PROLOG
"KAMU jangan dekat - dekat, ini batasnya." Seorang anak lelaki memakai seragam putih merah berkata ketus pada perempuan seumuran yang duduk di sampingnya."Ih, gak adil. Kamu lebih banyak." Sahut anak perempuan itu tak mau kalah ketika melihat mistar yang menjadi pembatas mejanya itu hanya memuat sedikit tempat pada bagiannya. Berbeda jauh dengan anak lelaki berpotongan rambut mangkok itu, bagian meja yang digunakannya lebih banyak.
"Itu karena aku cowok."
"Apa hubungannya? Cowok itu seharusnya ngalah sama cewek. Pokoknya sampai sini." Moira--anak perempuan itu menggeser mistar ke samping hingga berada tepat di tengah.
Melihat itu, Miko melotot tak terima, "Gak bisa gitu dong. Aku lebih tua dari kamu." Ia kembali menggeser mistar ke tempat semula yang ditaruhnya.
"Aku gak mau tau. Disini batasnya, titik." Lagi - lagi Moira menggeser mistar itu ke tengah.
"Gak boleh." Miko tetap bersikukuh dan kembali menggeser mistar itu.
"Disini." Dengan sedikit hentakan, Moira si keras kepala menaruh mistar itu ditengah.
"Gak." Siapapun yang melihat perdebatan mereka, pasti akan merasa kasihan dengan mistarnya.
"Disini."
"Gak."
Mereka saling bertatapan sengit, seperti ada aliran listrik yang membentang antara mata mereka berdua.
Hingga mungkin karena geram, Moira mengambil mistar itu dan langsung mematahkannya menjadi dua bagian. Membuat mulut Miko terbuka lebar melihat mistar kesayangannya di patahkan begitu saja.
Moira tersenyum pongah pada Miko. Tapi tak lama karena apa yang dilakukan Miko selanjutnya membuat Moira hampir terpekik. Miko mengambil pensil serta penghapus Moira yang ada di atas meja dan langsung melemparnya ke jendela.
Detik berikutnya Moira langsung menangis. Tak peduli pada berpasang - pasang mata teman sekelas memperhatikannya. Moira hanya mau pensil dan penghapusnya itu kembali. Melihat itu, Miko merasa bersalah.
"Kamu jangan nangis gini, dong. Banyak yang liatin." Bukannya membuat reda, tangis Moira malah semakin parah. Miko menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung.
"Nanti aku ganti, deh. Yang lebih bagus. Kamu jangan nangis lagi, ya?"
Perlahan tangis Moira berhenti. Ia menatap Miko yang juga hampir ingin menangis.
"Beneran?"
Miko mengangguk beberapa kali.
Senyum Moira langsung terbit kala itu. Membuat Miko jadi bisa bernafas lega.
•••
Cerita aku yang ketiga.
Enjoy for reading.
Ig : @imasrezki_
KAMU SEDANG MEMBACA
Miko Dan Moira
Novela JuvenilKebanyakan orang bilang, tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang bertahan lama. Awalnya aku tak setuju, tapi kini saat merasakan langsung membuatku tidak bisa menyalahkan hal itu. MIKO DAN MOIRA © copyright 2018 By : imasrezki