Tadi malam ada gadis kecil yang baru saja kalah balap lari, usahanya? Mungkin lebih dari sang juara. Kata orang kurang berfikir positif hingga akhirnya takut dan tak percaya diri, padahal gadis itu rutin mengafirmasi diri. Dulu prinsipnya 'takdir kubentuk sendiri' tapi akhirnya 'yasudahlah, biar tuhan yang mengkhendaki'. Gadis itu akhirnya merutuk diri karena merasa tinggi hati menentang Tuhan masalah takdir.
Tapi apa salahnya? Ketika kita punya kertas putih, bukankah kita harus membentuk sketsa-sketsa di kepala sebelum menggambarnya? Menyiapkan cat, pensil dan sebagainya? Membentuknya perlahan sesuai dengan rancangan? Sama seperti masa depan. Perkara di tengah jalan cat ungumu habis, itu nasib namanya, tidak semua hal bisa kau kendalikan. Tapi bukan berarti pupus sampai disana. Cat ungumu masih bisa kau gantikan dengan mencampur biru dan merah, mungkin perlu waktu untuk menakar porsi keduanya hingga warnanya sama dengan ungu sebelumnya, tapi itu lebih baik dari pada tidak melanjutkan gambarmu sama sekali bukan?
Tuhan tidak akan pernah kesal dengan prinsip gadis itu, Tuhan tidak se'manusia'wi itu untuk merasakan kesal.
Malam semakin larut akhirnya aku memejamkan mataku, sambil menggambar sketsa seorang gadis yang memenangkan lomba balap lari dalam benakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Sunyi
PoetryApa yang kulihat tak kau lihat, apa yang kau lihat tak ku lihat. Bagaimana jika ku tulis semua agar kau tau ada hal cantik yang tak sempat kau tatap dan ada takdir sederhana yang dimatamu tak tampak. Bagaimana jika ku beri tau kau lewat kata bahwa a...