Prolog

3 0 0
                                    

Ini bukan drama fantasi atau drama gloomy yang biasa kalian, bukan juga cerita romantis ataupun thiler.
Ini tak lebih dari cerita dan buku harian ku.
.
.
.
Kalian bisa panggil aku dew dari nama liana dewy (nama di samarkan), umurku masih 19tahun. Aku lahir sebagai anak kedua yg terkenal susah di atur "katanya". Sekarang aku masih duduk di kursi kuliah namun bukan dari umur ini aku akan memulai cerita. Tapi jauh bertahun tahun sebelum aku kenal siapa "dia".
.
Akan kah aku miliki "rumah" yang kalian miliki untuk pulang, tempat nyaman untuk berlindung dan mencurahkan semua beban.
...
Ini ceritaku
...
....
Desember 2007
Umurku saat itu 9 tahun. Ketika itu aku tinggal di daerah Ogan komelir ilir, di sebuah perusahaan pertambakan udang yang dahulunya sangat jaya. Aku, kakakku, ibu dan ayah, waktu itu aku masih dua bersaudara dan semua baik baik saja, hidup ku bahagia dan semua rasa hangat itu masih ada di sana, ya sebelum semua lenyap di makan waktu yang sangat tega membuat ku merasa hampa.

Malam itu ayah pulang dari kantor sekitar pukul 19.00, wajahnya nampak lelah namun di paksa terlihat ceria. Seperti biasa setelah ayah pulang kami lalu makan bersama, Namun ada hal yg berbeda dari ayah ia nampak gusar gelisah. Benar saja setalah makan malam itu aku dan kakak di minta meninggalkan meja makan terlebih dahulu, nampaknya ada masalah yg ayah ingin bicarakan dengan ibu.
.
"kamu tau kan keadaan perusahaan sekarang kritis? Minggu depan perusahaan akan mem-PHK 40% karyawan, lalu sebulan kemudian menambah 20% untuk di PHK. Aku bingung harus apa, jika kita bertahan di sini bukan tidak mungkin saya di PHK bu, anak anak mau makan apa" ucap ayah penuh kebingungan, ibu juga nampak sangat cemas dengan ucapam ayah.
"tapi kalau kita ajukan surat pengunduran diri sebelum di PHK uang pesangonnya lumayan besar, bisa kita buat usaha di kampung nanti, bagaimana menurutmu bu?" -ucap ayah lagi.
"jadi besok ayah mau ajukan surat pengunduran diri?" -tanys ibu memastikan
"ga ada pilihan lain lagi bu, pesangon PHK ga sebesar mengundurkan diri, andai kita bertahan pun ga ads jaminan ayah ga bakal kena PHK, aku hanya minta pendapat dan persetujuanmu bu. Kau istriku" -ayah berkata dengan suara tertahan, raut wajahnya ku rasa mengatakan bahwa ia saat ini sangat lemah. Ibu bangkit dari kursi dan berpindah ke samping ayah, memegang bahunya dan lalu memeluknya sembari berkata "jika menurutmu itu yg terbaik untuk kita sekarang, aku mendukungmu. Aku selalu mendukungmu"
Romansa dan kehangatan menyelimuti dua insan yg berusaha saling melengkapi diri satu sama lain. Sedangkan aku hanya bisa mengintip dari pintu kamar berjaga jaga semoga ayah ibu tidak tau aku menguping mereka~

Esoknya ayah pulang dan mengatakan sepekan lagi kami akan pindah, sembari menunggu uang pesangon cair yang kira kira bisa di ambil 3 hari lagi.
Aku dan kakak kaget dengan kata kata ayah, bagaimana tidak dari aku lahir aku besar dan berkembang disini, teman yg sudah lebih dari sekedar teman, berat sekali rasanya.
Tapi mau tidak mau kami harus mau, ibu meyakinkan aku akan tetap bisa berkominikasi jarak jauh dengan kawanku disini dan mendapat banyak teman di tempat baru. Jujur aku bukan anak yg mudah bergaul, aku cenderung pemalu dan rada kaku.
Beralih ke kakakku, dia sebenarnya menahan tangis, umur ku hanya berselang 2 tahun yang berarti saat itu dia berumur 11tahun.
Mulai dari hari itu sampai hari kami pergi kami di beri jam main lebih banyak agar kami bisa lebih puas bertemu teman untuk yg terakhir.
.
Sepekan yg di tunggu tiba.
Kami memindahkan barang dengan kapal yang ukurannya lumayan besar. Karna kami tinggal di daerah penambakan, transportasi utama di sini adalah kapal dan sepit atau julung. Karna sungai yang besar memisahkan antar kompleks.
Butuh waktu 2 jam menuju tempat yg di sebut "tanah merah" nah disini mobil truk yang ayah sewa sudah siap membawa barang kami sekeluarga untuk di angkut ke kampung halaman ibu dan ayah- di lampung.
Butuh wartu nyaris 8 sampai 10 jam karna kendala jalan yg sangat buruk.
Tengah malam kami tiba, nampak sangat sepi dan hanya beberapa tetangga sengaja datang membatu kami menurunkan barang barang. Ibu memintaku dan kakak tidur duluan karna kami pasti lelah katanya.
.
Esok pagi. Udara nya ternyata lebih dingin dan embun pagi sangat tebal, maklum kami sekarang ada di desa yang di himpit hutan atau lebih tepatnya kebun karet milik warga dan PTPN.

Dan dari sini semua berlahan lahan berubah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUMAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang