TMT. 1

123 24 14
                                    

Angin menerpa wajah Yerim menerbangkan helai- helai rambut Yerim. Sinar jingga matahari nampak berada diufuk barat, pelan pelan menyembunyikan dirinya dibalik bukit. Membangunkan Yerim dari tidur lelapnya.

Pemandangan alam menjadi objek pertama yang menarik perhatian Yerim begitu membuka mata. Pohon yang menjulang tinggi, bukit bukit disekelilingnya, tebing, dan semak semak.

Aku ada dimana? Baru saja, ia memimpikan malaikat tampan. Lalu apa ini. Tunggu. Apakah surga dipenuhi pepohonan?

Matahari terbenam tentu tidak dapat dilewatkan Yerim begitu saja. Ia sangat menikmatinya, sejenak ia melupakan berbagai pertanyaan yang memenuhi kepalanya. Ya... setidaknya sebelum sebuah suara mengalihkan perhatiannya.

"kau sudah bangun rupanya"

Yerim menoleh kebelakang dan menemukan-- sosok malaikat-- menggunakan hanbok? Beberapa kali Yerim mengerjapkan matanya. Bukan, bukan sosok tersebut yang Yerim pertanyakan. Melainkan apakah aku benar benar mati?

Pandangan Yerim beralih pada tubuhnya sendiri. Ia menggunakan hanbok dan rambutnya dikepang dua. Lalu ia memperhatikan tangannya, tidak tembus pandang. Ia juga merasakan sakit ketika ia mencubit pipinya sendiri.

"apakah kau baik baik saja? Kau terlihat bingung"

Perhatian Yerim kembali teralih pada-- sosok malaikat-- tadi. "apakah anda benar benar malaikat?" tanya Yerim dengan tanda tanya yang memenuhi kepalanya.

Sosok malaikat itu tampak menahan senyum "sepertinya kau terlalu berlebihan dalam memujiku. Maksudku aku paham jika kau memang terpesona dengan auraku-..."

Belum selesai 'malaikat' itu menjawab, Yerim sudah memotongnya terlebih dahulu "maaf? Apa anda baru saja merasa tersanjung?"

Pertanyaan Yerim hanya dijawab anggukan samar oleh 'si malaikat'.

Yerim memicingkan matanya "Mana mungkin ada malaikat yang merasa tersanjung. Mereka tidak pernah haus akan pujian"

"Sebenarnya kau ingin memujiku atau menghinaku? Ah...tidak tidak. Bukan itu yang harus kutanyakan" jeda sesaat "Bukankah kau seharusnya mengatakan terima kasih? Aku baru saja menolongmu"

Jujur, Yerim masih sangat bingung dengan ini semua. Menolongnya? Haruskah Yerim mengucapkan terima kasih? Ia sama sekali tidak mengingat apapun, kecuali wajah 'si malaikat'.

"eum... baiklah, terima kasih" ujar Yerim akhirnya, tentu dengan nada yang terdengar tidak ikhlas.

'Si malaikat' melipat tangannya didepan dada "Begitu lebih baik" diselingi senyuman bangga. "Ah! Untuk sebutan malaikat tadi... kau bisa memanggilku Hanbin. Kim Hanbin" Hanbin mengulurkan tangannya.

Yerim tidak menjawab uluran tangan tersebut, dan malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "aku baru tahu malaikat juga memiliki nama, tapi... bukankah nama itu kurang indah untuk seorang malaikat?" ujar Yerim pelan diakhir kalimatnya.

"YA! berhentilah memanggilku malaikat! Aku tau aku tam--..., kau bahkan belum bertemu putra mahkota. Kau mungkin akan memanggilku sampah setelah bertemu dengannya"

"Putra mahkota?" kenyataan apalagi yang harus ditemui Yerim? Sejak kapan disurga ada Putra mahkota?

"Ah sudahlah. Hari semakin petang, kau juga belum makan. Ayo, aku sudah memasak"

Mendengar kata makan, perut Yerim tiba tiba berbunyi. Benar, sebelum berangkat sekolah ia juga tidak ikut sarapan. Yerim tidak sabar merasakan makanan disurga. Yerim turun dari batu, yang sebelumnya ia gunakan sebagai 'ranjang' dan melangkah mengikuti Hanbin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Maze TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang