Ban motor mendecit tajam saat Taehyung mengerem tepat di salah satu slot lapangan parkir sebuah bangunan besar yang dia spekulasikan sebagai sekolah Jimin.
Mustahil salah karena lokasinya sesuai dengan alamat yang dikirim Seokjin padanya. Iya, mereka sempat bertukar nomor telepon tadi.
Taehyung menendang standar motor agak kasar dan melepas helm-nya, merapikan rambutnya.
Motor baru pasti. Rem-nya tajam bukan main.
Tempat itu masih ramai, orang berseliweran di sekitarnya. Mereka tidak memakai seragam, Taehyung yakin mereka pasti sedang kegiatan ekskul, sama seperti Jimin.
Masa bodo, ia membawa kakinya melangkah mendekat ke bagian depan bangunan, sedikit risih keenakan mendapati mata-mata yang mengarah padanya.
Taehyung sadar bahwa dia tampan dan memang kenyataannya begitu. Jadi Taehyung keep cool saja, mengabaikan segala atensi yang dia dapatkan.
Coret itu, dia tidak benar-benar mengabaikan. Buktinya Taehyung masih pamer-pamer senyum genit.
Semakin jauh melangkah, semakin membiru gelap juga langitnya. Lampu-lampu bentuk lolipop yang tertanam di sekitar pekarangan sekolah berkedip-kedip sebelum menyala sempurna. Pohon-pohon besar mulai terlihat menghitam seperti siluet.
Lehernya jadi geli ditiupi angin yang mendingin.
Taehyung juga memperhatikan lampu-lampu di dalam gedung bertingkat mulai memendarkan cahaya terang, tetapi sosok yang ia cari belum menunjukkan perut buncitnya.
Kenapa bukan batang hidungnya? Karena Taehyung ingat jelas perut anak itu lebih maju dibanding hidungnya.
Mengingat hal itu membuat Taehyung tertawa gemas sendiri.
Taehyung memutuskan untuk masuk ke dalam dan mencari sendiri laki-laki itu setelah melihat kondisi parkiran yang miris. Tinggal motornya—
maksudnya motor Seokjin—serta beberapa motor yang enggan minggat.Sepi, menjelang malam soalnya.
Suara langkah sepatu Taehyung menggema di dinding-dinding putih bangunan. Dia berpapasan dengan dua-tiga orang, tetapi yang dicari masih belum terlihat juga.
Taehyung memandangi seorang anak perempuan yang berdiri bersandar di tembok; lebih tepatnya memandangi rambutnya dicat merah menyala.
Boleh warnai rambut di sekolah? Boljug, lah.
Taehyung baru ingat, kepala-kepala yang dilihat tadi juga punya warna beragam. Sebagian besarnya punya rambut cokelat, blond, atau brunette. Tapi si rambut merah ini mencolok sekali.
Dia mungkin tidak akan heran bila suatu hari dia melihat kepala sekolahnya ternyata berambut hijau toska.
Ada satpam.
“Permisi, ekskul dance sebelah mana?”
“Lantai dua, langsung belok kanan.” Taehyung tersenyum mendengar logat yang menurutnya terdengar lucu.
Dia mulai menapaki anak tangga pertama. Tubuhnya entah mengapa mendingin tiba-tiba dan terasa kaku. Semakin ia melangkah naik, semakin pula ia merasa gugup.
Total sudah dua puluh empat bulan lebih beberapa minggu ia tidak pernah melihat Jimin.
Jimin tidak pernah mau video call dengannya. Sekalipun Taehyung meneleponnya dengan mode itu, Jimin tidak pernah mengangkat. Bocah itu mau dihubungi pakai telepon biasa saja susahnya minta ampun.
Jual mahal sekali sama teman satu popok.
Si pendek itu juga menolak saat Taehyung mengajaknya bertukar selca, setidaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKINNY AF; vmin
Fanfiction[ON GOING] Taehyung tidak masalah dengan perubahan Jimin, tetapi ada satu yang dia benci. 180703