Chapter 1

28 6 2
                                    

Hari ini adalah hari libur. Seusai shalat shubuh, aku bergegas menuruni tangga menuju ruang tengah. Kulihat mama yang sedang menyapu dan membereskan beberapa tumpukan kertas di atas meja kemudian memindahkannya ke ruang kerjanya. Dengan senyum yang merekah, kuhampiri dan kupeluk mama dari belakang. Kurasakan mama sedikit kaget namun segera raut wajahnya kembali tenang dan menampakkan senyum cantiknya setelah mendengar suaraku.

"Selamat pagi mamaku sayang. Rajin banget pagi-pagi udah beresin rumah." sapaku sambil mencium pipi kanan mama.

"Pagi juga anak mama yang cantik. Harus dong, perempuan kan memang harus rajin apalagi kalo udah jadi seorang istri. Makanya kamu juga biasain dari sekarang, biar nanti kalau udah nikah bisa ngurus rumah dengan baik." balas mama sambil mengusap lenganku yang masih memeluknya dengan erat.

"Ih apaan sih ma, aku belum ada niatan buat nikah kok. Lagian aku kan masih kuliah, belum siap buat jadi istri orang. Tapi yaudah sini ma biar aku yang lanjutin beres-beresnya. Mama istirahat aja di kamar ya, mumpung libur." ucapku, mengambil alih gagang sapu yang dipegang mama.

"Sekarang sih belum ada niatan, gatau tuh kalo besok Arka ngelamar kamu." ucap mama dengan nada menggoda yang langsung disusul cekikikan khasnya.

"Mamaaaa" kataku merengek, "Ngeselin ih masih pagi juga udah ngegoda anaknya. Pake bawa-bawa Arka segala. Aku sama dia sekarang temenan doang Ma." lanjutku sembari mengerucutkan bibir. Kemudian Mama hanya mengelus puncak kepalaku dan menatapku dengan tatapan sayang, kemudian berlalu menuju kamarnya.

Aku sempat heran dengan sikap mama yang tidak membalas perkataanku. Biasanya kalau sudah begitu mama tidak henti-hentinya menggodaku. Aneh. Lalu tanpa ambil pusing, aku segera melanjutkan kegiatan menyapu yang tadi sempat tertunda. Ya, yang tadi itu adalah mamaku, Renata Ningtyas Hadikusuma. Saat ini mama bekerja di perusahaan keluarga yang sekarang dipimpin oleh om Yuda —adik papa, yang ditunjuk langsung oleh papa sebelum beliau meninggalkan kami semua karena penyakit jantungnya yang sudah kronis. Aku memiliki seorang adik laki-laki bernama Langit Pradipta Hadikusuma. Saat ini dia duduk di bangku kelas 2 SMA. Sedangkan aku, Bumi Anggun Hadikusuma, anak pertama serta cucu pertama dari keluarga Hadikusuma. Kini sedang mengenyam pendidikan di salah satu Universitas Negeri di Bandung. Aku kuliah di jurusan Sastra Inggris, karena memang sejak kecil aku sangat menyukai bahasa asing, terutama bahasa Inggris.

Oh iya, ada satu orang lagi yang ingin ku kenalkan kepada para readers Sunshine. Dia ini sahabat kecilku. Kami bersahabat sejak duduk di bangku SMP. Pertama kali kami kenal waktu pembagian kelompok di Lab IPA, sejak saat itu kami semakin dekat dan akhirnya bersahabat sampai sekarang walaupun kisah persahabatan kami pernah diwarnai oleh benih-benih cinta, hahaha. Benar, dia adalah sahabat sekaligus mantan pacarku. Dialah Arkana Cakra Nasution. Yap, Arka inilah lelaki yang tadi disebut-sebut oleh mama. Mama sangat mengetahui bagaimana kisahku dengan Arka. Selain memang aku sering bercerita kepada mama, Arka juga sering main ke rumahku. Dan satu lagi yang harus kalian tahu, ternyata dulu, mamaku dan bundanya Arka adalah sahabat dekat waktu SMA. Mereka satu geng. Jelas saja mama sangat dekat dengan bundanya Arka.

***

Setelah selesai menyapu dan membereskan rumah, aku beranjak ke dapur untuk membuat dua cangkir teh melati, untukku dan untuk Mama. Kemudian aku mengantarkan secangkir teh untuk mama ke kamarnya. Ketika ku buka pintunya, mama sedang berkutat di depan layar laptopnya. Saking seriusnya sampai mama tidak menyadari kedatanganku. Aku pun berjalan mendekati mama dan duduk di tepi ranjang.

"Maaaa" sapaku lembut.

"Eh ada putri mama yang cantik. Kenapa sayang?" tanya mama sambil mengelus rambutku namun tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.

"Ini ma aku buatin teh melati." ucapku, meletakkan secangkir teh di sebelah tumpukan berkas-berkas mama.
"Mama kan tadi aku suruh istirahat, kok malah ngurusin kerjaan kantor sih? Padahal ini hari libur loh Ma, gak cape emang?" lanjutku.

"Iya habisnya tanggung ini sedikit lagi beres. Habis ini Mama istirahat deh."

"Beneran ya Ma? Mama kalau kerja jangan lupa sama kesehatan juga dong, Ma. Istirahatnya harus cukup." cerocosku.

"Iya putri Mama yang paling cantik. Habis ini beneran deh mama udahan kerjanya. Bawel banget putri mama ini. Turunan dari siapa sih bawel?" tanya mama sambil mencubit pipiku gemas

"Ya dari siapa lagi kalau bukan Mama." jawabku, yang disusul oleh cengiranku.

"Yaudah sana kamu keluar, jangan ganggu mama, biar cepet selesai ini kerjaannya."

"Siap mamaku."

Aku pun berjalan keluar dari kamar Mama sambil membawa secangkir teh milikku. Baru beberapa langkah aku berjalan, tiba-tiba pintu yang berada di sebelah kiriku terbuka. Menampakkan sosok lelaki berperawakan tinggi dengan postur tubuh yang tegap serta menampilkan wajah khas orang bangun tidur.

"Eh si Bungsu udah bangun. Selamat Pagi Dek." sapaku kepada lelaki yang tak lain adalah Langit, adikku.

"Pagi Kak. Tumben hari libur Kakak bangun pagi. Biasanya juga habis subuhan tidur lagi."

"Yaelah Dek, gapapalah kali-kali. Lagian tadi kakak bantuin mama beresin rumah. Kasian gaada yang bantuin."

"Yaudah kak sering-sering aja biar mama ga kecapean. Udah ah aku mandi dulu." ucap Langit sambil berlalu menuju kamar mandi.

Aku memperhatikan punggung Langit yang mulai menjauh, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Aku baru sadar, ternyata Langit adikku sudah tumbuh menjadi seorang lelaki yang kuat dan tampan. Wajahnya mirip sekali dengan wajah papa dulu ketika masih muda. Rasanya baru kemarin aku dan Langit menangis karena mainan barbie ku dilempar oleh Langit dan aku merebut mainan robotnya. Mama selalu menasihati kami jika kami sedang bertengkar. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sekarang Langit sudah tumbuh menjadi sosok yang bijak dan dewasa.

Kemudian aku melanjutkan langkahku ke teras rumah. Berjalan mendekati kursi yang sengaja dipasang untuk bersantai melepas penat setelah seharian beraktivitas. Aku duduk di salah satu kursi tersebut, menatap langit fajar yang menampilkan warna biru keunguan dan sedikit warna jingga setelahnya. Indah, batinku. Ketika orang-orang terpana oleh langit senja di sore hari, aku lebih terpukau oleh langit fajar di pagi hari. Bagiku langit fajar itu menyejukkan hati. Hanya dengan melihatnya saja bisa membuatku bersemangat untuk menjalani hari. Selain warnanya yang menyejukkan hati, setelah langit fajar juga selalu ada Matahari yang terbit, beranjak naik, menyinari seluruh bagian Bumi. Aku suka sinar Matahari, sangat suka. Matahari selalu saja mengingatkanku pada sebuah nama, yaitu Arka. Nama sederhana yang jika dalam bahasa Sanskerta memiliki arti Matahari. Sebuah nama milik seseorang yang berarti dalam hidupku. Matahariku. Arkana.

-------------------------------------------------------------
Halo,
Gimana ceritanya? Part ini sebenarnya dibuat sebagai pengenalan latar belakang keluarga Bumi. Mohon maaf kalau gak nyambung atau banyak kata yang kurang tepat. Harap dimaklum ya, soalnya masih belajar nih, hehe.
Ditunggu masukan dan saran nya.
Vote & comment jangan lupa.
Thank youuuuu~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang