Gue sama Yura sekarang di perjalanan menuju ke makam, tapi gue inisiatif buat berhenti dulu di salah satu toko bunga.
"Nenek suka banget sama bunga tulip," kata Yura sambil memandang ke arah jajaran bunga.
"Iya, gue tahu kok, mau beli yang itu aja?" gue lihat ke arah Yura yang genggam satu tangkai tulip putih.
Yura mengangguk sambil menghirup bunga tulip di genggamannya, "lo inget gak sih? Setiap gue ulang tahun, nenek pasti selalu kasih gue bunga tulip, entah itu asli atau imitasi, pernah juga beliau bikin kue dekorasinya pakai bunga tulip, katanya biar gue suka juga dan kata nenek biar gue selalu bahagia padahal someone who can make me happy until now is only grandma, even though she has gone far hehe."
"Yur, lo tahu kan your one and only beloved grandma is always be there for you to watch and cares for you from heaven, warms you from the deep inside your heart. Ck, gue gak suka nih suasana kayak gini, senyum lagi coba," gue berusaha menenangkan, karena gue tahu kehilangan itu berat, apalagi sejauh yang gue tahu Yura hidup dan besar sama neneknya meskipun orang tuanya masih lengkap.
Kemudian terbentuklah lekukan senyum dari bibir pinkish tipis yura, it's just how she look more beautiful.
Gue sama Yura sekarang udah tepat berada di depan makam nenek.
Sejujurnya gue kurang suka berada di lingkungan pemakaman, selain karena seram ya tentu aja, tapi juga karena atmosfir tentang kenangan-kenangan yang pernah diciptakan oleh seseorang yang pernah hadir di kehidupan kembali naik ke permukaan, dan Yura dipastiin bakal nangis saat ini juga.
The things that I dislike. Most.
"Gue cuma minta satu hal ya Yura, seperti biasa jangan tetesin air mata setetes pun jangan, please," kata gue ke yura sambil megang bahunya yang disambut dengan senyuman sendu yang selalu hadir setiap gue dan Yura ngunjungin makam nenek.
"Engga Yut, hahahaha. Call me now the strongest of your soldier," katanya sambil tersenyum lebar, gue tahu dia cuma berusaha menutupi sedihnya supaya gue gak khawatir berlebihan, kemudian Yura bersimpuh di pinggir makam sambil menaruh bunga tulip di tengah pusara.
"Hai nenek, Yura kesini lagi jenguk nenenk dan jangan bosen ya, apalagia aku ajak Yuta melulu, ngikut mulu Yutanya, hihi."
Gue ikut duduk di pinggir makam bersebelahan dengan Yura, "hai nenek cantik, pasti nenek lebih tahu kan kalau Yura lebih sering maksa untuk minta dianter kesini?"
Yura mukul lengan gue pelan, ya memang gak kerasa apapun, tapi setidaknya gue berhasil sedikit untuk mendistraksi Yura dari perasaan murungnya.
Gue kembali mencoba menyapa nenek Yura dengan lebih baik, "nenek, apa kabar? Yuta kesini lagi, seperti biasa ya nek sama Yura. Yuta belum pernah ketemu langsung sama nenek, tapi lewat setiap cerita Yura soal nenek dan bagaimana nenek dideskripsikan sebagai nenek yang luar biasa bagi Yura, Yuta tahu nenek adalah permata yang sengaja dihadirkan Tuhan untuk Yura, meskipun belum pernah Yuta ngobrol sama nenek, tapi Yuta sayang nenek."
"Kalau sama cucunya sayang gak, Yut?"
Gimana ya jawabnya? Kalau gak sayang, gue gak akan bela-belain diri anter Yura kesini kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Dirtyㅡyuta✔️
Fanfictionㅡstop being nasty! then I'll love you. (was mesum) ©yoursmark,050718 ⚠️lot of harsh words⚠️ Highest rank (?) #1 in yutanct #1 in nayuta #1 in nakamoto #2 in yutanct #2 in nctyuta