❨6❩

20 2 0
                                    

Kalau bukan karena manajer super mengesalkan yang memerintahku untuk memesan 12 kopi, aku tidak mau menginjakkan kaki di cafe tempat aku bertemu salah satu pegawai bernama Jihoon. Orang itu selalu membuatku takut untuk menginjakkan kaki di kafe.

Mataku mengedar dan seketika terpaku pada sosok Jihoon yang berdiri sambil menyandarkan bahunya di dinding. Jangan lupakan netranya yang mengarah lurus padaku. Jadi, Jihoon langsung menyadari kehadiranku.

Dengan lidah yang kugigit menahan takut, aku membawa langkah demi langkah menuju meja kasir, untuk memesan tentu saja. Jihoon yang tadinya bersandar, segera mendekati meja kasir tanpa melepaskan pandangannya dariku.

Tunggu, Jihoon ini bukan pembunuh yang mau memotong tubuhku, bukan?

"Pesan apa?"

Aku gelagapan ketika suara sedalam palung samudera itu menyapu runguku. "A-ah, itu, 12 kopi original dan satu mocca latte."

Aku menundukkan kepalaku terlalu takut untuk beradu mata dengan Jihoon. Jihoon tampak mengetikkan sesuatu lagi dan berucap sangat pelan ditengah kegiatannya itu. Yang mana membuatku harus kebingungan membedakan apakah Jihoon memang bicara atau tidak.

"Temui aku di depan kafe ini pukul 4 sore."

Aku mendongak kaget. Apa-apaan ini? Aku tidak pernah mengenalnya dan tiba-tiba saja dia memintaku untuk menemuinya. Aku mengerjap bingung dan meski samar aku bisa melihat senyuman kecil yang terbit di ujung bibir Jihoon.

"Aku serius."

Aku membuka mulutku terkejut lagi. Seserius apa sebenarnya sampai mengajak orang asing sepertiku untuk bertemu dengannya? Jihoon masih dengan tatapan datarnya memberikan kertas pembayaran oadaku.

Sungguh, aku tidak mengerti dengan situasi ini. Aku memang merasa pernah melihat wajah Jihoon entah dimana, namun bukan berarti ...

Ah, entahlah. Turuti saja maunya agar hidupku tenang.

.

Him | PJHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang