Affair 1

1.4K 98 2
                                    

"Wen.." Bibirnya menyentuh lembut pundakku. Terimakasih pada kaos $8 yang kubeli di e-buy ini, Rene sangat diuntungkan karenanya. Kamar kami yang hanya bercahaya lampu tidur dan lampu belajarku di meja, it's kind of romantic.

"Hmm?" aku bergumam, ini jam 1 pagi dan tugas kuliah masih belum selesai.

" Kapan selesainya?" Ia mengistirahatkan dagunya dipundakku yang telanjang itu. Aku bisa merasakan halus kulit pipinya yang sesaat ia usapkan.

Aku melepas kacamataku dan menaruhnya di meja, gerakanku ternyata mengagetkan Rene. Kami berhadapan, mata kami bertemu, oke, aku tahu, ini jam satu pagi, pasti dia mau..

"Woa, woah, Wen, bukan ini maksudku." aku menghentikan aktifitas kecil bibirku di lehernya dan tanganku dibalik kausnya saat ia mencoba menjauhkanku.

"Terus apa? Ayolah kita selesaikan ini, terus aku bisa bikin tugas lagi. Aku perlu konsentrasi, Rene. "
Lalu, setelah menyelesaikan kalimatku. Rene, terlihat sedih. Oh tidak..

"-Rene dengar, bukan maksudku kalau kau menganggu tap-" Penjelasanku tak terselesaikan karena ia membungkam bibirku, dengan miliknya.

"Aku cuma mau bilang, aku khawatir kalau kamu harus begadang tiap malam." Kalimat barusan saja hanya terdengar samar-samar karena...... itu.

Aku membasahi bibirku, yang sebenarnya sudah basah. Lalu kedua tanganku merengkuh pipinya.

"Ya ampun, Rene. Aku nggak papa, 1 jam aja, tinggal sedikit kok, habis itu aku tidur." Rene tertawa renyah.

-

Kami bertemu di Yale, Yale Law School, 22 bulan yang lalu.

Tadi itu kami ,18 bulan yang lalu.

Hari demi hari, Rene makin cantik. Aku suka dia dengan suitnya. Rok sepan selututnya juga. Apapun, apapun yang ia pakai aku suka.

Aku melirik alarm di meja, alarmku tepatnya. Jam 08.00. Oke, cerita tentang pagi hariku bukan hal yang seru untuk di umbar. Aku akan kembali ke 18 bulan yang lalu.

-

"Ya ampun, Rene. Aku nggak papa, 1 jam aja, tinggal sedikit kok, habis itu aku tidur." Rene tertawa renyah menuju ke tempat tidur. "Kau juga dulu pernah seperti ini." Lanjutku

"Ya, ya, aku lupa soal itu. Nggak enak lihat orang lain bekerja keras untuk lulus, aku nggak sadar kalau ternyata aku begini dulu." ia tertawa lagi, melipat kedua kakinya di atas kasur.

"Nggak usah nunggu aku, kamu besok harus bangun jam 7" Ujarku, Rene tersenyum.

Setelah Rene sudah terlelap dengan cantiknya, aku bergabung di samping tubuhnya yang merengkuh. Aku tersenyum melihatnya begitu damai.

Di luar hujan, tetesan air hujan terdengar menyejukkan.
"Wen.." Rene merasakan kehadiranku di sampingnya. "Hmm?" Aku bergumam lalu bersembunyi dipelukkannya. Dan tertidur.

-

Manisnya 18 bulan lalu itu terulang setiap harinya tapi hanya pada waktu itu saja. Sekarang kami sama-sama sibuk. Rene sibuk menata karirnya dan akupun juga. Usia kami terpaut 5 tahun. Saat pertama kali kita bertemu, aku masih dalam mempersiapkan kelulusan. Waktu tepatnya adalah saat kami berada dalam satu tim pengacara tuduhan kasus kejahatan kerah putih bos McMohan Tires, Harold McMohan. Sebenarnya, Rene merupakan kolega Prof James dari Stanford. Kami tak dekat saat itu, aku.. aku hanya suka bagaimana ia berfikir. Aku kagum bagaimana ia bisa menjaga agar tetap terlihat cantik dan tetap waspada saat mengungkapkan logika berfikirnya di pengadilan. Perasaan kagum seperti itu terulang kembali setiap kali ia menuturkan pertanyaan pada saksi. Kejadian seperti ini terulang sampai 2 bulan kedepan dari kasus itu. Dan kami masih belum berbicara padanya karena ku fikir perasaan itu hanya sekedar rasa iri antar sesama perempuan.

Oh ya, saat itu aku masih bersama Johnny. Tepatnya, aku tinggal bersama Johnny. Kami berdua kuliah di Yale, aku di Law School, dan Johnny di Med School.

Johnny sangat baik. Ia pandai , baik hati, perhatian ah.. aku tak akan pernah meminta lebih .. sungguh.

" Hei Wen, kau baru pulang?" Johnny membukakan pintu untukku , ia masih memakai kacamatanya dan memegang buku di tangan kirinya.

"Hmm, such a long day." Aku memang benar-benar capek saat itu, kelulusan dan internship dengan Prof James membuatku kewalahan.

Setelah itu kami tak bicara, aku mandi dan ingin langsung tidur. Johnny membaca bukunya di tempat tidur,suara TV di depan tempat tidur kami terdengar sayu-sayu menemaninya membaca. Lalu aku tidur begitu saja di sampingnya. Aku lelah dengan kesibukan ini, dan Johnny sibuk dengan studinya. Kami bagai dua orang asing yang tinggal di satu flat yang sama.

Paginya, saat aku bangun. Johnny sudah tak ada. Ia belajar hingga larut, berangkat kuliah sangat pagi. Aku berjalan menuju dapur, membuat kopi untuk diriku sendiri. Johnny meninggalkan nachos untukku. Hmm kejunya agak keras, berarti Johnny berangkat lebih pagi dari yang aku kira. Atau entah itu nachos sisa semalam akupun tak tahu karena aku tak ke dapur tadi malam.

Setiap hari selalu sama, kami tak bertemu saat pagi menyapa dan baru bertemu saat ingin berangkat tidur.

Sekarang, rutinitas setiap pagi adalah mengirimkan pesan balasan untuk Rene. Setelah kasus itu selesai, Rene dan aku malah terasa lebih akrab. Frekuensi antara aku membalas pesan Rene dan berbicara pada Johnny.. rasanya berbanding terbalik.

The Good Affair | Red Velvet • WenreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang