9. Disappeared

1.3K 157 28
                                    

Akuarium. Seokjin masih saja menatap benda itu di atas nakas.
***

Seokjin langsung mengambil akuarium itu, dia menggenggamnya dengan erat. Banyak hal memasuki pikirannya, seakan otaknya mengering dan tidak dapat digunakan untuk memikirkan itu semua. Benar-benar otaknya sulit berfungsi untuk berpikir dan mengingat, saat Seokjin melihat makhluk hidup berenang di dalam akuarium itu. Karena, dia terlalu bersikeras untuk mengingat suatu hal yang menurutnya telah terjadi.

Kepalanya dilanda rasa yang teramat sakit, membuat dia kembali meringis dan menjerit. Hye Sun tidak tega melihat puteranya kesakitan.

"Aku butuh mereka. Tolong, panggilkan mereka untukku," ujar Seokjin di tengah-tengah tangisnya.

Ju Eun bingung, apa dia harus menenangkan Seokjin atau dia langsung saja memberikan obat melalui suntikan agar Seokjin tenang. Tapi, sakit yang di derita Seokjin harus benar-benar Ju Eun pastikan.

Seokjin meremat ujung kaos yang dia kenakan, "tolong, siapa pun itu. Mengapa aku tidak bisa mengingat dengan baik?" ujar Seokjin sesenggukan.

Ju Eun mendekatkan diri pada Seokjin, "kau tidak perlu bersikeras untuk mengingat. Coba untuk menerima, kau akan tahu semuanya."

***

Ju Eun tengah duduk santai di sebuah kafe kecil. Dia menatap hujan yang turun membasahi kota Seoul, dari balik dinding kafe yang seluruhnya hampir terbuat dari kaca. Sambil menyeruput secangkir coffe latte, Ju Eun merasa hangat meskipun di tengah hujan yang cukup deras saat ini.

Ju Eun memejamkan matanya sebentar, mencoba menenangkan pikirannya sebelum atensinya teralihkan kepada seorang wanita paruh baya yang baru saja tiba di kafe dengan keadaan yang sudah basah kuyup.

"Aku pesan teh hangat satu," pinta wanita paruh baya itu kepada pelayan disini.

Wanita paruh baya itu terlihat kedinginan sekali, wajahnya sudah pucat. Dia tidak hanya membutuhkan minuman hangat. Tapi, dia juga perlu sebuah handuk atau kain apa saja untuk tubuhnya yang sudah menggigil itu.

Lantas Ju Eun mendekati wanita paruh baya itu, dan dia memberikan sweater tebal padanya, "nyonya, ini untukmu. Siapa tahu bisa menghangatkan tubuhmu."

Tak ada tampang ragu dari wajah wanita paruh baya itu, dia langsung mengambilnya. Hanya saja dia sedikit terkejut, ada seseorang yang memberikan sweater untuknya.

"Kau benar! Ini menghangatkan tubuhku," ujar wanita paruh baya itu setelah memakai sweater yang di berikan Ju Eun.

Tak lama kemudian teh hangat yang di pesan wanita paruh baya itu datang. Akhirnya, dia mendapatkan kehangatan lagi. Melihatnya, Ju Eun tersenyum. Hingga dia ikut duduk bersama wanita paruh baya itu.

"Jadi, siapa namamu?" tanya wanita paruh baya pada Ju Eun.

"Lim Ju Eun," jawab Ju Eun.

"Aku, Jung Jae In."

"Ah, senang bertemu denganmu nyonya Jae In."

Kemudian mereka saling berbincang tentang banyak hal. Sambil menunggu hujan reda mungkin. Tapi, Ju Eun tiba-tiba menyadari sesuatu, saat dompet nyonya Jae In itu terbuka. Terdapat foto nyonya Jae In bersama seorang namja. Yang lagi-lagi sepertinya Ju Eun tahu.

Dengan ragu Ju Eun bertanya, "apa itu Hoseok? Ah, maksudku Jung Hoseok?"

Nyonya Jae In sedikit terkejut, "aa.. Kau mengenal puteraku?"

"Pu-puteramu?"

***

Setelah kejadian Seokjin yang terus mencoba mengingat apa yang terjadi, Seokjin menjadi sulit bertemu dengan keenam teman-temannya. Katakan bahwa Seokjin merindukan mereka. Ya, memang benar. Ini sudah hari kelima untuknya tidak bertemu dengan mereka.

Hal ini membuat Seokjin kesal, dia berpikir bahwa mereka tidak ingin bertemu dengannya bahkan menjauhinya. Padahal, Seokjin ingin menanyakan sesuatu kepada mereka, perihal apa yang menghantui pikirannya tentang mereka. Tapi, kenapa mereka tiba-tiba menjauhi Seokjin sekarang?

Dirinya sedang sakit dan lebih parahnya lagi, orang-orang tidak mau memberitahu apa yang sedang dideritanya. Hanya sahabat-sahabatnyalah yang dia butuhkan saat ini, tetapi mereka malah menjauh. Cobaan apa lagi bagi Seokjin? Seakan tidak ada orang yang menyayangi dirinya sekarang.

Dunia Seokjin sudah penuh dengan rahasia dan teka-teki. Dia bisa apa? Haruskah dia mengikuti semua alur ini? Bersama dengan rasa sakit yang menjalar keseluruh tubuh dan perasaannya. Kenapa ini bisa terjadi padanya? Seakan dirinyalah pemeran utama dalam sebuah drama, dan Seokjin benci itu. Menyebalkan. Lagi dan lagi kepalanya pusing memikirkan sesuatu yang tidak ada jawabannya.

Kini Seokjin menapaki kakinya di sebuah sungai. Tempat dimana dia dan teman-temannya sering mereka kunjungi. Biasanya mereka tahu jika Seokjin ke sini, namun akhir-akhir ini tidak. Hingga Seokjin menemui mereka ke rumahnya, dan mereka tetap tidak ada. Menurut Seokjin, mereka membenci dirinya.

Seokjin duduk di bebatuan sungai, seraya memeluk kakinya dan dia membenamkan wajah di lutut. Seokjin mulai menangis tanpa dia sadari. Mengingat teman-temannya mulai menjauh.

"Datanglah, aku butuh kalian. Apa kalian membenciku? Jika aku ada salah, aku minta maaf," Seokjin bergumam sendiri dengan lirih.

Hujan mulai turun membasahi kota Seoul, begitu juga dengan tubuh Seokjin. Namun, Seokjin masih enggan beranjak pergi. Jangankan beranjak pergi, untuk mengangkat kepalanya saja dia enggan.

Tapi tidak, kala tubuhnya seakan tidak terasa terguyur hujan lagi. Saat dia mengangkat kepalanya, seseorang sedang memayunginya.
.
.
.
.
TBC

I dunno, I dunno, I dunno why? 😭 gatau ah pokoknya aku bingung sama ff ini. Aku lagi di landa kebambangan, udah gaada inspirasi buat lanjutin. Iya tau gak maksimal hasilnya, bahkan emg ga pernah maksimal yekan? :" tapi aku udh mau endingin cerita ini sebentar lagi, dan bakal aku kasih epilogue-nya. Pkknya otw. Makasih yg udah mau baca ff abal-abalku smpe sini :") 💙

CHINGU •bts√ [END] RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang