuk berhenti, tidak juga mengejarnya.
Cowok itu--Radit--pacarnya selama 2 tahun. Awal mereka pacaran pun sangat tak terduga. Saat itu, Ana memang sudah memerhatikan Radit sejak mos SMA. Karena tampangnya yang memang diatas rata-rata, membuat Radit menonjol diantara yang lain. Saat pertandingan futsal awal kelas 10, Radit terluka dikakinya sehingga ia masuk UKS. Ana segera menyusul ke UKS untuk melihat keadaan Radit diam-diam.
Saat Ana melihat satu demi satu kasur di UKS tidak ada Radit, ia pun mencari dimana cowok itu. Nyatanya, dibelakangnya terdengar suara seseorang. "Nyari siapa?"
Ana terkaget, "Ra--radit."
Cowok itu menaikkan sebelah alisnya, tersenyum menatap gadis didepannya salah tingkah sesaat setelah ia berkata. Tampaknya ia menyalahkan dirinya karena keceplosan atau apa. Ia memukul mulutnya pelan.
"Gua, dong?"
Ana hanya menatap gelisah, ingin segera menenggelamkan dirinya. Malu.
Melihat gadis didepannya salah tingkah seperti itu membuat Radit menahan senyumnya. Lucu. Gadis ini lucu.
"Pacaran, yuk?"
"Hah?"
"Kenapa? Emang ada larangan temen sekelas ganoleh pacaran?" Radit meluruskan tangan, menunggu gadis itu menjabat tangannya. Dengan masih terbengong-bengong, Ana akhirnya tersenyum.
○○○
Ana memakan sarapannya dengan malas, rasanya ia tak mau sekolah kalau saja tak ada ujian praktik olahraga hari ini.
"Ada temen lo dibawah, Na." ucap Rangga, kakak lelaki Ana. Ia segera duduk menyantap sarapan.
Ana menoleh, "Radit?"
"Bukan. Si Adam."
Ana melenguh, jelas tak mungkin Radit menjemputnya. Ia mana ada waktu untuk pacarnya. Ana melangkah keluar rumah menghampiri Adam, teman sekelasnya.
"Mata bengkak kenapa dah,"
Ana menutup wajahnya terburu-buru. "Keliatan banget?"
Adam tertawa, mengacak rambut Ana singkat. "Nggak, kok." Ia menyerahkan helm untuk Ana pakai, kemduian berujar lagi. "Cepet naik."
"Heran, deh. Coba aja lo pacar gue."
"Dih, kenapa, gitu?"
"Yang selalu ada kayaknya lo deh, Dam. Kapan sih cowok gue ada."
"Yaudah putusin, lah."
Ana hanya memutar bola matanya. Ia segera menaiki motor Adam, dan melaju. Tanpa menyadari, dibelakangnya ada motor hitam yang sudah menunggu entah sejak kapan. Radit.
Selama pelajaran di kelas, Ana selalu mengalihkan pandangannya dari Radit. Ia tahu cowok itu meliriknya. Sepulang sekolah, Radit berlari kecil mensejajarkan langkahnya dengan Ana yang sudah keluar kelas lebih dulu.
"Pulang sama aku."
Ana melihat Radit sekilas, kemudian melewatinya.
"Na, pulang sama aku. Ada yang mau aku omongin."
"Nanti aja. I'm not in the good mood."
"Oke i know aku salah. Aku gabisa ngurusin futsal, fotografi, sama kamu sekaligus. Iya aku salah nyia-nyiain satu tahun kamu. Aku nyesel, Na."
"Wow, suatu kemajuan kamu ngomong kayak gini. Ada angin darimana?"
"Please, Na."
Ana berhenti berjalan. "Mungkin emang salah dari awal, Dit. Kita pacaran tanpa rasa apa-apa dan pendekatan dulu. Sebatas aku kagum kamu dan kamu penasaran sama aku. This isn't love. Love is when there are attractive in two person. And... we are not."
Ana melanjutkan uraiannya. "Emang kamu pernah nanya kabar aku gimana? Aku ada masalah apa ga? Nanya kegiatan aku hari ini? Nanya keluarga aku? Aku udah makan apa belom? Jemput aku atau sekedar nanya aku pulang sama siapa?"
Ana tertawa gamblang, "Never."
Radit masih terdiam, dan Ana melanjutkan lagi.
"Do u ever think, satu tahun kita isinya cuman aku nungguin kamu latihan futsal, or aku nemenin kamu hunting foto, atau aku bawel nanyain kabar kamu, ur health, ur diets, ur family, semuanya? Aku emang gak nyesel karena aku menikmati semuanya. I enjoyed everytime with you. But, still, there are tired in here. Aku gabisa gini terus."
"Aku gak minta kamu berenti futsal atau ngesampingin hobi fotografi kamu. I just want to be your priority too, Dit."
"And now, aku nyerah." Ana menatap Radit dalam. "Kita putus aja, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHOES // Short stories
Short Storyno need description. you have to check it out by yourself♡ Sepotong cerita yang gak saling bersambungan, it's just about people fall in love, broke up, etc. semoga suka!