Hari yang diawali oleh matahari

7 1 0
                                    

Selamat pagi. Lagi.
Pagi kesekian yang dinginnya menusuk tulang. Di tempat ini.

Aku sudah siap untuk menghadapi hari ini. Selepas melaksanakan shalat shubuh, aku langsung berangkat menuju kantorku.

Jalanan memang belum seramai biasanya, tapi memang cukup menghambat. Saat jalanan sedikit lengang, aku memacu sepeda motor tua pemberian bapakku yang kubawa ke tempat ini.

Kembali terngiang akan keluarga di tempat kelahiranku. Gubuk reyot itu. Seperti terpampang di depan mataku. Bapak. Mamak. Aku rindu.

Tak kusadari, air mataku telah berlinang. Sendirian di kota besar ini. Berjuang untuk hidup yang lebih baik. Mengurus semuanya sendiri. Memang terasa cukup berat bagiku. Namun, ketika aku merasa patah semangat, aku akan mengingat 'mereka' yang menungguku dengan penuh harap disana. Sebagai anak sulung, aku harus menggantikan peran bapakku sebagai tulang punggung keluarga. Menghidupi Bapak dan Mamakku yang sudah tua. Membiayai sekolah adikku. Serta memberi makan diriku sendiri.

Mengingat keluarga memang membawaku kembali terngiang akan masa - masa sulit itu. Saat dimana hidup masih terlalu sederhana bagiku. Pemahaman tentang hidup, sejatinya akan datang dengan sendirinya seiring dengan pengalaman pahit yang kita alami. Tanpa perlu dicari.

Kini, aku tengah menjalani 'pengalaman pahit' itu. Yang kuyakini, akan membawaku menuju pemahaman tentang hidup, yang lebih baik.

BRAKK

Astaga. Apa yang kulakukan? Gadis itu terjatuh di hadapanku. Aku tak sengaja menyerempetnya. Saat dia hendak menyebrang. Seketika, sekumpulan orang telah berkerumun di sekitarku.

                                 ***
Cemas. Aku menunggu di depan ruang tindakan. Bagaimanalah aku bisa menabrak gadis itu? Aku sepertinya terlalu tenggelam dalam kenangan akan keluargaku. Hingga aku tak melihatnya. Gadis berkerudung hijau dan bergamis putih. Anggun sekali.

Dokter yang menanganinya pun keluar. Dengan terbata - bata, aku menanyakan kondisinya. Hanya sedikit luka di kepala dan di kakinya. Sudah tidak apa - apa.

Aku sebenarnya diizinkan untuk menengoknya. Tapi entah kenapa, aku merasa takut. Sangat takut. Bisa saja, begitu melihatku, dia akan langsung marah - marah atau dia bisa saja langsung menghubungi polisi. Tapi, alangkah tidak bertanggung jawabnya aku, apabila aku langsung meninggalkannya.

Aku pun memberanikan diriku. Kubuka pintu itu perlahan. Mataku menangkap gadis itu tengah terbaring lemas. Aku seketika merasa iba sekaligus bersalah padanya.

"Permisi, mbak. Eh, Assalamu'alaikum, " Ucapku canggung padanya.
Pelan. Mata itu memandangku. Mata yang sungguh indah. Bibir kecil itu, bergerak untuk membalas salamku. "Wa'alaikumussalam Warahmatullahi wabarakatuh, ".
Subhanallah. Gadis yang terbaring di depanku ini, walau tengah terbalut perban di sana - sini, namun kecantikannya tetap terpancar. Dia adalah makhluk terindah yang pernah kulihat. Setelah Mamak tentunya.
"Maaf, mbak. Saya Jendra. Saya yang tadi menabrak mbak. Maafkan saya, saya... Saya sungguh tidak sengaja.. Saya, " Belum selesai penjelasanku, dia telah memotongnya, "Ah, iya tidak apa - apa mas. Mas sudah ada i'tikad baik untuk mengantar saya ke rumah sakit ini dan sudah meminta maaf juga. Saya memaafkan," Ujarnya sambil tersenyum, "Saya Adinda, "

"Nama yang indah, seindah pemilik namanya, " Spontan, aku menutup mulutku. Aku tak sadar mengucapkan hal itu. Dia hanya tertawa tipis. Adinda. "Ah, mbak Adinda, bagaimana keadaannya sekarang? Apakah.. Eeh.. Sudah lebih baik? " Aku berusaha kembali me-normal-kan suasana.
"Saya sudah tidak apa - apa. Mas Jendra tidak perlu kaku memanggilku seperti itu. Panggil saja Adinda, "

Aku tidak tahu bagaimana rupa wajahku saat itu. Tapi aku yakin, pipiku memerah. "Baik, Adinda. Kamu juga bisa memanggilku Jendra saja, tidak perlu pakai 'mas',"
"Baik. Salam kenal, ya, Jendra, " Lagi - lagi dia berkata dengan senyuman itu. Senyuman yang akan selalu menjadi favoritku. Sangat indah.
            
                                  ***
Hari itu, aku izin dari kantor. Aku memutuskan untuk menemani Adinda. Sekaligus mengantarnya pulang. Hari ini kutemukan. Definisi bahagiaku yang kedua.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DARE TO DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang