XIAN//00

8 2 0
                                    

Aku menyerah, sayang. Karena semua sudah terasa salah sekarang.

(**)

"Kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu tak mau berhenti?"

Ia tidak menunjukan reaksi berarti. Hanya terus diam tanpa mau menatap kedua mata abunya.

"Kamu akan terus diam seperti itu?" Gadis itu tersenyum kecewa. Meski ia telah bekerja keras agar laki-laki itu mau berbicara padanya. "Baiklah, jika itu yang kamu mau. Aku akan menyerah sekarang. Tak apa jika kamu tak perduli aku ada atau tidak. Tapi yang aku mau kamu berubah, Xian. Berubah menjadi lelaki yang lebih baik. Bukan hanya menjadi pemaksa atau pemarah saja, kamu harus lebih baik lagi."

Laki-laki bernama Xian itu akhirnya menoleh. Membalas tatapan sendu si gadis manis di hadapannya dengan kesal bercampur kecewa.

"Kamu mau pergi dariku hanya karena ini, atau ada alasan lain, Karina?" Xian menahan desakan air mata yang membuat kedua matanya perih. Hatinya benar-benar tidak siap bila Karina pergi hanya karena Xian seperti ini. Xian ingin alasan yang jelas agar Xian mengerti apa yang Karina mau darinya.

Karina terdiam. Tidak tahu apa yang harus ia katakan. Benar memang Karina pergi hanya karena alasan yang ia tuturkan kepada laki-laki pujaannya. Namun, ada satu alasan lain yang tidak bisa Karina ceritakan kepada Xian. Karina tidak mau Xian sedih atau berpikir pendek nantinya.

Xian membuang napas dengan kasar. Kesabarannya mulai habis jika Karina terus diam. Xian paling benci keadaan seperti ini. "Yasudah jika kamu menginginkan itu. Aku tidak akan memaksa lagi agar kamu disini, Karina. Aku lelah. Lebih baik aku pamit dulu, jaga diri baik-baik." Dengan itu, Xian beranjak dari anak tangga di depan rumah Karina dan melangkah cepat menuju gerbang.

Karina memperhatikan pagar, tempat Xian keluar tadi. Karina tahu apa yang dirasakan Xian. Pasti laki-laki itu sangat sedih karena keputusan Karina yang tiba-tiba. Tapi Karina tidak punya pilihan lain selain merelakan laki-laki itu. Karina melakukan ini juga karena ia tidak ingin Xian semakin tersakiti jika tahu bahwa sebentar lagi Karina akan pergi ke Australia untuk melangsungkan pernikahannya dengan pria pilihan orang tuanya.

(**)

Tujuh hari kemudian

Xian sudah rapi dengan pakaian kantornya. Rambut berjambulnya sudah ia rubah menjadi tatanan rambut seperti orang kantoran pada umumnya. Setelah mengecek penampilannya di hari pertamanya kerja, Xian bergegas keluar kamar karena sang Mama sudah berseru supaya Xian menuju meja makan.

Xian memelankan langkahnya saat hampir mencapai pintu dapur, dimana meja makannya berada. Kedua matanya lurus menatap seorang gadis yang familiar di ingatannya. Sampai Xian berhasil duduk di sebelah adiknya yang serius memakan sarapannya, Xian masih berusaha mengingat siapa gadis itu.

"Xian, kamu mau sampai kapan melamun begitu? Dimakan dong sarapannya," ujar seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Papahnya, Mikail.

Xian menoleh pada Papahnya. "Ah, iya, Pah." Kemudian tanpa menghiraukan keberadaan gadis itu lagi, Xian melahap sarapannya hingga tandas tanpa sisa.

"Pah, Mah, aku berangkat ke kantor duluan ya," kata Xian berpamitan kepada kedua orang tuanya seraya beranjak dari kursi. Xian berjalan keluar dari dapur setelah meletakkan piring bekas sarapannya ke westafel.

Namun, ucapan Papahnya membuatnya berhenti melangkah. Xian terdiam membeku ketika ucapan Papahnya itu membuat Xian ingat siapa si gadis yang ikut sarapan bersama keluarganya itu.

(**)


XianWhere stories live. Discover now