********

90 16 2
                                    

"Saranghae.. Ji Hansol.."

Bukan lagi air mata yang diharapkan melainkan bagaimana perasaan itu terbalas yang diharapkan. Keinginan untuk terus berjuang itulah yang sebenarnya terdiri dari cinta sebenarnya

Untuk apa? Untuk apa ia mengatakan itu padaku? Apakah untuk mengatakan isi hati nya? Ataukah melainkan hanya untuk menenangkan aku saja?

Otakku berhenti bekerja, seperti disihir oleh kata kata itu.

"Ak.. aku..--"

Srett..

"-hojung-ie.."

*Flashback End

Mengalah? Haruskah aku yang terus mengalah selama ini, mempertahankan perasaan sepihak ini.

Aku tak sanggup jika harus terus membodohi perasaanku. Aku tak bisa lagi! Aku tak ingin menjadi Ji Hansol yang selalu mengalah dengan seluruh harapan nya. Dipermainkan, lebih tepatnya.

Kuusap pipiku dengan kasar dengan sekali usap lalu membalas tatapan dengan tatapan dingin yang sama.

Mencoba memprovokasi diriku sendiri untuk mencoba menentang rasa cintaku yang selalu membuatku mudah untuk mengalah. Aku hanya perlu mengeluarkan seluruh hal yang terbesit dihatiku, lalu mendengarkan apa yang akan ia katakan sebagai alibi nya.

"Aku tau! Itu semua memang terlihat dengan jelas di mata mu. Tapi aku dengan jun memang bukan sepasang kekasih. Kami hanya teman"

Aku menghela nafas, mencoba mengatur kata kata yang tiba tiba tercekat ditenggorokanku seperti tak rela untuk dikeluarkan.

Tapi sekalipun begitu, akan tetap ku paksa untuk terucap. Inilah saat nya dimana akulah yang akan menentukan pilihkanku sendiri.

"Lagipula.. bukankah aku hanya terlihat sebagian kecil dihatimu! Aku tak lebih hanya sebuah pelampiasan bagimu!"

Bukan jawaban yang kudapat melainkan hanya seringai kecil dari nya, seringai yang belum pernah aku dapati tercipta dari bibir nya.

Rintikan terjatuh, mengantar suasana disekitar kami makin kelam. Rintikan hujan yang menjadi saksi bagaimana ia mengatakan seluruh hal yang tak pernah aku dengar. Atau mungkin hal yang sangat tak kuingin dengar.

"Apa? Chan maksudmu? Jadi kau sudah tau ya! Baguslah jadi aku tak perlu lagi menjelaskan semua itu padamu"

Mendung nya langit bahkan tak bisa mengambarkan kondisi hatiku. Semua nya yang kuharapkan hanyalah kesalahan ternyata sebuah tusuk tikam yang telah merengut senyuman ku seketika.

"Berhetilah menangis, sayang! Kau jadi tidak cantik lagi kalau seperti ini! Ayolah, tenang saja.. lagipula aku juga merasa terhibur bisa berpacaran denganmu selama ini"

"KEPARAT.. hiks.."

Mulut yang selama ini selalu mengucapkan kata kata manis padaku seakan telah luntur saat aku mendengar tawa kemenangan itu terdengar sangat jelas di telingaku.

"Uhh.. baby hansol-ie.. mulutmu ini kotor sekali sih! Sini biar hojung-ie bersihkan"

Cup..

Ia menciumku dengan rakus. Melumat bibirku dengan tergesa gesa. Meninggalkan rasa menyedihkan juga merasa paling ternodai yang terbesit di hati ku kala itu.

Aku diam, tanpa ada niatan untuk melepaskan ciuman itu. Jiwaku bahkan sudah lelah hanya untuk mengelak. Hatiku berteriak meminta belas kasih, tapi fikiranku berkata jika tak ada guna nya berharap jika pada akhirnya hanya kebohongan.

Ciuman penuh gairah itu terlepas oleh nya dengan semburat senyuman lebar yang kuketahui pasti untuk mengejekku, bagaimana jalang nya diriku.

"Apakah bibirku semanis itu sayang? Hingga kau begitu menikmati nya, hmm.."

Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang