15.38
Shana terus memandangi jam yang melingkar di tangannya. Rasanya ia ingin menyingkat waktu dan segera bertemu sahabatnya. Ia geregetan kalau harus menyimpan semuanya sendiri. Bukan berarti Shana itu suka ngember kemana-mana, ia hanya terbuka pada sahabatnya.
Shana sudah menunggu lumayan lama di sana. Sambil menunggu, Shana mengamati sekelilingnya. Keadaan cafe itu tak terlalu ramai. Maklum ini bukan akhir pekan. Tiba-tiba saja terlintas lagi di otak Shana tentang siapa mayat yang tadi dilihatnya.
"Ckckck, dah sampai aja. Kangen banget ya sama gue?" Suara riang Agatha membuyarkan lamunan Shana.
"Iya nih, pengen cepet cerita. Soalnya ceritanya panjang banget." Antusiasme Shana terdengar dari suaranya.
"Bentar gue pesen dulu. Nggak asik kalau nggak sama ngemil," kata Agatha sambil berjalan untuk memesan beberapa makanan ringan. Yang pasti selalu ada ice cream untuk mereka berdua.
"Sip. Kayak biasa ya," balas Shana dengan teriakan tertahan namun mampu didengar dengan baik oleh Agatha. Terbukti dengan Agatha yang manggut-manggut paham.
Agatha telah kembali dari acara memesan makanannya. Ia duduk di depan Shana. Badannya dicondongkan ke arah Shana. Seperti sedang membicarakan rahasia besar, Agatha memelankan suaranya ketika bertanya perihal mayat di sekolah itu.
"Gimana? Ceritain dari awal dong kejadiannya," pinta Agatha.
"Mundurin ih kepala lo, jangan deket-deket gitu mukanya," ujar Shana.
"Gue cuma cari amannya Sha. Bisa aja kan si pembunuh ngikutin lo, diam-diam dengerin obrolan kita. Bisa gawat kalau beneran. Hih amit-amit deh kalau gue ikutan kenapa-napa. Lagian nih ya, sekolah masih merahasiakan dari media tentang pembunuhan ini. Biar akreditasi sekolah nggak turun. Nah kalau kebetulan ada wartawan yang dengar pembicaraan kita, terus kita diwawancara masuk tv, bisa di drop out kita dari sekolah atas tuduhan pencemaran nama baik." Agatha panik sendiri.
"Nggak bakalan, gue saksi, pasti ada orang yang ngelindungi gue walau dia nggak nampak jelas," ujar Shana menenangkan.
"Ck, belum tentu. Takutnya nih, kalau pihak kepolisian lengah terus ada jalan buat si pembunuh nyelakain lo atau bahkan gue gimana?" Agatha masih menolak untuk tenang.
"Nggak usah dramatis deh, Tha. Semua aman kok. Lo mau gue cerita apa enggak?" Shana berucap tak sabaran.
"Mau banget lah. Gila aja gue penasaran setengah mati. Masak iya lo mau nyembunyiin cerita menarik dari gue," ucap Agatha sambil nyengir.
Akhirnya Shana menceritakan semuanya. Ia juga menyuruh Agatha tutup mulut supaya informasi ini tidak bocor kemana-mana. Agatha setuju.
Mereka menghabiskan makanan sambil mengobrol seru. Setelah makanan habis mereka yang sudah membayar di awal langsung pulang ke rumah masing-masing. Ya, mereka bertemu hanya untuk membicarakan hal mengerikan itu. Setelahnya mereka kembali berpisah.
***
Arthur menyalakan mesin mobilnya kala ia melihat dua gadis yang tengah diintainya keluar dari cafe. Mereka berdua naik taksi yang berbeda ke arah berbeda pula. Arthur mengikuti taksi yang di dalamnya terdapat penumpang bernama Shana, targetnya.
Ia memelankan laju mobilnya ketika taksi itu sudah hampir berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Shana langsung pulang menuju rumahnya. Arthur menunggu hingga Shana masuk ke dalam rumah. Arthur mendekatkan mobilnya ke arah gerbang masuk rumah Shana.
Arthur mematikan mesin mobilnya dan membuka jendela kaca bagian ia duduk. Udara sore hari menyapanya lembut.
Ia terkesiap saat seorang gadis seumuran dengannya memaksa masuk ke dalam mobilnya. Arthur menurunkan kaca mobil di sebelah kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOOK 1 MISSION SERIES: MISSION IN CASE (Pindah ke Innovel)
Mystery / Thriller[Sebelum baca, follow akunku dulu yah!] #1 dalam Mystery/Thriller [22 Januari 2019], #1 dalam Remaja [14 Januari 2019], #1 dalam Misteri [14 Januari 2019], #2 dalam Pembunuhan [2 Januari 2019] Kehidupan di SMA Argosaka yang semula tenang berubah men...