Devan baru bangun dari tidurnya, dia melirik jam kecil di atas nakas yang berada di samping tempat tidurnya menunjukkan pukul tujuh pagi. Matahari bersinar terang, cahayanya masuk melalui celah gorden di kamar bernuansa putih biru tersebut.
Tanpa mencuci muka terlebih dahulu Devan langsung turun menuju ruang makan di lantai pertama. Hari ini adalah hari minggu, hari terakhir libur disemestar genap, sebelum memasuki tahun ajaran baru jadi Devan masih bisa bermalas-malasan. Di meja makan sudah ada ayah dan ibunya, beserta sarapan pagi yang sudah tersedia di meja makan.
"Anak mama belum cuci muka?" tanya Dina, ibu Devan, sambil menyiapkan sarapan pagi. Devan sendiri sudah menghempaskan bokongnya di kursi. Mukanya masih kusut khas orang baru bangun tidur. Meskipun tampilannya acak-acakan hal tersebut tidak mengurangi ketampanannya.
Devan yang hanya menggeleng mendengar pertanyaan Dina. Khas seorang Devan adalah irit ngomong dan cuek tapi sewaktu-waktu kalau di rumah bisa saja dia jadi sangat manja kepada kedua orang tuanya.
"Cuci dulu gih, tambah gosok giginya juga." Timpal Deni, ayah Devan yang dari tadi cuma bisa geleng-geleng kepala dan tertawa kecil sambil menguyah roti tawar dengan selai kacang-melihat kelakuan anaknya yang bermalas-malasan.
Bukannya melaksanakan perintah kedua orangtuanya, Devan langsung mencomot roti selai nanas kesukaannya. Sang ibu cuma bisa tersenyum melihat kelakuan anak lelakinya yang sekarang sudah remaja. Ibu Devan sangat memaklumi sifat anaknya tersebut, seringkali orang tua Devan dipanggil ke sekolah karena perilaku Devan yang membandel, meskipun sering dinasehati tetap saja masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Orangtuanya tidak memarahi atau memberi hukuman berlebihan seperti orang tua kebanyakan, orang tua Devan selalu menyayangi dan memberikan kehangatan kepada Devan. Satu hal yang perlu diketahui dari Devan, meskipun dia badungnya minta ampun, dia lumayan cerdas dalam pelajaran akademik, terbukti dari nilainya semester dua tadi, dia masuk sepuluh besar dari tiga puluh orang siswa. Hebat juga ya...
"Kamu tuh ya Dev, ganteng-ganteng jorok, mana ada cewek yang mau naksir." Seru Dina, wanita tersebut sambil tersenyum simpul. "Oh ya Dev, hari ini Alfi bakal datang, dia bakal ngelanjutin sekolah di SMA kamu."celetuk Dina lagi. Wanita berkerudung tersebut terkesan cerewet, makanya Devan harus tahan banting mendengar agar telinganya tidak pecah.
Devan yang mendengar langsung kaget, dia yang sedang minum air putih, tersedak. Matanya melotot menatap ibunya lalu ayahnya, bergantian. Seakan tak percaya dengan apa yang ibunya ucapkan.
"Apa ma???" tanya Devan kaget.
"Iya, Alfi bakal tinggal disini, jam setengah sembilan jadwal kedatangan kereta api dari Bandung, entar kamu jemput Alfi ya di stasiun." Ucap Dina sambil memotong roti selai kacang yang berada di atas piring putih polosnya.
"Tapi kenapa ma, pa? Devan gak suka." Devan menjawab dengan nada kesal. Devan sangat membenci Alfi, sangat dan sangat.
"Husssh, gak boleh gitu Dev, biar bagaimanapun juga Alfi itu adik kamu, entar jemput ya, awas kalau enggak, mama pastikan semua fasilitas kamu, mama cabut." Ucap Dina, setengah mengancam Devan yang sekarang moodnya berubah menjadi buruk.
"Dev, mama sama papa bakal ada kerjaan di Singapura, papa sama mama bakalan berangkat hari ini, jadi gak bisa jemput Alfi. Mungkin kami akan lama tinggal di Singapura, papa lega karena Alfi akhirnya mau tinggal disini." Jelas Deni, lelaki berkacamata tersebut menatap devan dengan teduh penuh wibawa.
"Tapi ma...paa.." sahut Devan ingin protes lagi, selera makannya pun jadi hambar.
"Gak ada tapi-tapi, kamu sama Alfi itu gak pernah tinggal bareng selama ini, paling lama cuma seminggu, mama gak ingin kalian jadi sangat renggang padahal saudara." Ucap Dina. Nafsu makan Devan sudah hilang, ingin rasanya ia pergi saja kalau ada Alfi. Tapi itu tidak mungkin, apalagi kalau orangtuanya sudah mengancam. Devan bisa apa, ia tidak ingin menjadi anak yang durhaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLING ✔ [TERBIT]
Teen FictionApa jadinya jika keluarga menolak kehadiranmu, tidak mengakuimu bahkan menyembunyikan identitasmu. Inilah kisah anak remaja SMA tetapi memiliki sisi gelap dan rahasia yang tidak terduga. Bukan tentang kisah A bertemu B lalu jatuh cinta dan menjalin...