Kalian tau rasanya ketika orangtua yang kalian sayangi menikah lagi?
Apalagi ketika tau bahwa salah satu dari mereka sudah tidak menyayangimu lagi. Bahkan kadang aku merasa terbuang. Ibuku lebih memilih orang lain, ayahku sibuk dengan urusan kantornya. Lalu aku apa? Hanya boneka?
Ya, ayah dan ibu kini telah bercerai. Rumahku sangat sepi. Aku tinggal bersama ayah. Ibu tidak mau merawatku.
Ibuku bahkan melupakanku, berbulan-bulan lamanya aku menunggu kabar darinya. Bahkan tak sekalipun dia mencoba meneleponku.
Ayahku? Dia terlalu sibuk dengan kantornya dibandingkan aku. Aku merasa seperti anak orang lain.
Satu hal yang aku ketahui, jangan terlalu percaya orang lain. Atau kau akan menyesal.
Aku selalu belajar, belajar, belajar dan belajar. Apa yang kuharapkan? Aku berharap orangtuaku bangga, aku berharap orangtuaku mengucapkan selamat untukku. Tapi apa? Bahkan untuk melihat hasil raportku pun tidak mau.
Mereka terlalu sibuk.
Ingin rasanya aku menghampiri ayah lalu mengambil laptopnya dan membantingnya. Tapi, apa yang bisa dilakukan anak kecil ini?
Aku hanya bisa berharap keluargaku kembali. Haha, sepertinya tidak mungkin.
Aku ingin berlari sejauh mungkin, aku ingin ombak membawaku pergi, aku ingin ... Ya, aku hanya bisa berharap.
Teman-temanku sering sekali mengejekku. Apa yang bisa dilakukan bocah ini? Hidupku penuh kegelapan. Sesak di dada seperti terhimpit oleh banyaknya batu besar.
Tiap malam aku selalu menangis, mengingat keluargaku yang berantakan, sesekali mengingat semua ucapan orang.
Aku ingat ucapan temanku yang bernama Fika. Aku menceritakan semua tentang keluargaku kepadanya.
"Eh, aku kesel sama mama, masa aku disuruh-suruh terus. Udah kayak pembantu tau! Terus ya, aku tuh dibanding-bandingin terus sama kakak aku! Ya aku kesel lah! Coba aja gak ada mama di rumah. Hidupku pasti enak," ucapan Fika terngiang ditelingaku.
Haha ... Lucu! Disini aku ingin keluargaku utuh, dan dia malah ingin keluarganya hancur.
Sedangkan temanku yang lain? Ada yang iba padaku, ada yang mengejekku. Aku lebih suka mereka mengejekku. Setidaknya aku tidak merasa dikasihani.
Oh ya, aku punya teman baru. Teman yang baik. Namanya Wilda. Dia berteman bukan karena kasihan padaku. Setidaknya aku merasa ada yang menyayangiku.
Seseorang pernah berkata padaku. "Hidup itu harus dijalani. Takdir Tuhan lah yang mengatur. Jangan salahkan takdir. Mungkin itu adalah yang terbaik untukmu."
Ya, dia benar.
Setiap malam aku selalu merenung. Merenungkan nasibku kedepannya. Aku selalu duduk di balkon rumahku.
Aku mendekap tubuhku sendiri. Aku memeluk lututku dan menopang daguku disana. Kupejamkan mataku dan menikmati angin yang menerpa kulitku.
Gelap dan sesak. Aku merasa seperti ada dua bongkah batu besar yang menghimpit dadaku. Rasa sesak yang terus menjalar. Aku kehilangan jati diriku. Aku kehilangan semangat hidupku.
Tangisan yang dari tadi ku tahan akhirnya ku tumpahkan mewakili segala perasaan yang menyiratkan kesedihan, kehampaan, dan luka yang mendalam.
Ingin rasanya mengulang waktu, tapi tidak mungkin.
🍁🍁🍁
Hulaa...
Terimakasih buat yang sudah membaca.
Ini hanya sebuah cerita pendek biasa, tapi kuharap kalian menyukainya.
Jangan lupa.
Vote dan komentarnya ya.Salam kenal dari penulis amatir ini.
By: Nathalia ❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home Diandara [HIATUS]
القصة القصيرةDiandara, gadis kecil berumur 10 tahun tapi keadaan yang membuatnya harus bersikap lebih dewasa. "Menjadi broken home itu takdir. Takdirku seperti ini." . . . Ini hanya sebuah cerita pendek biasa, tapi kuharap kalian menyukainya.