Set

2.4K 454 55
                                    


Min pantang menyerah Yoongi. Hal-hal kecil yang sudah terjadi sebelumnya tidak membuat dirinya patah semangat. Ppff mentalnya jauh lebih kuat dari yang kalian bayangkan. Dengan level percaya diri seperti hari-hari sebelumnya, Yoongi menginjak pedal gas nya menuju Setarbak langganannya ini.

Sedikit aneh memang melihat Yoongi yang biasanya malas bangun pagi tapi hampir seminggu ini dengan rajinnya bangun pagi dengan semangat. Tanpa mengumpat, tanpa menggerutu, semuanya di lakukan dengan hati senang.

Tidak lain dan tidak bukan, itu semua karena Park Jimin. Park Jimin. Park Jimin. Park Jimin.

Tidak ada yang lain.

Jadi seperti biasa. Berhenti tepat di depan mesin pemesanan dan siap menggoda Jimin sedikit.

"Selamat pagi, ingin memesan apa?"

Yoongi terdiam. Niatnya untuk menggodai Jimin langsung hilang.

Ini bukan suara Jimin. Suara yang ini jauh lebih berat dari suara Jimin. Tidak selembut permukaan busa sabun dan semanis permen kapas. Suara ini lebih berat dan lebih jantan. Bukan maksud mengatakan bahwa Jimin tidak jantan. Hanya saja, suaranya begitu berbeda.

Yoongi terdiam sejenak lalu meneguk ludahnya perlahan.

"Jimin?"

Orang di sebelah sana pun ikut terdiam beberapa saat. Untung saja tidak ada pembeli lain di belakang Yoongi. Setidaknya kejadian saling diam-diam ini tidak mengganggu orang lain.

"Ahh.. kau pasti orang yang sering di ceritakan Jimin. Americano kan? Tanpa gula?"

Bagaimana dia bisa tau.

"Ya. Dan ukuran sedang."

"Baiklah silahkan ke jendela selanjutnya."

Yoongi menatap orang itu yang sedang sibuk menghitung kembalian dan melirik papan nama orang itu. Kim Taehyung, dia siapanya Jimin-ku.

"Ini kembaliannya."

"Jimin dimana?"

Orang itu lagi-lagi terdiam sejenak. Mengubah ekspresinya menjadi sedikit lebih keras. Dan Yoongi tidak suka ekspresinya. Seakan-akan menunjukkan jangan sekali-kali ganggu Jimin.

"Dia tidak ada shift sekarang." Taehyung tersenyum.

"Ah begitu. Baiklah sampaikan salamku untuknya."

Setelah itu dia langsung melesak pergi yang membuat Taehyung kebingunga karena dia belum sempat memberikan Americano pesanannya.

.

.

"Jim hari ini aku bertemu dengan lelakimu."

"Huh? Lelakiku?"

"Americano. Yang suka mengganggumu itu.

"Oh dia.."

Jimin terdiam dan kembali membca novelnya. Mencoba tidak perduli dengan topik pembicaraan yang di bawa Taehyung begitu merek saling bertemu di apartemen.

Taehyung mengambil posisi di depan Jimin. Mendudukkan dirinya secara nyaman di atas sofa empuk mereka. Menatap wajah Jimin lama sampai akhirnya Jimin merasa risih dan mengangkat wajahnya dan balik menatap Taehyung dengan penuh tanya.

"Sepertinya dia orang baik."

"Jika kau menjadi diriku Tae, kau tidak akan berfikiran kalau dia sebaik itu."

"Ppff... oh iya dia menitipi salam untukmu. Mungkin sebaiknya kau buka hati Jimin-ah. Tidak baik menutup hati dan terpuruk karena masa lalu."

"Tolong, aku tidak terpuruk karena masa lalu."

"Jadi... bagaimana keadaan Taemin-ssi sekarang?"

Dan setelah itu novel kesayangan Jimin melayang dan mendarat tepat di kepala Taehyung.

.

.

Taemin merupakan kakak kelas Jimin yang termasuk mantan kekasih Jimin. Pasangan ini baik-baik saja namun ada suatu kejadian yang membuat mereka harus berpisah. Entah apa itu. Jimin memilih tidak mengingat-ngingat masa lalu yang memang indah tapi kelam jika di ingat.

Biasanya, Taemin akan mengantarnya ke tempat paruh waktunya dulu. Kini Jimin hanya berjalan kaki sendiri. Sepi memang. Tapi dia memang harus terbiasa dengan itu. Tidak selamanya manusia harus berdampingan kan.

Kali ini dia pulang lebih awal dan memilih untuk ke Setarbak tempat kerjanya. Walaupun waktu shift—nya kemungkinan masih sekitar tiga jam kedepan, tidak ada salahnya untuk meminum kopi sebentar sambil belajar materi kuliahnya yang baru dia pelajar tadi.

Disini Jimin sekarang. Duduk di pojok ruangan dengan satu buah cup Strawberry Frappucino dan satu buah buku catatan yang dia pegang di tangan kirinya. Teori Deconstruction milik Derida yang di sampaikan dosennya tadi siang membuatnya tidak paham. Otaknya serasa di buat terperas membaca pengertian yang sama berulang-ulang. Mencoba mencari pengertian lain di google pun percuma. Karena itu membuatnya semakin pusing lagi.

Sedang asik membaca, tiba-tiba seseorang duduk di depannya. Kepala Jimin terangkat dan seketika tersedak ludahnya sendiri. BAGAIMANA BISA??!!

"Hey.." Yoongi mendududkkan diri di depan Jimin.

Iya kalian tidak salah baca. Min Yoongi duduk di hadapan Park Jimin yang berarti ini kesempatan baginya untuk mengajak Jimin berkenalan lebih jauh.

"Dua hari ini kau tidak ada di bagian drive thru. Tidak menyangka akan bertemu denganmu disini."

Jimin tidak meladeni Yoongi. Dia lebih memilih melanjutkan kegiatannya memahami deconstruction sialan yang masih belum dia mengerti.

"Hey Jimin dengarkan aku sebentar." Ucapan Yoongi membuat Jimin menurunkan buku catatan yang sejak tadi menutupi wajahnya.

"Tuan, apa kau tidak capek menggangguku di jam kerjaku? Dan kini mencari cara menggangguku di jam kosongku?"

"Ugh sial. Dengarkan aku. Aku tidak ada maksud menguntitmu sampai ke dalam sini. Aku kesini dengan rekan kerjaku. Dan kebetulan melihatmu dan berniat menghampirimu sebentar."

Jimin sedikit melirik ke belakang Yoongi mencoba mencari siapa yang dia maksud dengan rekan kerja.

"Lelaki berambut merah dan juga yang menggunakan hoodie biru. Itu rekan kerjaku. Aku tidak dengan sengaja menguntitmu okay."

Hening di antara mereka. Jimin yang sedikit merasa bersalah karena sudah menuduh, Yoongi yang merasa tidak enak karena sudah mengganggu.

"Baiklah aku kembali kesana. Maaf sudah mengganggumu Jim." Yoongi segera berdiri dari duduknya sambil memegang cup americano miliknya.

"Besok aku shift pagi. Jadi aku akan ada di bagian drive thru lagi." Ucap Jimin dengan wajah memerah.

Yoongi membalikkan badannya menatap Jimin, mencoba dengan keras menahan senyum di wajahnya.

"Baiklah. Bertemu lagi besok pagi Park Jimin."

Kembali lagi Yoongi membelakangi Jimin dan langsung tersenyum lebar.

Aku menang Park Jimin.

Just Like That [YoonMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang