BAB 6 • BARENG

39 4 0
                                    

Bel pertanda pulang pun berbunyi. Semua siswa berlari berhamburan eluar dari kelasnya masing-masing menuju gerbang sekolah. Termasuk Aurell,Clara dan Gea yang sedang memasukkan bukunya ke dalam tas masing-masing.

"Ehh, Clara, Rell, jadi gak ni ke mall ? kan katanya ada sale besar-besaran," tanya Gea sambil memasukkakan bukunya.

"Jadi dong," jawab Aurell dan Clara bersamaan.

Tiga orang itu langsung berjalan beriringan untuk pulang. Namuan langkah ketiganya berhenti saat Arkan berdiri di depan kelas mereka sambil melipat tangan di dada.

"Lama banget sih lo," ucap Arkan dingin

"Loh, lo maksudnya siapa ?" tanya Aurell sambil menatap kedua sahabatnya itu.

"Lo !"

"HAH!!? Aurellia Queena Lathifa ?" tanya Aurell tak percaya.

"Bacot lo," jawab Arkan sambil menarik tangan Aurell dan pergi meninggalkan kedua sahabat karib Aurell tersebut.

"Ehhh, lo ngapain narik-narik ?"

"Pulang," jawab Arkan singkat, jelas dan padat masih dengan nada dingin dan menarik tangan Aurell.

"Ehh, gue mau ke mall sama temen gue, gue kan gak punya janji sama lo buat pulang bareng,"

"Masuk," Perintah Arkan agar Aurell masuk ke dalam mobilnya.

"Gak,"

"Masuk,"

"Ga- ehhh,"

Belum sempat Aurell menyelesaikan kalimatnya, Arkan terlebih dulu mendorong gadis itu agar masuk ke dalam mobil itu dan menutup pintunya. Lalu masuk ke bangku kemudi. Aurell hanya mendengus kesal, ini kenapa ia bisa kaya karung beras main dorong aja.

"Ehh lo gak bakal bunuh gue kan ? secara cara lo narik sampai ngedorong gue kaya psikopat tau gak," ucap Aurell sambil menatap Arkan dengan tatapan sebal.

"Iya, emang gue psikopat,"

"Hah, serius lo ? yaudah gue mau turun, gue gak mau tinggal nama pas pulang ke rumah," ucap Aurell sambil berusaha membuka pintu mobil yang ternyata sudah dikunci Arkan.

"Woy, Arkan sialan, buka kuncinya !"

Arkan mengeluarkan pisau lipat kecil dari saku celananya, persis seperti pisau para psikopat di film-film yang Aurell tonton. Lalu mendekatkan pisau itu ke wajah Aurell.

"HUAAA MAMA,PAPA,ABANG TOLONGIN AURELL, RELL MAU DIBUNUH, ABANG!!!!!" teriak Aurell sambil berusaha membuka pintu mobil.

"Lo diem tau gue sayat wajah lo," ujar Arkan sambil mendekatkan pisaunya ke wajah Aurel.

"HUAAA!!!" teriak Aurell sambil menangis.

"Lo bisakan gak berusaha caper sama gue atau berusaha bikin gue care sama lo, jujur gue takut sama ancaman lo," ujar Arkan sambil menyunggingkan senyumnya dan mendekatkan pisau itu lagi.

"I-ya, tapi ancaman lo lebih serem, huaaa," jawab Aurell sambil menangis.

Melihat reaksi Aurell, Arkan melipat kembali pisau itu dan mendekatkan wajahnya ke wajah Aurell.

"Lo bisa diem gak ?" tanya Arkan tepat di telinga Aurell. Mendengar itu, Aurell berhenti menangis, tubuhnya membeku, Arkan sangat dekat dengannya sekarang.

Melihat tubuh Aurell yang membeku, Arkan sudah tau jika jantung gadis itu sedang berdebar. Entah mengapa ia suka mempermainkan Aurell seperti ini. Tunggu saja, Aurell akan menjadi bonekanya. Arkan langsung menarik seat belt dan memasangkannya pada tubuh Aurell dan kembali duduk santai di kursi kemudinya dan perlahan menjalankannya.

Aurell yang merasa sangat malu, ia kira Arkan mau menciumnya, atau menyayat wajahnya. Apa Arkan benar-benar psikopat ? Aurell hanya meliriknya sebentar, memastikan dirinya dalam keadaan aman.

♥♥♥

Selama perjalanan, suasana di dalam mobil Arkan sangat sepi, baik Arkan atau Aurell enggan untuk membuka pembicaraan. Arkan melirik Aurell sekilas, gadis itu masih berusaha menutupi rasa takutnya. Merasa canggung, Arkan menghidupkan lagu dan sukses membuat Aurell menatap dirinya. Merasa ada hal yang ingin Aurell tanyakan, Arkan hanya mengangkat satu alisnya seolah berkata "apa?"

"L-lo bener psikopat ?"

Arkan memutar matanya jengah, masih pertanyyan tentang aksinya tadi.

"Kalo iya kenapa, kalo enggak kenapa ?"

"Ya kalo iya, gue ya....bisa hati-hati,"

"Tanya sama Satria,"

"Kok ke abang gue sih ?"

"Ya tanya aja,"

Heran gue, pantesan adeknya gini abangnya aja geser. Arkan kembali fokus ke jalanan.

♥♥♥

Arkan, menghentikan mobilnya di depan rumah berwarna abu-abu muda. Dengan segera, Aurell melepaskan seat belt-nya.

"Tau rumah gue dari mana ? lo ngintilin gue ya !" ucapnya dengan tatapan sinis terhadap Arkan.

"Ge-er lo, Satria temen gue, masa iya gue gak tau rumahnya,"jawab Arkan dingin.

"Kok gue gak pernah liat lo sih ?" tanya Aurell.

"Lo tuh kenapa sih ? udah sampai masih aja betah di sini, udah sana keluar. Dan masalah lo gak pernah liat gue, emang tiap gue main sama Satria, gue harus lapor lo ?"

Aurell merasa kecewa dan sakit hati dengan jawaban Arkan, ia kan hanya basa basi. Ini malah dijawab ngegas pake acara ngusir lagi, ini orang emang gak pernah diajarin sopan santun sama orang lain kali.

"Iya iya," jawab Aurell langsung membuka pintu mobil dan keluar.

Baru saja Aurell ingin berterimakasih, mobil Arkan melaju dengan cepat. Melihat hal itu, Aurell langsung membalikkan badannya dan berjalan menuju rumahnya. Ia melihat abangnya berdiri di depan pintu rumahnya sambil menyender pada kusen pintu dan tersenyum.

"Apa lo !" bentak Aurell

"Ehh ngegas, gak sopan lo sama abang,"

"Biarin,"

"Napa lo ? udah dianter cowok ganteng malah kesel sih ? harusnya lo seneng dan berterima kasih sama gue," ucap Satria sambil mengangkat satu alisnya.

"Lo sih gak tau Bang, gue tadi ditodong," jawab Aurell sambil memutar matanya jengah dan berjalan menuju kamarnya dan di ikuti oleh Satria.

"Maksud lo di todong ?" tanya Satria sambil duduk di kasur adiknya itu.

"Ehh bang, si Arkan psiko bukan sih ?" tanya Aurell sambil melipat kakinya.

"Napa emang ?"

"Tadi gue ditodong sama dia pake pisau," ucap Aurell sambil mengingat kejadiaan yang baru saja ia hadapi.

"Masa ? Arkan gak psiko kok, lo tenang aja,"

"Terus napa tu anak nodong gue ?"

"Mana gue tau,"

"Terus dia punya kepribadian ganda ya ?" tanya Aurell yang makin penasaran.

"Cieeee penasaran,"

"Ih bukan gitu, soalnya tadi abis gue ditodong eh malah masangin seat belt buat gue,"

"Wah kaya di film-film dong, dikit lagi mau emmm," ucap Satria dan menghentikan kalimatnya.

"Apa sih !" ucap Aurell dengan wajah memerah.

Satria yang melihat ekspresi adiknya tersebut tertawa terbahak-bahak, rasanya ia ingin menjodohkan adiknya dengan manusia es temannya itu, Arkan.

King and QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang