Guyuran air shower yang dingin kini menjadi sebuah perjalanan kisah Aira Ariska di mulai. Sejuknya air langsung masuk menembus pori-pori kulit dan memberi efek relaksasi yang menyejukan. Bagi Aira, semua hari adalah hari baik. Selagi sang surya masih memberikan kehangatan bagi dunia.
Sementara itu kedua orang tua Aira tengah sarapan bersama.
"Pagi mah?, pagi yah?." Sambut aira yang telah berseragam putih abu-abu rapi dengan semangat
"Pagi sayang" sapa mamah Aira.Letak rumah yang tidak begitu jauh dari sekolahnya, membuat Aira sehari-hari berangkat dengan berjalan kaki ataupun sekedar nebeng di mobil dinas ayahnya jika kebetulan ayahnya ada jadwal pagi.
Aira melangkahkan kakinya menyusuri trotoar dengan santai sambil melihat hal-hal di sekelilingnya. Langit jakarta terlihat begitu cerah membiru, secerah mood Aira pagi ini. Namun pasti tidak semua orang merasakan hal sama seperti Aira bukan?.
Aira berlari-lari kecil saat sudah dekat dengan sekolahnya. Seorang lelaki gendut dengan seragamnya tengah berdiri di depan gerbang untuk mengecek satu per satu siswa yang masuk. Memang hal-hal seperti itu tidak lah asing bagi Aira, ketat dan disiplinnya sekolah memang sudah menjadi sarapan kedua bagi siswa siswi yang bersekolah di sini.
" pagi pak Heri?" Sapa Aira pada seorang yang sedang bertugas itu. Pak Heri adalah satpam di sekolahnya yang setiap hari selalu Aira sama dengan ceria.
"Pagi neng cantik. Sendirian? Bapak gak nganter?"
" oh ayah, Ayah dinas siang pak. Jadi gak bareng"
" oh, oke. Silakan masuk."
Aira langsung memberikan senyum pada pak Heri dan segera masuk. Ira langsung berjalan cepat menuju kelasnya. Terlihat kelasnya begitu ramai dengan kehebohan sebuah berita jika akan ada murid baru di kelasnya. Aira memabdang sekelilingannya dengan heran dan mendapati kedua sahabatnya tengah membicarakan hal yang sama dengan wajah yang girang.
"Hai fit, hai san. Pada ngributin apaan sih?"
"Ini loh ra, katanya itu ada murid baru yang masuk di kelas duabelas ipa, dan kamu tau gak?. Ternyata dia itu di tempatin di kelas duabelas ipa 1 di kelas kita ra." Jawab fitri dengan girangnya.Aira pun hanya menggelengkan kepalanya sambil membatin pada hatinya. Aira langsung duduk di bangkunya dengan langsung memasangkab earphone di telinganya. Kepalanya mulai memanggut-manggut tanda menikmati lagu yang di dengarnya dan tidak memperdulikan ocehan sahabat-sahabatnya yang baginya tidak terlalu penting.
" ce ilah Aira. Nanti budeg tuh telinga pake gituan terus" ucap santi sambil melepas earphone yang terpasang di telinga Aira.Tak lama kemudian seorang guru fisika masuk dengan membawa murid laki-laki yang ternyata adalah murid baru. Dengan tampang yang demikian, terlihat murid baru itu seorang anak yang nakal dan rusuh namun anak yang tanpan.
"Tampangnya begitu?, penampilannya begitu?. Cowok menyebalkan" ucap Aira dalam hatinya.Pak Bandi, guru fisika itu langsung memperkenalkan murid baru yang berdiri di samping kanannya itu dengan sedikit memberikan candaan agar suasana menjadi pecah.
" oke, please say hi pada teman baru kalian yah." Ucap pak Bandi dengan konyol
"Hi..."
"Oke, anak-anak ini namanya Rico Saputra. Rico nanti kamu bisa melanjutkan perkenalan kamu nanti. Sekarang silakan duduk di kursi kosong di depan eneng cantik itu." Ucap pak Bandi sambil menunjuk ke arah Aira.Rico langsung berjalan menuju tempat duduk yang telah di sediakan untuknya. Sampai bangku yang dituju, Rico memandang Aira dengan tatapan sinis yang bagi Aira adalah menyebalkan, sebelum akhirnya terduduk dan menghadap ke arah depan. Pak Bandi pun langsung memulai pelajarannya.
Aira memang anak yang berprestasi di berbagai mata pelajaran, khususnya yang melingkup bagian ipa. Tak jarang pula teman-temannya menebak jika ia akan sama seperti ayah kelak. Yaitu menjadi seorang dokter. Kepintaran dan kecantikannya membuat tak sedikit laki-laki menyukainya. Salah satunya Bimo, seorang ketua kelas di kelasnya yang terbilang cowok ganteng dan sangat populer di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI
General FictionAira Ariska, gadis kota berparas cantik yang merupakan anak seorang dokter. Mimpinya sebagai seorang penulis hanyalah di ambang sebuah bayang-bayang, karena begitu bertolak belakang dengan keinginan orang tuanya. Meski begitu, tak sedikitpun tergore...