Prolog

157 2 2
                                    

Rintikan hujan menghalau deru nafasnya yang terengah-engah menghasilkan desahan nafas yang berat dan tidak beraturan. butir keringat yang kesekian telah mengalir jatuh diwajahnya, dia tampak telah menyerah untuk menyeka keringat yang keluar sedari tadi membanjiri wajah dan tubuhnya.

derai langkah diluar mengagetkannya, dengan nafas yang tertahan dia mengatup mulutnya erat-erat agar tidak mengeluarkan suara, langkah kaki itu melewatinya menyusuri lorong panjang diluar ruangan sempit tempatnya bersembunyi.

"ayo, keluarlah. kami tidak akan menyakitimu. kita harus segera mengakhiri ini, Lanna." Gadis yang dipanggil Lanna tersebut semakin mendekap erat mulutnya menahan setiap suara yang mungkin keluar dengan keringat yang mengucur semakin deras membasahi wajahnya.

sebuah dekapan tangan menyentuh pundaknya, Lanna menoleh masih dengan mendekap mulutnya, "tenanglah Lanna, kita akan baik-baik saja" ujar gadis itu menenangkan Lanna.

"Kanna.. bagaimana kalau kita tertangkap, bagaimana kalau mereka membawamu?" jawab Lanna dengan suara yang tertahan.

"itu tidak mungkin terjadi, Lanna. Kita akan akan terus bersama. selamanya" sanggah gadis yang dipanggil Kanna tersebut dengan suara yang tenang, tidak tampak sedikitpun kecemasan diwajahnya sangat kontras sekali dengan keadaan Lanna saat itu.

Air mata mulai mengalir dari pelupuk mata Lanna, keadaan tersebut secara intens mencekam mental dan batinnya, dengan terisak Lanna menahan tangisnya agar tidak mengeras. kenop pintu ruangan tempat Lanna berada tiba-tiba berderik dengan cepat berkali-kali, dia terhenyak menghempaskan tubuhnya ke dinding dibelakangnya yang terasa dingin, Lanna semakin erat mendekap mulutnya, ia menoleh "Kanna, bagaimana ini? kita akan tertangkap." Suara Lanna tersedak akibat ditahan oleh tangannya sendiri, namun gadis yang diajak bicara tersebut hanya menyunggingkan senyuman kecil dengan tenang.

"Lanna, kami tahu kamu ada didalam. menyerahlah Lanna, kami benar-benar tidak akan menyakitimu. ayolah, tidakkah kamu lelah berlarian seharian ini. mari kita akhiri dengan tenang, Lanna." suara berat diluar semakin mendesak Lanna didalam ruangan sempit itu. Orang yang berada diluar tampak berusaha membuka pintu itu dengan paksa, air mata Lanna semakin deras mengalir diikuti oleh keringatnya yang tidak henti-hentinya juga ikut mengalir. Derikan terakhir sukses membuka pintu itu, Lanna tercekat menahan mulutnya dan melolot mendapati pintu ruangan tersebut yang terkuak lebar, sosok siluet hitam berdiri diambang pintu tersebut dengan cahaya yang menyilaukan dibelakangnya sontak membuat Lanna menghentak kembali membentur dinding dibelakangnya.

"ini sudah berakhir, Lanna." ujar sosok itu

"tidak... jangan..." Lanna meronta melawan tarikan sosok tersebut menariknya keluar dari ruangan itu, sambil menoleh kebelakang menatapi ruangan itu ".. tidak.. KANNA!!".

"tidakkkk....... !!!!".

...........................................

6 tahun yang lalu,

Minggu pagi yang cerah, Kota London.

Pemandangan tenang dengan halaman hijau yang menghiasi sebuah rumah bergaya minimalis di sebuah perumahan di kota London. Tampak sebuah mini van terparkir disalah satu rumah, seorang pria dengan sigap menyusun barang-barang dibagasi mobil dibantu oleh seorang wanita secara estafet menyusun barang kedalam mobil. Sesekali wanita itu melirik ke sekelilingnya sambil tersenyum kecil, tampak dua orang gadis berumur 12 tahunan berlari-lari kecil disekeliling mobil berkejar-kejaran.

"Lanna, Kanna, ayo masuk kedalam mobil. Papa sudah hampir selesai menyusun barangnya" ujar wanita tersebut menegur dua anak gadis yang sedari tadi ribut berkerjaran, namun tidak dihiraukan oleh keduanya.

Second HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang