Affair 2

1K 96 8
                                    

Malamnya,

Malam ini aku duluan yang sampai. Aku sedang membaca beberapa literatur untuk referensi skripsi. Lalu aku mendengar ada yang memencet bel. "John?" Aku berteriak kecil. Tak biasanya Johnny memencet bel. Aku berlari kecil membukakan pintu.

Kaget.

"Rene?" Tak menyangka sosoknya berdiri di ambang pintu flatku yang berwarna maroon.

"Aku ke New Haven lagi karena ada beberapa hal yang harus di urus." Setelah kasus kami selesai, Rene kembali ke California. Ia tersenyum sambil menyodorkan bingkisan kepadaku. Lalu aku tersenyum kecil melihat bingkisannya, "Perrier-Jouet ?... dan sushi? "

"Oh aku tau kau butuh sedikit champagne , Wen." Rene mengikutiku masuk sambil tertawa renyah.

Kami menghabiskan waktu dengan membicarakan apa saja dan menikmati bingkisan yang dibawakan Rene.

Entah kenapa kami sangat nyambung satu sama lain. Ah.. tak tahu.

"Wen, bagaimana kalau aku suka denganmu?" Oh, Irene sudah mabuk.

"Jangan bercanda." Aku tertawa kencang dan memukul pelan lengannya.

"Hahahaha, iya bercanda." Ia juga tertawa sampai terhuyung. Lalu, ia terdiam dan memandang wajahku sangat dekat. "Nggak bercanda, Aku menyukaimu, Wen." Ia menjelajahi mataku untuk waktu yang sangat lama. Kami terdiam.

"Aku punya kekasih Rene. Dan aku pikir.. ak-aku pikir aku-" Rene mengecup bibirku. "Rene!" aku mendorongnya.

"Kenapa? Wen, aku ingin kau jujur dengan perasaanmu." Tanya Rene serius.

"Rene, aku tak mau menyakiti Johnny, i mean, aku tak suka padamu. " Rene terlihat sedih.

"Wen, aku tau wen, aku tau kau menyukaiku juga." Rene menaruh gelas champagne nya, lalu beranjak dari sofa dan pergi ke ambang pintu.

"Rene!" aku hanya berteriak memanggilnya dari tempat dudukku dan tak mencoba menghentikan Rene. Aku bingung.

Lalu Johnny datang, berpapasan dengan Rene yang berjalan terburu-buru. Ia bingung melihat sesorang terburu-buru keluar dari flatnya.

"Hai Wen? ada apa? " Ia bertanya saat kepalanya berada di ambang pintu.

"Oh John..." Melihat Johnny aku langsung berdiri dan memeluknya. Ada perasaan yang campur aduk pada diriku.

"Hei, ada apa?" Kalimatnya selalu terdengar teduh dan menenangkan ditelingaku. aku hanya bergeleng di pelukannya. "Serius? aku tak kenal dengan temanmu yang tadi."

Lalu aku beranjak dari pelukannya. Membereskan meja yang berisi bungkus sushi dan gelas champagne.

"Tadi itu kolegaku dari kasus McMohan. Kami membicarakan skripsiku." Aku berjalan menuju dapur. Johnny mengikutiku dari belakang, "Membicarakan skripsi? dengan sebotol champagne? " Oh ayolah John, kau tak curiga kan?

" Skripsi sangat membuatku stress, lalu ia membawakanku champagne." Aku bersandar di wastafel dan berbicara pada Johnny. Lalu ia menciumku, dan mengusap rambutku pelan, "Jangan terlalu stress." lalu Johnny tersenyum. Haah... kenapa ia begitu manis.

"Aku akan mandi dan langsung tidur." Ucapnya yang kubalas dengan anggukan serta senyum tipis. Saat Johnny sudah menghilang dari pandanganku, kutuangkan segelas penuh champagne dan meminumnya sekaligus. Gila, ini gila.

Aku bangun dan seperti kemarin, Johnny sudah tak ada di sampingku. Tapi ada sesuatu yang tak seperti kemarin, tak ada pesan dari Irene. Aku tak ambil pusing, mungkin ia masih tak enak hati dengan kejadian kemarin. Aku langsung bersiap-siap berangkat kuliah.

Besoknya tak ada pesan dari Irene.

Besoknya

Besoknya lagi

Besok setelah besok besoknya juga.

TAK ADA PESAN DARI IRENE. Dan astaga, bahkan tak terlitas sedikitpun kalau Johnny juga tak ada setiap pagi. Frekuensi Irene di dalam pikiranku jauh lebih tinggi ketimbang Johnny yang jelas-jelas kekasihku.

Ini nggak benar.

Ada yang tak benar.

Jam 08.30 ,aku tak ada kuliah hari ini.

' Rene, i'm sorry. I miss you.' itu kalimat yang ku ketikkan, lalu aku menghapusnya. "Shit." aku membenamkan kepalaku ke bantal dan uring-uringan di kasur.

Ayo Wendy Son, kau harus bisa bicara pada Irene. Aku menelfonnya. Berkali-kali aku mendengar nada tunggu, dan ....mailbox "Hey it's Irene, aku tak bisa mengangkat telfonmu. Probably you can reach me later."

Lalu aku menghubungi seseorang,

"Pagi, Prof James." syukurlah Prof James mengangkat telfonku.

"Oh pagi, Wendy , Ada masalah apa?" ia terdengar tak sibuk.

"Begini Prof, apa prof punya nomor Irene Bae selain nomor ponselnya? Aku kesulitan untuk menghubunginya." Prof James hanya bergumam di ujung sana, " Hmm.. kemarin saat ia menemuiku, Irene meninggalkan kartu nama barunya. Oh ya, kau belum tahu ia bergabung dengan Firma Hukum Morgan&Reagan ? "

Irene tak memberi tahuku apapun soal itu, " Aku tak tahu soal itu Prof. Good for her then." apa champagne dan sushinya untuk merayakan itu?

"Ah ketemu, akan ku kirim nomor telfon kantornya." Prof James selalu bisa di andalkan.

"Terimakasih banyak Prof. Maaf sudah merepotkan pagi-pagi."

Tak lama , Prof James mengirimkan nomor telfon Morgan&Reagan Law Firm. Irene Bae, kau harus menerima telfonku. Aku seperti tak bisa hidup tanpa pesanmu setiap pagi.

"Selamat Pagi, Morgan&Reagan Law Firm. Dengan Irene Bae." Suaranya, akhirnya aku mendengar suaranya.

" Jangan tutup telfonnya." Aku tau Rene akan mengenali suaraku.

" Wendy?!" Ia terkejut, "Jangan tutup telfonnya Rene!" aku sedikit membentak.

" Kenapa tak mengangkat telfonku? " Ah, kenapa aku bertingkah seperti ini. Irene tak menjawab,

" Tak mau bicara?" Aku menjadi sedikit emosional.

" Kenapa tak pernah mengirimkan pesan setiap pagi lagi?" aku langsung melanjutkan kalimatku yang terdengar childish.

" Ku pikir kita tak perlu berhubungan lagi, Wen. Kau menolakku." Oh jadi Irene tipikal orang yang seperti ini. Orang yang tak mau berhubungan lagi saat ia di tolak.

" Dengar, Rene. Malam itu aku terlalu terkejut. Tiba-tiba kau datang, tiba-tiba kau bilang suka padaku! Dan besoknya kau tiba-tiba tak menghubungiku lagi, jangan begini Rene! ....Rene.. i miss you. " Seperti tadi-tadi Irene tak langsung menjawab, ia terdiam.

"Rene, i miss you.. and i love you too." Aku mengulang perkataanku.

Aku yakin Rene terkejut, karena aku pun tak percaya dengan apa yang barusan ku ucapkan. Aku bisa merasakan pipiku yang memanas, pasti kalau Irene lihat , wajahku sudah memerah seperti tomat.

Oh tidak, Apa yang barusan ku katakan pada Irene? Jangan bilang aku menyatakan cinta padanya?

AH INI GAWAT!

The Good Affair | Red Velvet • WenreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang