1. (Bagian Satu)

30 12 7
                                    

Leta duduk manis seraya mendengarkan ketua ekstrakurikuler teater berbicara.

Ya, setelah lima hari mengikuti MOS dan psikotes untuk menentukan jurusan mana yang cocok untuknya, hari ini, hari Minggu adalah pertemuan pertama Leta mengikuti ekstrakurikuler teater, begitupun Haura, sahabatnya sejak SMP.

Sebenarnya, sejak SMP Leta ingin sekali mengikuti ekstrakurikuler tersebut. Namun, di SMP-nya tidak ada eskrakurikuler teater, alhasil ia memilih untuk mengikuti eskrakurikuler paduan suara pada saat itu.

"Assalamualaikum."

"Oppa!"

"Eh, Oppa, ko telat sih?"

"Ish, Oppa, makin ganteng."

Leta menengok melihat seperti apa bentukan orang yang dipanggil dengan sebutan 'oppa' tersebut. Tinggi, putih, lumayan sipit, cocoklah disebut 'oppa' walaupun lebih terlihat seperti orang Indonesia asli bukan seperti orang chinese.

Cowok tersebut tersenyum kikuk, lalu masuk ke dalam kelas dan duduk di sebelah cowok yang bernama Rayhan.

"Oh iya, itu namanya Rama, tapi kita sering manggilnya Oppa. Walaupun gak terlalu kaya Oppa-oppa Korea sih," ucap Windy selaku ketua teater.

"Kalian jangan manggil aku oppa juga ya. Geli," ungkap Rama dengan tatapan datar yang membuat seisi kelas menjadi tertawa.

"Ya udah, sambil nunggu Kak Reyna dan Kak Dirga dateng, kan tadi kelas 11 dan 12 nya udah perkenalan nih, sekarang kita perkenalan dulu anak kelas 10 nya satu persatu, ya. Oh iya, buat yang baru dateng, Kak Reyna sama Kak Dirga itu pelatih teater," jelas Windy, "kita mulai dari sebelah kiri aku, ayo perkenalkan diri."

Leta memperhatikan satu persatu orang yang sedang memperkenalkan dirinya. Ada beberapa dari mereka yang sudah Leta tau namanya ataupun hanya pernah melihat mukanya saja sebelumnya.

"Perkenalkan nama aku Bima...."

Leta membulatkan matanya. Terkejut mendengar nama yang disebutkan cowok tersebut. Pasalnya, namanya sama dengan nama gebetannya saat SMP.

"Ra, Bima gak oplas, kan?" bisik Leta kepada Haura yang berada di sampingnya.

Haura terkekeh kecil. "Gak lah, Let. Lagian dia kan gak sekolah di sini."

Lagi-lagi Leta terkejut, kali ini ia terkejut karena ucapan sahabatnya. "Ra? Jadi kemarin kamu bohong? Pantes aja aku gak ngeliat batang hidung anak itu di sini."

Haura memperlihatkan cengiran khasnya. Ya, ia sengaja mengerjai Leta perihal gebetannya yang sekolah di SMA yang sama dengannya. Dan dengan polosnya Leta percaya. Padahal cewek itu tau bahwa gebetannya akan bersekolah di Yogyakarta.

"Iya, lagian udah tau dia di Yogyakarta, masih aja percaya."

"Dih, nyebelin!" Leta mencubit lengan Haura.

"Aw ... sakit, Let," ringis Haura.

Setelah puas melakukan balas dendamnya kepada Haura, Leta kembali memperhatikan sesi perkenalan tersebut. Ia mengernyit heran, ternyata semua orang sedang memperhatikan pertengkaran dirinya dengan Haura.

"Udah, berantemnya?" ucap Nadia selaku wakil ketua teater sembari terkekeh.

Leta merasakan pipinya memanas. Malu. Saat ini, semua orang tengah menertawainya.

"Ya udah, ayo perkenalkan diri kamu."

Gadis berambut panjang itu berdiri dan menghela napas terlebih dahulu.

"Halo, nama a-"

"Assalamualaikum!" ucap seorang cowok yang membuat ucapan Leta terpotong dan seorang cewek cantik di belakangnya.

Seisi kelas mengalihkan pandangannya ke arah pintu, tidak lagi memperhatikan Leta yang hendak memperkenalkan diri.

"Maaf guys telat. Macet." Alasan klasik itu terlontar dari mulut cowok tersebut yang kemungkinan besar adalah pelatih teater.

Haura menarik tangan Leta, mengisyaratkan agar ia kembali duduk. Leta yang mengerti hal itu, langsung mengikuti isyarat yang diberikan Haura.

Dua kali. Dua kali ia dipermalukan. Kali ini ia dipermalukan karena tidak ada yang memperhatikannya saat perkenalan. Apakah ini yang dinamakan karma karena tadi ia tidak memperhatikan yang lainnya perkenalan dan malah berantem dengan Haura? Ah, entahlah, yang pasti kali ini mukanya sudah memerah seperti kepiting rebus.

***

"Let, Kak Roy ganteng ya, kece lagi." Haura memberi jeda. "Tapi sayang, beda agama."

Leta menjitak kepala Haura. "Sadar woi! Iqbal mau dikemanain?!"

"Hehe iya, iya. Tenang aja, Iqbal selalu di hati."

Leta menggeleng melihat kelakuan sahabatnya. Padahal ia sudah punya pacar yang bernama Iqbal tersebut. Tapi masih saja suka melirik cowok lain.

Memang wajar, apalagi saat ini mereka beda sekolah. Akan tetapi, untuk Haura beda. Pasti setelah ini, ia akan terus bercerita atau mungkin baper sama cowok bernama Roy tersebut.

"Ra." Leta menopang dagu. "Tapi, daripada Kak Roy, aku lebih suka Kak Rama."

Uhuk! Haura meneguk air mineral yang disodorkan oleh Leta. Dadanya sesak. Matanya mulai berair. Bagaimana tidak? Ia tersedak kuah seblak level 10 yang pedasnya minta ampun!

Leta menepuk-nepuk pundak Haura. "Makanya, kalau makan tuh hati-hati."

Haura mendelik sebal. "Tadi lo bilang apa?"

"Kalau makan tuh hati-hati."

"Bukan. Sebelum itu."

"Hm...." Leta menatap langit-langit warung seblak tersebut, mengingat-ngingat apa yang dia bilang sebelumnya. "Oh iya, daripada Kak Roy, aku lebih suka Kak Rama. Itu?"

Haura mengangguk. Meminum kembali air mineral tadi, baru melanjutkan omongannya, "Kak Rama itu...." Haura memberi jeda sebelum melanjutkannya lagi, "Udah kaya kulkas berjalan tau gak?! Jadi, apa yang lebih menarik dari dia?"

Leta menghela napas. "Gak tau. Gemes aja gitu."

"Kenapa sih, Let? Setelah Bima, sekarang Kak Rama." Haura menelan suapan terakhirnya.

"Kenapa lo suka cowo dingin kaya gitu? Udah lo gak pernah confess ke mereka, gue bantuin lo gak mau, cuma bisa diem doang seolah lo gak punya perasaan lebih sama mereka. Oh iya, satu lagi, kalau ada yang suka sama lo, lo malah ngejauh."

Haura menggelengkan kepalanya heran dengan sikap sahabatnya itu. Sebelum akhirnya ia sadar dengan omongannya tadi. "PANTES AJA LO JOMBLO SAMPE SEKARANG, LET!!!!!"

***

Hayoo disini ada yang kaya Leta ga? Ngaku!!!

Jangan lupa vote dan komen ya!!

L'amour En SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang