aku dan pengorbanan kopi

52 4 0
                                    

Pagi tadi ada yang menangis, lalu ia merutuki takdir, berteriak seolah lehernya tercekik, erat sekali dirinya memeluk bantal, menenggelamkan wajahnya dalam kapuk, beranggapan bahwa dirinya dipeluk nasib buruk.

Dirinya lupa, padahal kemarinnya ia memenangi beribu tawa, bulan lalu gajinya dinaikkan pula, ulang tahunnya digemakan seluruh teman tanpa ada yang lupa.

Sebenarnya mana yang kau pilih dalam hidup? Bahagia kah? Sedih kah? Tentu bahagia, tapi kenapa prioritas yang kau hitung dalam hidup hanya hal buruk?

Aku menghiraukannya, mencatat, sambil meneguk secangkir kopi yang ku pesan dipinggir jalan, seorang nenek tua yang mejualnya. Bukan, aku membelinya bukan karna iba, hanya berpikir bahwa waktu yang ia telan dan pengalaman yang mengajarinya sudah terlampau banyak, dan tepat sekali, kopinya terlahir sempurna, harganya lima ribu pula. Berbeda dari kopi yang kemarin kupesan dari seorang barista cantik dengan mengantri panjang dan harga lima kali lipat. Latte artnya menipuku, terlalu cantik dan akhirnya hancur teraduk sendok juga, fana yang sementara. Soal proses, keberhasilan, harga dan waktu, setiap orang mempunyai definisi dan porsi yang berbeda tentang itu, memang.

Seseorang yang menangis tadi, nenek tua dan barista cantik. Semua melebur dalam dahiku, terhubung dengan lidah yang sekarang menyesap kopi pahit yang sedikit manis, pahit yang memberi aroma wangi. Hal bahagia apakah yang dihitung kopi hari ini? Hal buruk apakah yang dihitung kopi hari ini? Yang aku tau, catatan hal bahagia kopi lebih panjang dari hal buruknya, karena aku melanjutkan catatan itu, karena kopi adalah hal bahagia bagiku. Bukannya membuat orang lain bahagia adalah kebahagiaanmu juga?

"coffee tells me, there's always something sweet waiting for us after being burned, pressed, crushed, and receiving all the bitter things"

Dialog SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang