Hahaha.. Sial!!

30 6 5
                                    

Still RADITH POV

Ku rasa suara riuh dan wajah tegang akan memenuhi hampir setiap ruang kelas 12 saat ini. Sejak pekan UTS bulan lalu, hari ini hasil ujian itu dibagikan ke setiap siswa. Bukan berbentuk rapor memang dan tidak ditujukan langsung kepada orangtua. Hasilnya hanya berupa selembar kertas berisi mata pelajaran dan hasil nilai ujian yang diketik dengan rapi dan teliti. Namun, konon katanya, di sekolah ini, hasil UTS semester genap di kelas 12 lebih mendebarkan daripada ujian sekolah.

Di sekolah ini ada seorang guru, yang katanya killer, yang akan tanpa segan memanggil orangtua murid apabila si murid memiliki rata-rata hasil ujian di bawah standar, 80,00.

Bukan hanya itu saja, beliau juga akan berkata terang-terangan di depan orangtua bahwa anaknya tidak bisa mengikuti Try Out dua kali berturut-turut dari dua kali total Try Out. Hal ini yang mampu membuat siswa mati-matian mendapat nilai bagus di ujian ini, serta membuat siswa merasa takut dan segan dengan guru tersebut.

Hampir semua siswa di sekolah ini sebisa mungkin tidak berurusan dengan beliau, bahkan mereka sebisa mungkin menghindari kontak mata dengannya, mereka menyebutnya dengan 'monster'.

"Monster eh maksudnya Bu Moni datang!"

Ya, benar, guru itu adalah Bu Moni, wali kelasku.

Begitu ketua kelas memberi peringatan bahaya, seisi kelas langsung riuh, lalu berganti sunyi dengan wajah yang sangat tegang. Ah, berlebihan.

Aku, yang duduk dengan Pino, hanya diam memasang wajah santai dan cool. Padahal dalam hati, matilah gue.

Ku lirik Pino yang sedang menggambar di meja dengan wajahnya yang seakan mengatakan kalau dia akan mendapat nilai tertinggi. Aku tahu, Pin, aksi contek mencontekmu berhasil dan berjalan mulus.

Begitu pun dengan dua orang di depanku, Rangga dan Xata, sama saja. Mereka asik mengobrol dengan suara berbisik sembari sesekali saling menyikut. Ah, menyebalkan. Sedangkan Lian tidak usah ditanya lagi, bocah aneh bin ajaib itu adalah penyandang anak tercerdas di sekolah ini. Ya, Tuhan memang adil.

Aku menyandarkan tubuhku pada bangku, berusaha serileks mungkin. Aku tidak menyesal kok.

Begitu wanita berumur kurang lebih setengah abad itu memasuki ruang kelas dengan suara sepatu high heelsnya yang nyaring, beliau juga dengan suaranya yang membahana menyebutkan satu per satu nama siswa untuk diberikan selembar kertas yang katanya mematikan itu.

Tak butuh waktu lama untuk beliau menyelesaikan pekerjaannya itu. Sigap, cepat, dan tegas adalah perawakan Bu Moni yang ku kenal selama hampir 3 tahun menghabiskan waktu di sekolah ini.

Pino sudah mendapatkan miliknya, pun dengan Rangga dan Xata yang sekarang sedang bertos ria. Lian juga sedang asik menghitung nilai total dan rata-rata hasil ujiannya, takut ada yang salah mungkin.

"Mau lihat punya gue nggak?" tawar Pino menyodorkan kertasnya, membuyarkan lamunanku. Mukanya dibuat sesombong mungkin olehnya.

"Maniak nyontek." cemoohku singkat menolak tawarannya. Laki-laki itu tertawa.

"Sirik tanda tak mampu. Nilai gue bagus, Xata Rangga sukses, Lian apalagi. Kabar lu bagaimana?"

Iya ya, punya gue mana?

Tanpa memedulikan ledekan Pian, mataku fokus menatap Bu Moni yang masih memegang satu kertas di tangannya. Nah, itu dia punyaku.

GHOST DEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang