Setelah kepergian sang ibu, sifat dan sikap Bintang berubah semakin dingin. Memang dari awal sikapnya sudah terlampau cuek pada sekitarnya. Tapi setelah kejadian itu, Bintang semakin menutup diri pada lingkungan. Bintang sama sekali tak terjangkau, ia seperti membuat Benteng tinggi tak kasat mata di sekitarnya. Hanya Sean satu-satu nya orang yang ia perbolehkan mendekatinya. Sean benar-benar tidak meninggalkan nya, Sean selalu ada bersama nya, seburuk apapun sikapnya terhadap Sean.
Di sekolah pun Bintang lebih banyak diam, ia bahkan tak berbicara sama sekali, seakan ia kehilangan kemampuan nya untuk berbicara. Banyak guru yang mengkhawatirkan kondisi Bintang, terlebih kondisi psikis anak itu. Anak itu seperti memiliki dunia nya sendiri. Para guru pun sudah berusaha berbicara pada Bintang, tapi anak itu tidak pernah menanggapi serius setiap omongan yang keluar dari guru nya tersebut.
"b ! Mau sampai kapan lu begini terus? " Sean satu-satunya teman yang dia punya mulai jengah dengan sikap Bintang yang semakin hari semakin menjadi
Bintang hanya mengangkat bahu nya acuh mendengar ucapan teman nya itu
"itu bukan urusan lu ! " ketus Bintang
Menghela nafas lelah, Sean sudah kehabisan akal untuk membuat sahabatnya ini melupakan kesedihannya. Tapi, semua usahanya seperti sia-sia belaka. Sean tak habis pikir, bagaimana bisa Bintang memiliki sifat yang sangat keras seperti ini.
"itu jadi urusan gua! Lu ingat apa yang gua omongin sama lu kan? Lu ga sendiri bin, masih ada gua yang selalu ada buat lu. Gua ga mau lu terlalu berlarut di dalam kesedihan lu yang membuat sikap lu jadi berubah seperti ini. Gua tau ini berat banget buat lu, tapi gua disini b ? Gua harap lu mau nganggap gua ada sebagai sahabat lu, yang selalu mensuport lu, apa pun yang mau lu lakuin bakal gua dukung b ? Tapi ga kayakgini! " frustasi Sean.
"gua ga pernah minta lu buat selalu dukung gua. Ini hidup gua, lu ga berhak ikut campur sama kehidupan gua! Apapun yang mau gua lakuin itu hak gua! " dengan dingin Bintang membalas ucapan Sean, dan berjalan meninggalkan Sean.
'Bagaimana cara nya buat lu balik kayak dulu lagi b ? Setidaknya dulu lu masih manusiawi' bathin sean
.
.
.
Seperti sebelum-sebelumnya Bintang akan berdiam diri di dalam kamar ibu nya itu. Merenungi setiap saat yang ia lalui tanpa sang ibu. Hingga tanpa sengaja matanya melihat sebuah map terselip di antara buku-buku milik ibunya. Di dorong dengan rasa penasaran, akhirnya Bintang meraih map tersebut. Tangannya mulai membuka map dengan warna coklat muda itu. Seketika mata Bintang membola melihat apa yang tertulis di sebuah kertas yang terdapat di dalam map itu.
Itu sebuah kertas kontrak. Kontrak ibu nya dengan sang nenek. Kontrak yang menjelaskan alasan mengapa sang ibu membawa nya pergi menjauh dari kehidupan sang nenek. Kontrak yang menjelaskan semua pertanyaan yang selama ini tidak berani ia tanyakan pada sang ibu. Semua pertanyaannya akhirnya terjawab dengan sebuah kertas kontrak itu.
"ternyata selama ini.. "
Bintang tak melanjutkan perkataannya, dalam hati ia merasa sakit. Ternyata nenek nya sendiri berusaha membuangnya, membuatnya terpisah dari sang sepupu. Dan sekarang ibu nya sudah pergi meninggalkannya sendiri. Hati nya hancur menerima semua kenyataan ini. Bagaimana bisa sang nenek yang ia ketahui sangat menyayanginya itu tega membuangnya. Dalam hati Bintang bertekad akan membuat nenek nya kembali menyayanginya, kembali menyadari adanya dirinya.
Ya. Bintang akan berusaha sekeras apapun itu untuk mendapatkan kembali Kasih sayang sang nenek.
.
.
.
"nyonya, saya mendapat kabar kalau Rani sudah meninggal dunia dalam kecelakaan sebulan yang lalu" sambil menyerahkan beberapa berkas kepada wanita yang di panggil nyonya itu
Asisten Rasti -wanita paruh baya yang di panggil nyonya-itu memberikan kabar terbaru mengenai mantan menantunya itu.
Rasti selalu mengawasi Rani semenjak ia menyuruh menantunya itu pergi meninggalkan rumah besar nya. Alasannya bukan karna ia ingin tau bagaimana perkembangan Bintang, cucunya. Tetapi ingin memastikan apakah Rani tidak melanggar semua perjanjian mereka yang sudah di tuliskan dalam sebuah kertas kontrak. Hingga saat Rani sedikit saja melanggar perjanjiannya. Ia dengan senang hati akan mencabut semua dana yang dia berikan untuk Bintang.
"Lalu bagaimana dengan anaknya? " Rasti mulai bertanya kepada asistennya itu
"Bintang terlihat sangat terpukul dengan kepergian Rani, nyonya"
"terus awasi anak itu"
Bahkan Rasti tidak tergugah hatinya mendengar kabar cucu yang sangat di sayangi nya dulu itu. Untuk menyebut namanya saja Rasti seakan enggan.
"Baik nyonya"
Ucap asisten yang merupakan seorang lelaki yang masih bisa di bilang muda tersebut
"sekarang kau boleh pergi" final Rasti
Sang asisten pun mulai berjalan keluar meninggalkan ruangan tempat pertemuannya dengan nyonya besar nya itu.
"Aku tak pernah tau ada seorang nenek yang begitu tega pada cucu nya sendiri" gumam Tristan yang merupakan asisten Rasti itu.
"selamat pagi tuan Langit" ucap Tristan saat melihat Langit berjalan kearah nya
"Pagi Tris, kau baru menemui nenek? "tanya nya pada Tristan
"Ya, ada sedikit urusan pekerjaan"
"baiklah, aku juga ingin bertemu nenek. Apa ia masih di dalam ruangannya?
"Ya tuan, nyonya masih ada di dalam"
"ah Tris, sudah berapa kali ku bilang jangan memanggil ku tuan. Aku terdengar sangat tua" ucap Langit sambil terkekeh pelan
"Tapi itu terdengar tidak sopan jika saya memanggil anda tanpa ada embel tuan. Dan lagi nyonya besar bisa sangat marah jika saya memanggil cucu nya hanya dengan sebutan nama saja" balas Tristan sopan
"ah, setidaknya saat kita berdua seperti ini kau bisa memanggil ku dengan namaku saja, lagipula umur kita tidak berjarak terlalu jauh"
"baiklah kalau begitu" tidak ingin berdebat lebih jauh dengan anak majikannya ini, Tristan pun akhirnya mengikuti keinginan tuan muda nya itu
Tersenyum Langit dan mengangkuk pelan sembari memukul bahu Tristan pelan, Langit berjalan melewati nya menuju ke tempat ruangan nenek nya berada.
Tristan menatap punggung pemuda itu, berpikir apakah yang akan di lakukan Langit jika anak itu tau apa yang sebernanya terjadi pada adik sepupunya itu.
Mangangkat bahu acuh Tristan pun mulai melangkah kan kaki nya menjauh keluar dari rumah besar itu.
"Nek, apa kau sibuk"
Melihat cucu nya memasuki ruangannya, Rasti dengan cepat menutup berkas dari asistennya yang berisi tentang kabar terbaru Bintang dan menyimpannya pada laci meja kerja nya tak lupa mengunci laci tersebut
"ya masuk lah sayang, nenek sedang tidak sibuk sekarang. Hanya memeriksa berkas yang di bawa oleh Tristan tadi" ucap nya sambil tersenyum lembut kepada cucunya itu.
"Ada yang ingin aku tanyakan kepada nenek"
"bertanya apa sayang? "
"ini soal Bintang"
Dahi Rasti mengkerut mendengar Langit lagi-lagi menanyakan Bintang padanya. Anak itu tidak pernah menyerah bertanya tentang Bintang padanya
"Nenek tau kan dimana Bintang berada? " tanya nya to the point pada Rasti
"Sudah berapa kali nenek katakan, nenek sama sekali tidak tau keberadaan Bintang dan mama nya itu. Mereka pergi begitu saja tanpa memberitahu nenek kemana mereka akan pergi" jawab Rasti terdengar tidak suka
"aku harap nenek tidak berbohong tentang ini"
Langit memilih meninggalkan ruangan neneknya itu dengan kesal. Lagi-lagi sang nenek tidak ingin memberitahunya tentang keberadaan Bintang.