Move On

724 19 0
                                    

Cerita ini pernah kukumpul buat tugas. Semoga bisa dapat sesuatu dari cerita ini meski cepet alurnya. Jangan lupa  vommentnya yaa...

***


'Hidup itu kejam!'

Tidak kok, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Aku orang susah tapi tidak segitunya memandang hidup. Nikmati saja apapun yang terjadi pada diri kita. Masalah itu bukan untuk dirutuki, bukan untuk dijadikan sebagai beban hidup. Kalau kamu tidak pernah mendapat masalah itu artinya kamu belum hidup.

Aku suka tertawa setiap melihat orang yang mau bunuh diri hanya karena masalah kecil semacam putus cinta. Lucu 'kan kalau baca koran dengan headline "Mati Karena Patah Hati" atau "Gantung Diri Setelah Putus Cinta", padahal kalau dipikir-pikir hidup itu tidak melulu soal cinta. Masalah tidak terus-menerus tentang cinta. Di dunia ini masih ada segudang masalah tanpa embel-embel cinta di dalamnya. Jadi, kenapa kita harus menyia-nyiakan apa yang sudah diperjuangkan hanya karena patah hati? Dan pertanyaanku, memangnya harus mengakhiri hidup hanya untuk menyelesaikan masalah?

Aku mempunyai sebuah kisah. Sebuah kisah tentang hidup, mimpi dan cinta. Tentu dengan segudang masalah di dalamnya. Okay, aku akan mulai menceritakannya.

***

Bara berjalan menuju rumahnya yang masih cukup jauh. Dia baru saja pulang dari tempat bekerja paruh waktunya di sebuah cafe and resto milik kakak dari sahabat sekolahnya. Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 22.45 tetapi dia belum sampai di rumah. Adiknya pasti sudah tidur karena Bara pulang terlalu malam.

Bara berjalan santai sembari menggumamkan lagu Fireflies milik Owl City. Tangan kirinya dia masukkan ke dalam saku jumper sementara tangan kanannya menenteng kantong plastik berisi dua kotak makanan untuknya dan untuk adiknya. Bara memang hanya tinggal berdua dengan adik perempuannya di sebuah rumah kontrakan kecil yang tidak jauh dengan sekolah adiknya. Adiknya baru duduk di kelas enam SD sementara Bara sendiri berada di kelas dua belas SMA.

Ibu Bara meninggal 10 bulan lalu tepatnya 2 hari setelah Bara berulang tahun yang ketujuh belas. Ayahnya pun telah lama meninggalkan mereka ke alam lain jauh sebelum sang ibu pergi. Kakak pertamanya sudah menikah dengan orang kaya dan tidak mau lagi berurusan dengan keluarganya yang sudah kere. Sementara kakak keduanya pergi entah kemana setelah sang ibu meninggal dan menjual satu-satunya rumah yang mereka miliki.

Ya, mulai satu tahun belakangan Bara kehilangan semuanya. Dia beralih tugas menjadi tulang punggung keluarga serta menjadi orang tua tunggal untuk adiknya. Sebelum tinggal di rumah kontrakan itu, Bara tinggal bersama salah satu kerabat ibunya. Namun karena Bara merasa sudah mampu menghidupi dia dan adiknya sendiri maka dia memutuskan untuk pindah. Selain itu juga karena saudaranya itu bukan dari kalangan orang berada sehingga Bara merasa tidak enak hati bila terus merepotkan mereka.

Setelah berjalan cukup jauh akhirnya Bara sampai di rumah kontrakannya. Bara mengeluarkan kunci rumah dari saku jumpernya. Bara sudah mewanti-wanti adiknya untuk selalu mengunci pintu sebagai antisipasi bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Biar bagaimana pun adiknya masih terlalu kecil untuk menjaga rumah seorang diri. Bara membuka pintu rumahnya yang menimbulkan sedikit suara deritan. Bara meletakkan kantong plastik yang dia bawa di atas meja yang berada di ruang kecil yang dia jadikan sebagai ruang tamu. Lalu Bara berjalan menuju satu-satunya kamar yang ada di rumah kontrakannya, tempat dimana adiknya tidur. Sesampainya di dalam kamar Bara mendapati Putri, adiknya, tidur dengan pulas. Meskipun tidak tega tetapi Bara harus membangunkan adiknya untuk makan.

Unperfect StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang