[0001]

603 80 11
                                    

Mata Jung membulat tak percaya dan perasaan marah langsung memenuhi hatinya. Sialan. Gadis tolol ini membuat semuanya runyam. Tangan Jung meraih ujung atap sementara yang satunya memegangi lengan Myung. Jung meringis, tangannya masih terasa nyeri dan itu bukanlah hal yang bagus.

"Idiot!" Pekik Jung. Ia menatap Myunghae yang melongo.

"Kenapa kau melompat?! Merepotkan!" Lanjutnya. Ia mengangkat lengan Myung agar gadis itu bisa naik dan memeluk tubuhnya.

"Kau yang merepotkan! Kalau kau mati nanti, aku bakal kesepian dan tak punya teman main! Lebih baik aku ikut kau mati saja biar matipun kita bisa main!" Balas Myunghae, tak kalah berteriak.

Jung mendengus. Ia menggunakan kedua tangannya untuk berusaha naik kembali ke atap. Dengan bantuan Myung, mereka akhirnya selamat dan berbaring menghadap langit sambil terengah-engah. Myunghae tertawa disela nafasnya.

"Wow, tadi itu keren sekali," katanya. Jung hanya bisa mendengus.

Myung merentangkan tangannya merasakan angin membelai tubuhnya. Jung bangkit duduk. Ia menoleh ke arah Myunghae lalu merangkak ke atasnya. Gadis tolol ini adalah hal yang paling ia rindukan. Sadar, Myung mengernyitkan dahinya terganggu.

"Apa-apaan? Enyahlah dari atasku, idiot," suruh Myung. Jung hanya menyunggingkan seringai kecil.

"Bagaimana kalau aku tidak mau?" goda Jung sambil mendekatkan wajahnya, menyisakan jarak seinchi. Nafas Myunghae memburu. Siapa yang tidak bakal salah tingkah? Myung memutar bola matanya kaku.

"Aku bisa menendang milikmu yang di bawah sana itu," jawab Myung.

"Ck, kasar sekali kau ini," cibir Junghae. Ia menjauhkan diri sambil tersenyum sedikit kecewa. Jung kembali rebahan, kini tiduran di atas tangan Myung yang terbuka lebar.

"Jadi, bisa kau jelaskan apa maksudnya ini?" Tanya Jung.

Suara gemerisik pepohonan mengisi jeda yang tercipta. Semilir angin petang menari-menari di udara, membuat siapapun jadi terlena. Namun tidak bagi Myunghae. Jantungnya dari tadi berdegup tidak tahu malu dan tidak tahu kapan harus bertingkah normal. Dan menyadari Jung yang hanya berjarak beberapa inchi darinya membuat jantungnya ingin melompat keluar. Aroma rambut mint milik Jung enak sekali. Ingin rasanya Myung membenamkan wajahnya kesana. Tapi itu bakal jadi sangat canggung dan merepotkan. Jadi Myung hanya menatap langit dalam diam.

"Woi, Myunghaeeeeeee..." panggil Jung dengan nada menyebalkan. Ingin sekali Myung menapok mulut Jung.

"Ck, kau sungguh mau tahu?"

Myunghae merasakan kepala Jung yang bergerak mengangguk. Myunghae menghela nafasnya, tidak tahu lagi harus bicara apa.

"Sungguh? Ini mungkin bakal sangat menjijikan dan bakal terjadi kesenjangan sosial sehingga tercipta suatu keadaan dimana kecanggungan melanda. Dan dampak yang diakibatkan karena hal itu adalah, ketidak siapan mental."

Junghae mengeluh lelah dan memutuskan untuk mengguling menjauhi Myunghae yang mulai kumat. Anak ini kalau kumat bakal jadi sangat merepotkan. Myunghae terkekeh kecil. Ya ampun. Hal-hal kecil yang paling mudah dirindukan. Myunghae bangkit duduk. Ia memeluk lututnya dan menatap kerlip lampu kota yang indah. Haruskah ia mengungkapkannya sekarang? Ia sudah terlanjur bilang tadi waktu lompat. Tapi akankah Jung menerima perasaannya?

Akankah Jung tetap bersahabat dengannya?

Memikirkan hal itu membuat Myung cemas parah. Ia sendiri juga geli kenapa hal ini harus terjadi. Kenapa ia harus merasakan rasanya menyukai seseorang? Merepotkan sekali perasaan itu.

Yah tapi tidak ada pilihan lain. Toh yang penting Jung tidak jadi bunuh diri. Atau jangan-jangan, jika Myunghae mengungkapkan perasaannya, Jung bakal hilang kendali dan melompat dari atap sekolah dan besoknya masuk berita tentang seorang siswa yang nekat bunuh diri karena tidak sanggup menanggung kenyataan. Itu malah lebih memprihatinkan.

Myunghae membuang nafasnya panjang-panjang.

"Aku menyukaimu, Jung. Entah sejak kapan. Intinya aku juga tidak paham kenapa ini terjadi padaku. Maklumi saja," kata Myunghae ceplas-ceplos sambil mengupil dan membuangnya ke sembarang tempat.

Junghae mengerjap kaget sambil mengernyit. Ia berusaha sekuat tenaga menjauhi upil Myunghae yang kini sudah melekat di lantai atap.

"Sungguh? Ya ampun, Myung. Tidakkah kau bisa lebih romantis? Itu sama saja seperti kau bilang kalau kau suka memalak uangku!" Gerutu Junghae.

"Ck. Jangan banyak berharap padaku, Jung. Ini mungkin hanya perasaan sementara. Yah, setelah kau membuatku tidak makan 2 hari karena tahu kau ternyata menyukai Chung," balas Myunghae sambil memutar bola mata.

Junghae menggebrak paha tak terima.

"Aku tidak suka Chung! Si sialan itu yang suka membual! Padahal aku cuma bilang kalau aku suka sepatunya! SE PA TU NYA!"

Myunghae terdiam. Jadi, selama ini, ia salah mengira. Dan karena mulut Chung yang minta digilas truk itu, Jung jadi dibully.

"Oh sialan," umpat Myung.

Ia bersumpah akan memberi Chung pelajaran, beserta antek-anteknya yang ikut memprovokasi keributan. Ini jelas bukan masalah sepele! Ini pelecehan nama baik!

"Si brengsek satu itu, aku tidak akan membiarkannya mulus besok," seru Myung sambil mengepalkan tangannya dan menyingsingkan lengan bajunya. Nampaklah sebongkah otot yang memukau.

Junghae terkekeh. Ia merangkul bahu Myunghae lalu mencium pipinya singkat.

"Tenang saja. Aku sudah punya rencana balas dendam yang mungkin bisa membuatnya menggunakan kartu asuransi rumah sakit."

Myunghae menoleh kaku. Entah itu karena ide sadis yang berputar di otak Jung atau karena ciuman tiba-tiba dari bibir Jung. Sekedar di pipi. Tapi bung! Ayolah! Myunghae tidak pernah dicium sebelumnya! Paling dicium bogem orang waktu ia berkelahi, atau dicium aspal karena ugal-ugalan naik sepeda.

Myunghae menyentil dahi Jung dengan keras. Yang disentil mengaduh kesakitan.

"Jangan macam-macam padaku," titah Myung.

"Tapi aku juga menyukaimu!" Balas Jung.

Myung diam. Oh haha. Sungguh? Jawaban tak terduga yang membuat jantung Myung kembali berdetak brutal. Myunghae membuang pandangannya ke arah lain dengan canggung. Si Jung sialan ini pintar sekali mempermainkan perasaannya. Tunggu saja pembalasan dari Myunghae. Tangan Jung yang bebas perlahan menyentuh pipi Myung dan membuat gadis itu berhadapan dengannya. Jung menatap lekat mata Myung lalu turun ke bibir mungil Myunghae yang pink mengkilat. Jung menggigit bibir bawahnya. Ia mendekatkan kepalanya pelan, merasakan deru nafas Myunghae yang hangat.

Tapi sebuah bogem duluan mendarat di perutnya.

"Sudah kubilang jangan macam-macam. Masih saja cari mati."

Myunghae melepaskan diri dari rangkulan Jung dan cepat-cepat pergi untuk mengambil tasnya yang tergeletak terlupakan di sana.

"Aku mau pulang," katanya.

Jung tersenyum jahil. Ia ikut berdiri lalu berlari mengejar Myunghae yang nampaknya mutung disana. Jung menjilat bibir bawahnya. Kalau ia mati, ia mungkin akan mati sebentar lagi. Jung melompat ke hadapan Myunghae, menyentuh bahunya, lalu mencium bibir mungil Myung.

"Hmph!"

"Saranghae, Myung-babe."

Jung berlari terbirit-birit dengan kaki pincang meninggalkan Myung yang masih mematung di tempatnya. Tangannya terangkat dan menyentuh bibirnya yang basah dan memerah, sebelum mengumpat penuh dendam.

"Oh fuck. Bibir suciku ternodai."

[END]

해해 | Junhao[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang