Mimpi adalah satu hal tidak nyata yang meminta untuk diwujudkan. Dan gue adalah satu dari sekian banyak manusia yang berusaha untuk mewujudkannya.
Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga mimpi bagi gue.
Bagaikan seorang bayi, saat ini gue sedang belajar melangkah dan mencoba berjalan hingga akhirnya mampu berlari.
This is, i'm trying ma best.
So, Enjoy reading guyss.. :)
.
.
.
.
.Radith POV
"Yass!"
Suara itu menggema hampir di sepanjang koridor kelas. Yap, itulah suara ku, Radithya Putra Herlambang. Suara yang lantang, laki, dan penuh wibawa. Didengar dari suaranya yang rupawan, tentu sudah dapat dipastikan kalau wajahku juga tak kalah rupawannya dari suaraku. Halah.
Skip.
Aku dengan spontan berteriak kencang kegirangan, lebih tepatnya teriak seperti saat seorang gadis bertemu tokoh idolanya, saat ku lihat namaku dan nomor ujianku berada di urutan bangku terbelakang. Ku buka mataku lebar lebar untuk memastikan tulisan yang tercetak di sebuah kertas HVS itu. Benar, mau dicek berapa kali pun tetap sama hasilnya. How lucky you are, Radith.
Tak lama setelah suaraku yang cukup mengganggu telinga itu merekah di seantero sekolah, bocah-bocah itu dengan sigap berlari menghambur ke arahku. Mereka yang mulanya mager untuk melihat posisi tempat duduk UTS itu, kini menghimpitku, berebut mencari di urutan mana nama mereka tertulis.
"Ah, sial! Di depan lagi."
Keluh Rangga saat melihat namanya, dengan sangat tidak beruntungnya, tertulis di bangku pas di depan meja pengawas. Laki-laki itu mundur teratur dengan hembusan napasnya yang berat seakan sedang meratapi kesialannya hari ini.
"Sabar, Ngga" ucapku sembari menepuki punggungnya, memberinya semangat lewat kata-kata klise.
Kami pun menjauh dari ketiga bocah yang masih asik bergelut dengan kertas yang tertempel di dinding itu. Memerhatikan mereka dari belakang membuatku tersenyum, pasalnya aku tahu dimana saja mereka akan duduk di hari Senin besok. Dan benar, memang hanya aku yang diberi keberuntungan oleh Tuhan.
Tak lama, Xata menghampiri aku dan Rangga dengan wajahnya yang suram pula. Bibirnya bergumam tak jelas, tidak terdengar telinga lantaran jaraknya yang masih cukup jauh. Namun, saat laki-laki itu berada beberapa meter di hadapan kami, gumamannya itu mulai terdengar,
"Di depan terus, ah! Bosen banget setiap ujian duduknya di depan. Sekali-kali kek gitu nyobain ngerjain soal ujian duduk di belakang."
Sungutnya sembari menempati bokongnya duduk di sebelahku.Rangga yang mendengar ocehan omong kosong itu menjadi sedikit kesal.
"Ya iyalah pantes kalau lu duduk di depan tiap kali ujian. Nama lu aja Xata."
"Kan itu X"
"Nama lu Axata, bodoh" ujar Rangga gemas sembari memukul pelan kepala Xata, atau bisa dibilang 'menoyor' kepala Xata.
"Apalagi yang namanya dari A lu doang. Hahahaha.. Sukurin!" timpal Rangga terlihat senang menggoda Xata.
"Lu juga sama di depan, kenapa bahagia banget ngeliat gue yang duduk di depan?! Harusnya lu meratapi nasib lu yang duduk di depan pengawas langsung."
"Sudah. Aku sudah meratapi nasibku kok tadi." Jawab Rangga dengan nada yang menggelitik telinga, mencoba mencairkan Xata yang sedang sewot. Ya, Xata memang anak, eh bukan, maksudku lelaki yang mudah terbawa emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GHOST DEAL
Teen FictionGhost Deal? Perjanjian dengan setan? Kesepakatan dengan hantu? Mana boleh seperti itu! Ini bukan drama korea, kan? Namun, mengapa aku merasa seperti pemeran utama dalam sebuah cerita romance remaja? Apakah aku salah mencintaimu? Setidaknya biarkan a...