2 | Afeksi Nan Naim

492 28 7
                                    

"--suka padamu saat pandangan pertama kita bertemu." Abraham berkata dengan penuh keyakinan. Faridah mematung. Tak disangka akhirnya hari ini pun tiba. Bukan bermaksud untuk percaya diri yang berlebih. Namun, memang begini kenyataannya.

"Kapan itu tepatnya?" tanya Faridah, jujur saja di lubuk hatinya dia juga merasakan hal yang sama.

"Saat pertemuan pertama kita tepatnya ketika kamu berkata 'adzan telah memanggilku' dan kamu segera bergegas menjawab panggilan itu. Di situlah aku merasa tertohok karena sering melalaikan seruan sang maha kuasa," ungkap Abraham, ia belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Rasa sukanya kepada wanita seperti Faridah yang taat kepada sang pencipta.

"Jadi, apa kamu juga merasakan hal yang serupa denganku?" tanya kembali pria tersebut. Faridah terdiam, ia bingung. Jika dia merasakan hal yang serupa, apa yang lelaki itu lakukan?

"A-aku juga suka padamu. Tapi aku sangat tidak suka jika kita berpacaran."

Faridah segera menegaskan bahwa dia sangat sekali menentang berpacaran dalam hidupnya. Meski dia memiliki satu pacar dalam hidupnya dulu. Saat itu Faridah masih sangat remaja, dia terbuai akan perkataan manis lelaki itu. Aldo, yang sekarang kembali dalam hidupnya.

"Kalau begitu, Faridah Nabilah Mufidah bersediakah kau bertaaruf denganku Abraham Alexi Pratama?" Abraham bertanya tepat di lokasi konstruksinya. Untung saja mereka pada sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

"Iya, aku bersedia," jawab Faridah tegas. Walau sebenarnya ia tak tau apa yang terjadi dengan kedua orangtuanya.

• • •

Malam harinya Abraham berkunjung ke rumah Faridah dengan tujuan menyampaikan niat baiknya, yaitu taaruf.

"Assalamualaikum, Ma, Pa ...." Tak pernah lupa gadis itu mengucapkan salam entah datang ataupun pergi.

"Kamu tunggu di sini dulu, ya. Aku mau panggilkan mama sama papa."

Faridah bergegas masuk ke dalam ruangan. Abraham melihat sekeliling. Banyak foto yang terpajang, ternyata benar. Kakak-kakak Faridah telah berumah tangga semua. Yang ia lihat ada beberapa pengusaha terkenal yang menjadi suami kakaknya. Apalah dia hanya baru mencoba-coba saja. Namun, rupanya membuahkan hasil hingga milyaran rupiah.

Di sisi lain, Faridah menyalami orangtuanya yang sedang menonton televisi. Ia pun berkata, "Pa, Ma, Faridah mau mempertemukan kalian dengan seseorang."

"Siapa?" tanya Amelia. Beliau segera memakai kerudung bermotif senada dengan baju yang dipakainya.

"Ada deh." Faridah mengedipkan sebelah matanya. Amelia dan Handoko saling bertatapan. Walaupun begitu mereka tetap mengikuti anak bungsunya ke ruang tamu di mana tamu itu berada.

"Assalamualaikum, Tante, Om." Abraham segera menyalami Handoko dan Amelia ketika mereka muncul. Amelia duduk tepat di samping suaminya. Faridah beranjak sejenak ingin menyuguhkan beberapa camilan dan minuman.

"Kamu--Abraham, kan? Pengusaha muda yang sedang naik daun di bidang properti." Handoko meneliti wajahnya dan benar. Ia pernah melihat wajah itu pada majalah bisnis yang dibacanya.

Sedangkan Amelia menatap Abraham dengan pandangan tak suka. Wanita paruh baya itu pernah membaca di sebuah blog yang menyatakan lelaki muda kenalan anaknya ini pernah berhubungan dengan beberapa wanita. Ibadahnya terlalu lemah.

"Iya, kok om bisa kenal saya? Saya juga penggemar om dalam bisnis properti," ujar Abraham berbinar. Memang benar, Handoko termasuk pengusaha properti senior yang sudah andal.

Konstruksi NaimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang