Penganten Baru

24.1K 598 23
                                    

haiii,

mohon maaf lahir batin, soal keterlambatan yang teramat sangat. tapi ini semua demi cita-cita *dangdutan, jadi alasan saya kali ini karena magang -lagi dan ditambah harus nyusun laporan yang sampe hari ini masih belum ada perkembangan yang signifikan. mohon dijadikan maklum. hehe

setelah ini juga, saya masih nggak tau cepet lanjut apa enggak soalnya masih ngejar deadline nyelesaiin laporan biar bisa mudik sebelum lebaran, karna pasalnya saya terancam mudik H-3 lebaran T.T, *curcol.

nggak banyak-banyak ngomong lagi deh, makasih buat jejak2 di part sebelumnya dan mohon maaf sekali lagi untuk keterlambatan dan ceritanya yang semakin geje. hehe

Happy Reading :*

Kifa pov

Pagi ini terasa lebih berat dari biasanya, rasanya seperti ada yang memelukku erat dan bergerak-gerak di punggung telan– sebentar, aku langsung duduk dan membuat seseorang yang sedang asyiknya mengusap-usapkan kepalanya dipunggungku tersentak lumayan keras.

“kak Ivan ngapain?!” jeritku histeris.

“emmhh?” jawabnya dengan mata masih separo terbuka sebelum akhirnya terbuka seluruhnya dengan ekspresi terkejut yang luar biasa.

“Aaaaaaa!!!!” jeritku begitu menyadari bahwa Kak Ivan sedang tersipu melihat dadaku yang terang-terangan ada dihadapannya.

“untung di hotel.” Ujarnya pelan lalu memakai pakaiannya dan masuk ke kamar mandi, aku masih syok untuk beberapa saat sampai tersadarkan oleh bunyi debuman pintu yang ditutup.

“Jadi semalam–“ aku tak sanggup menyelesaikan kata-kataku. Ku intip lagi bagian tubuhku yang kututup dengan selimut dan di sana –di beberapa bagian, terdapat bercak merah dengan bentuk abstrak yang bertebaran.

“Kak Ivaaaannn!!!” jeritku frustasi, rasanya pengen nangis kalo kaya gini. Kok bisa aku nggak sadar sih semalam ngapain aja sama dia? Aku masih duduk diam diatas kasur dengan selimut besar yang menyelimuti seluruh tubuhku.

“apa sih teriak-teriak mulu? Mandi sana keburu subuh.” Ujarnya tiba-tiba lalu membuka koper kami untuk mencari ganti.

“apaan nih? Kok bisa jadi gini?” tanyaku masih panik.

“apanya yang gini?” tanyanya bingung sambil memandangku.

“kenapa merah-merah gini.” Tanyaku sambil mengintip bercak merah di balik selimutku.

“itu namanya seni.” Jawabnya acuh lalu kembali ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.

“aku jadi ngerasa ternoda deh.” Ujarku dramatis.

“itu namanya ibadah suami istri.” Jawabnya tiba-tiba yang membuatku langsung memalingkan muka karena malu.

Setelah sholat subuh kami memutuskan untuk langsung berkemas, rencananya nanti malam Kak Ivan mau mengadakan syukuran pernikahan kami khusus untuk teman-teman kuliahnya dan teman-teman kuliahku. Aku saja nggak bisa bayangin gimana jadinya kalau teman-teman autisku itu ada di acara itu, hancur sudah reputasiku.

.

.

.

Sorenya kami sudah berada di salah satu rumah makan yang sengaja dipinjamkan kakaknya kak Ivan untuk menjamu sahabat-sahabat kami, aku ikut sibuk mempersiapkan apa-apa saja untuk acara malam ini.

“mbak, kursinya dilebihin dong takutnya nanti kurang. Jangan dibikin pas sama undangan.” Pintaku pada pengelola rumah makan ini, yah kan tradisi juga kalo yang diundang satu orang yang dateng ntar jadinya minimal dua orang, soalnya bawa pacar atau gebetan.

Call It LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang