Layu

15 3 0
                                    

Kalian percaya harapan?

Hari ini seseorang menaruh sebuket bunga di depan pintu rumahku. Ibuku membawanya ke meja makan. Di buket itu ada surat kecil berisi kepada siapa surat itu ditujukan;

To: Emy

Siapa? Setahuku aku tak mempunyai penggemar rahasia. Setelah menghabiskan sarapan, aku mengambil setangkai bunga putih itu dan berangkat sekolah.

Bunga Hawthorn. Kalau kucari di internet, artinya harapan. Sebuah bunga yang absurd untuk dibuat buket. Kenapa bunga ini? Kenapa bukan mawar merah, atau mawar pink? Aku mengangkat bahu dan menaruh bunga itu di lokerku, meletakkan ponselku juga. Saat mengambil buku-buku pelajaranku, aku merasakan tepukan di bahuku. Saat kupalingkan mukaku untuk melihat siapa yang menepuk bahuku, pipiku bersemu merah.

"Bunga dari siapa?" tanyanya, matahariku. Aku mengangkat bahu.

"Tiba-tiba ada di pintu rumah,"

"Gila, kau sudah terkenal sekarang!" katanya sambil mengusap kepalaku. Aku tertawa.

"Kamu ngapain? Malu, tahu!" kami tertawa, kemudian mengemas barang kami dan berjalan ke kelas sambil terus bercanda. Dia, sudah cukup untuk membuat hariku terasa berwarna, meski sedikit saja.

Akhirnya kuputuskan untuk menaruh bunga Hawthorn itu di vas. Sambil mendengarkan musik, aku memainkan mahkota bunga putih itu dengan jariku. Bunganya nampak cantik. Oh, mungkin kalian bertanya kenapa aku mendengarkan musik sambil memainkan bunga. Yah, soalnya kalau aku menyetel musik, aku tidak bisa mendengarkan suara di luar kamarku.

Hari-hari sekolah, selalu membosankan. Ugh. Tapi selalu ada dia yang membuatnya tidak terlalu membosankan, karena candaannya membuatku tertawa, keberadaannya saja membuatku tersenyum. Tapi, sepertinya hari ini beda. Sudah kebiasaan bagi kami untuk saling menunggu di loker, loker kami berdekatan. Tapi, ini sudah hampir bel masuk dan aku tidak melihat dia. Aku memainkan ponselku, dan seorang temanku mendekatiku.

"Mencari dia?" Aku mengangguk. "Tadi dia sudah masuk duluan sambil setengah berlari, mungkin ada yang penting," Aku berterima kasih padanya, segera mengemas barang dan bergegas ke kelas, sudah tidak sempat menemuinya lagi.

Jam makan siang juga biasanya kami bersama, dia memesan pizza, aku hanya memesan roti. Tapi hari ini pun aku tidak dapat melihatnya di kantin. Aku mencarinya kemana-mana, aku tidak terbiasa tanpanya. Di mana dia? Ah, di sana, ia berjalan dari arah yang berlawanan.

"Hei!" aku memanggilnya. Dia menoleh, tapi ekspresi yang kudapat bukan yang biasanya dia berikan padaku. Biasanya dia tampak senang, tapi.. sekarang dia nampak muak.

"Apa?"

"Anu.. ayo makan siang bareng,"

"Masih kenyang, kau makan saja," katanya dingin. Aku mengiyakan dan berjalan pergi, mungkin dia lagi bete.

Aku membuka pintu rumah, dan pemandangan yang 'biasa' bagiku menyambut. Rumah yang tak terurus. Aku menghela napas panjang dan mulai membereskan rumah. Ayah dan Ibu juga sepertinya pulang malam hari ini. Selepas membersihkan rumah, aku masuk ke kamar dan mulai merawat bunga Hawthorn-ku yang cantik. Ini perasaanku saja atau bunganya sedikit layu? Ah, tidak penting. Yang jelas aku bisa melakukan apapun yang aku mau, toh di rumah aku sendirian. Aku mengambil pisau.

Tiba-tiba suasana sekolah agak berbeda. Saat kakiku melangkah memasuki gerbang sekolah, semua orang memandangku dengan tatapan aneh, bahkan ada yang tertawa. Aku memandang mereka heran, dan mencoba melupakannya. Tapi hari ini tidak ada yang aneh dariku, pakaianku cuma celana jins dan sweater lengan panjang, dan sepatu sneakers favoritku, itu saja. Saat aku membuka loker, ada banyak bola kertas di lokerku. Saat aku mengeluarkan bola-bola kertas itu, ada seseorang yang mendorong badanku ke arah lokerku. Semuanya tertawa terbahak-bahak.

Deep Dark FearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang