may

876 41 9
                                    

Di ruangannya Vizzy terdiam bersama lamunannya. Hubungannya dengan Tommy semakin memburuk, Tommy seakan menyerah padanya dan tak peduli lagi padanya. Dan Vizzy tak bisa bertahan dengan hal itu.

Rasa cintanya yang masih ada untuk Tommy, serta penjelasan Evelyn ibunya, membuatnya terus berfikir untuk memperbaiki hubungannya dengan Tommy.

"Zy, mama yang salah. Mama sempat menganggap Tommy sebagai pengganti ayahmu. Tapi mama keliru, dia sama sekali tidak bisa menggantikan ayahmu. Tidak pernah ada yang terjadi di antara kami. Dia tidak seperti yang mama kira. Maafkan dia Zy, perhatiannya pada mama sebatas anak pada ibunya. Dan mama menyalah artikan perhatiannya."

"Tapi Ma.. ."

"Mama rasa kamu lebih tau alasannya kenapa Tommy bisa menyayangi mama layaknya seorang ibu. Dia butuh kasih sayang Zy, dia tidak bisa mendapatkannya di rumahnya jadi... ."

"Tapi dia salah Ma."

"Semua orang juga pernah melakukan kesalahan bukan, tapi dia menyadarinya lebih awal dan lagipula kalau ada yang mau kamu salahkan, Mama lah orang yang paling bersalah dalam hal ini."

"Ma... Aku tidak tau bagaimana harus bersikap padanya."

"Cobalah, sebelum semuanya terlambat dan kamu nanti menyesalinya."

Vizzy beranjak dari ruangannya dan melangkah perlahan menuju ruangan Tommy. Langkahnya seakan berat, tapi dia terus mencobanya. Mencoba mendapatkan kembali apa yang sempat hilang darinya.

"Rose itu wanita yang luar biasa Ted."

"Tapi dia lebih tua dari loe kan?"

"Umur bukan masalah Ted, yang penting dia baik. Lagipula dia masih terlihat muda dan cantik, kami seperti seumuran. Dan yang terpenting dia bisa buat gue merasa nyaman."

"Tapi kalian kan belum terlalu lama kenal."

"Memang, tapi seakan hanya dia yang mengerti gue saat ini."

Tommy membuka pintu, dia dan Teddy hendak keluar ruangan. Tapi langkah mereka terhenti ketika Vizzy tengah berdiri mematung di depan pintu.

"Ada perlu denganku Zy?"

"Tidak." Vizzy segera berbalik membelakangi Tommy dan Teddy, kemudian menjauh pergi.

"Gue rasa dia tadi dengar semuanya Tom."

⭐⭐⭐

Langkah cepat Riani tertahan, ketika di dengarnya suara dari arah toillet. Riani penasaran, dia mendekati asal suara. Ternyata dari toillet cowok. Riani jadi semakin heran ketika dilihatnya Temmy tertahan di pintu toillet dengan wajah pucat dan berkeringat dingin.

Temmy terlihat tegang, dia seperti menghindari sesuatu dan membuat Riani semakin penasaran hingga mendekat.

"Loe kenapa? Sakit?"

"Nggak, nggak apa-apa."

"Yakin? Ya udah." Riani tak acuh.

"Tu.. Tunggu!" Temmy menyerah.

"Iya?"

"I.. Itu..! Itu!"

"Apa?" Riani bengong tidak mengerti apa yang Temmy maksud.

"Itu! Itu tuh!" Temmy menunjuk ke arah lantai dan terlihat beberapa kecoa yang mondar mandir di depannya. Dan ada juga yang betah diam menemani Temmy.

"Itu?! Kecoa?"

"Iya... ."

"Loe takut kecoa?!" Riani seakan tak percaya, cowok yang sering bertengkar dengannya kalah sebelum berperang dari kecoa.

"Banyak sih." Temmy malu dan mengelap keringatnya yang semakin lancar keluar.

"Haha... Haha.. ." Riani tertawa renyah.

"Nggak perlu dibantu, pergi sana!"

"Jangan emosi gitu dong, minta baik-baik pasti gue bantu."

Riani menghampiri Temmy dan segera menariknya dari pintu toillet, kemudian mengusir para kecoa yang ngefans pada Temmy.

"Thanks ya." wajah pucat Temmy mulai berangsur menghilang.

"Nggak masalah, tapi.. ."

"Tapi apa? Loe mau minta imbalan? Hadiah?"

"Yang benar aja, ini adalah hadiah terindah buat gue."

Riani terlihat puas, senyuman terus mengembang di wajahnya. Dan seakan tak peduli lagi apapun, dia meninggalkan Temmy yang terlihat malu dan kesal.

"Huh! Dasar kecoa brengsek!"

"Hei! Ada satu lagi di kepala loe." Riani berteriak dari kejauhan.

"Hah?!" Temmy terkejut dan segera menepuk-nepuk kepalanya salah tingkah.

⭐⭐⭐

Tommy mendatangi Vizzy di halaman belakang kantor, untuk menanyakan kedatangan Vizzy yang nyaris tak pernah dilakukannya semenjak masalah yang terjadi diantara mereka.

"Ada apa Zy?"

"Sebenarnya aku, Tom aku.. ."

"Iya Zy?"

"Aku ingin kita bersahabat. Aku rasa kita bisa mulai berteman lagi."

"Teman?" Tommy terdiam, dia berharap Vizzy akan mengatakan hal yang lain.

"Iya, kita bisa berteman seperti dulu."

"Euhmm.. Baiklah."

"Sungguh?!" Vizzy kaget, dia berharap Tommy protes dengan keputusannya.

"Jika itu mau kamu, tentu aku senang menjadi temanmu. Kita bisa bekerja sama lagi dengan baik."

Tommy berusaha bersikap tenang, dia tak akan protes apapun keputusan Vizzy, yang penting baginya adalah Vizzy tak lagi membencinya.

"Aku tidak akan lagi memusuhimu Tom."

"Kamu bisa memaafkan aku?"

"Iya... ." Vizzy mengangguk pelan.

"Terima kasih banyak Zy, sekarang kita berteman lagi."

"Iya Tom." Vizzy membalas senyuman hangat Tommy yang menatapnya dengan senyuman termanisnya. Meskipun ada pertentangan di dalam hatinya.

"Inikah yang kamu inginkan Zy?" Dalam hati Tommy bertanya sendiri.

"Tom kamu benar-benar telah menemukan penggantiku, secepat ini kamu gantikan aku, aku masih sayang kamu Tom."

Dalam hati Vizzy pun terus memburu pertanyaan yang tak terdengar oleh Tommy.

⭐⭐⭐

Wajah Temmy merah padam ketika Riani melewatinya. Dia takut Riani menyebarkan kelemahannya pada semua orang. Sehingga dia bisa menjadi bahan lelucon satu sekolah.

Tapi ternyata Riani bukan orang usil, rahasianya aman. Temmy bisa bernafas lega. Tapi tak lama, Riani memundurkan langkahnya dan berhenti di hadapan Temmy.

"Eh?!" Temmy langsung menganga ketika Riani tersenyum licik di depannya.

"Heumm.. ." Hanya kata itu yang Riani keluarkan dan dia langsung meninggalkan Temmy dengan keheranan yang besar.

⭐⭐⭐

Di rumah sakit, Temmy mondar mandir tak karuan, dia gelisah dan tak tenang. Rian yang kebingungan berusaha menenangkan Temmy.

Riani dan Imel mencoba mendekati dan memberanikan diri untuk bertanya.

"Gimana keadaan Yuri?"

"Seperti yang loe mau!" Temmy menjawab keras dan berbicara dengan ketus.

"Yang gue mau?"

"Iya, ini kan yang loe mau, dia sekarat?!"

"Sekarat...?"

Bersambung.....

AMBIVALEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang