6 Juli 2018
Aku berjalan menuju koridor fakultas yang sedikit agak sepi karena dari tadi kelas sudah di mulai. Aku mempercepat langkah hingga mungkin sedikit berlari. Beberapa mahasiswa lain terlihat sekarang. Ternyata bukan aku saja yang terlambat aku segera berlari tapi tiba-tiba aku menabrak seseorang.
Aku melihat dia sedang terburu-buru, bahunya lebar dan menggunakan kemeja, kupikir dia sama sepertiku mahasiswa biasa, namun dia membawa banyak surat-surat yang tidak kuketahui. Aku segera meminta maaf pada lelaki tersebut, dan meninggalkan tempat tersebut. Begitu masuk kelas aku terkejut melihat lelaki tersebut di depan sedang mengajarkan sesuatu.
Aku menatapnya begitu lama, dan dia pun menatap balik. Tapi tatapannya membuat aku mengenal sosok orang yang pernah ada di dalam hidupku. Tatapan yang dingin namun menyiaratkan sesuatu hal yang bahkan tidak aku mengerti. Saat aku tersadar bahwa dia adalah sahabat yang pernah sempat mengisi hari, iya dia Ruben sahabat pena yang pendiam namun juga memberi kesan saat berbicara dengannya. Aku tak habis pikir akan bertemu dengan sosok yang sudah lama tak ku jumpai dan dia sekarang menjadi seorang dosen.
"Ru...ben?" desisku sambil mematung memastikan bahwa penglihatanku tidak salah. Dia... benar Ruben yang kukenal, kan?
Lelaki itu masih menatapku lekat, seperti terkejut akan sesuatu. Bisa kupastikan sorot matanya mengepung penglihatanku, mengunci manik mataku untuk tidak melihat ke arah lain selain dirinya.
"Kamu... mau masuk kelas atau berdiri disitu, Mbak?" pertanyaan itu memecah fokusku. Hah?
Hah?
Aku tidak salah dengar, kan? Apa dia bilang?
"Huh?"
Beberapa teman sekelasku sudah saling berbisik curiga. Ekspresi wajah Ruben sudah berubah dingin. Ia... benarkah Ruben yang tempo hari menyapaku dengan emotikon senyum di kotak percakapan kami?
"Kamu... mau ikut kelas Saya, kan?" tanya Ruben sekali lagi. "Kalau tidak, kamu boleh keluar." Ruben mengatakan itu tanpa menatapku lagi.
Aku melongo. Dia... apakah dia benar-benar tidak ingat aku?
"I... iya, Pak."
Hening.
Aku diam tak bergeming, dengan segera mendaratkan bokongku di tempat dudukku.
Dua jam kemudian.
Ku rasa kelas kali ini begitu cepat berakhir. Tak ada sepotong materi yang ku mengerti. Piranku masih sibuk berkutat dengan dosen baru itu.
Teman-teman yang lain mulai berhamburan keluar ruangan. Sedangkan aku masih betah memperhatikan dosen baru itu tengah sibuk merapikan tumpukan buku-buku yang tebalnya tak terkira itu.
"Masa dia tidak mengenalku sama sekali sih," batinku.
Setelah selesai merapikan barang-barangnya, dia menatapku. Apa mungkin dia tahu bahwa aku tengah memperhatikannya?
Ternyata tidak, dia hanya menatapku sekilas dan pergi begitu saja.
Apa aku terlalu buruk untuk menjadi temannya? Padahal baru saja kemarin dia mennyapaku, tetapi sekarang? Apa yang terjadi? Dunia serasa benar-benar terbalik dengan kaku, bahkan aku tak merasa punya salah dengannya.
Tunggu... Di sini hanya aku yang merasa tak punya salah, dia? Mana ku tahu, aku tak mau kalau pertemananku hancur karena aku telah menjadi seseorang yang tidak sadar akan kesalahanku sendiri, tidak, aku tidak mau. Apakah aku harus menyapanya? Tentu, tentu saja harus aku, karena kalau tidak... Bisa-bisa dia tambah menjauhiku.
![](https://img.wattpad.com/cover/154250018-288-k861449.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebersamaan Kami
عشوائيMerupakan cerita pendek yang dibuat oleh para member dari Kertas Pena Author pada kegiatan WhatsApp Street Journal dengan cara menyambungkan paragraf demi paragraf.