Nol - Courage

74 19 0
                                    

Seoul, 2014

Lelaki itu menyesap rokoknya dengan berat dan menghembuskannya lebih berat lagi di pinggir taman Han River, rambut hitam gelapnya berantakan, hoodie hitam dan jeans sobek-sobeknya itu cukup membuat penampilannya tampak seperti orang yang sedang stres cukup berat. Ya, namanya Ong Seongwoo, dan ia memang sedang stres berat. Seongwoo tak akan menyentuh rokok jika ia tidak sedang berada di posisi dimana ia sangat bingung atau depresi.

Pikirannya melayang pada orang tuanya yang berada di Incheon serta karirnya yang masih belum mendapat buah apapun. Seongwoo mengacak-acak rambutnya dan berteriak cukup kencang. Untungnya, saat tengah malam seperti itu, tak ada banyak orang yang berlalu-lalang.

Seongwoo kembali menyesap rokoknya hingga tiba-tiba seorang gadis berambut hitam lurus panjang datang duduk disampingnya. Seongwoo begitu terkejut hingga nyaris terpental ke samping. Gadis itu menurunkan masker hitamnya hingga dagu, tangannya bergerak menancapkan sedotan pada susu strawberry, dan mulai meminumnya tanpa berkata sepatah katapun.

Seongwoo yang masih bingung hanya terus menatap gadis yang mengenakan hoodie oversize dan celana pendek—yang hampir membuat Seongwoo mengira gadis itu tidak memakai celana.

Gadis itu menghela napas lega setelah beberapa teguk susu strawberrynya. "Samchon," ucap gadis itu lagi-lagi membuat Seongwoo terpental kaget. "Aku tidak kuat asap rokok," lanjutnya membuat Seongwoo menyingkirkan rokoknya yang memang tinggal sedikit.

"Tunggu," cegat Seongwoo di tengah ia menyingkirkan batang rokoknya ke tanah. "Samchon? Kamu manggil aku samchon?" Seongwoo menunjuk dirinya sendiri sambil terus menoleh kearah gadis yang tak ia kenali itu, membuat gadis itu otomatis menoleh kearahnya, dan tersentak kaget.

"W—Wow, ganteng," ujar gadis itu dengan wajah terkejutnya. Seongwoo terdiam sesaat dengan pipi yang sedikit memerah karena malu—akan pernyataan gadis yang sangat blak-blakan itu. "Aku kira sudah tua karena dari belakang, kau tampak sangat depresi. Seperti bapak-bapak yang baru saja kehilangan pekerjaan." Seongwoo lagi-lagi terdiam setelah mendengar ucapan gadis itu, hingga ia menopang tubuhnya dengan kedua tangannya dibelakang, menghela napas panjang.

"Kamu mungkin belum tau rasanya putus asa dan merasa semua cita-citamu hancur," Seongwoo tanpa sadar melontarkan semua isi hatinya pada gadis itu. Dan gadis itu hanya terus memandangnya sampai ia selesai bercerita. Seongwoo yang selesai bercerita mulai sadar—setelah tak ada jawaban apapun dari gadis itu, dan rasanya ia ingin menghapus diri sendiri saat itu juga. Bagaimana bisa ia bercerita pada seseorang yang bahkan ia tidak tahu namanya?

"Ah, lupakan saja, lupakan!" Seongwoo kemudian menoleh kearah gadis yang ada di sampingnya itu, dan beberapa saat kemudian gadis itu tersenyum cerah hingga kedua bola matanya menghilang—membuat Seongwoo, entah mengapa, bersemu merah.

"Ayo, tarik napas!" Gadis itu tiba-tiba memberi aba-aba, dan lucunya, Seongwoo mengikuti aba-aba itu secara refleks. "Lepas...," lanjutnya dan Seongwoo terus mengikuti. "Percaya diri dong! Orang ganteng kaya gitu kok pesimis. Cepat atau lambat, samchon pasti bakal terkenal sampai-sampai aku kalah!" Gadis itu tertawa renyah pada ucapannya sendiri.

"Kamu juga seorang trainee?" Gadis itu membalas dengan anggukan semangat.

"Beberapa bulan lagi, aku akan debut sebagai yang termuda."

"Ah, pasti sangat menyenangkan," ucap Seongwoo terdengar sedih lagi. Gadis itu menyenggol bahunya pelan.

"Memang sangat menyenangkan, tapi tetap ada kemungkinan aku akan gagal debut tau," tutur gadis itu tanpa memandang Seongwoo. "Tapi, yah, memang begitulah hidup, kan? Kalau kita terus-terusan naik, engga bakal ada serunya sama sekali!" lanjutnya kemudian terkekeh sendiri. Seongwoo hanya terus menatapnya dari samping, tanpa membuka bicara.

Sepertinya Seongwoo salah mengira bahwa gadis itu belum mengerti sama sekali pahitnya hidup. Dari postur serta ekspresinya sekarang ia seperti dapat merasakan segala rasa sakit yang sudah dihadapi gadis tersebut, hingga kedua bola mata Seongwoo menangkap sebuah luka di sisi kiri kaki gadis itu, tepat di bagian atas garis sepatunya berakhir. Tanpa pikir panjang, Seongwoo merogoh saku jaketnya dan mengeluar sebuah band-aid berwarna coklat polos dan menempelkannya di bagian luka gadis itu tiba-tiba. Tentunya membuat gadis mungil itu terkejut.

"Ah, aku engga sadar ada luka disitu juga," ujar gadis itu kemudian. Dan benar saja, setelah menempelkan band-aid tadi, Seongwoo dapat menangkap beberapa bekas luka atau band-aid lain yang menempel di sisi kanan kakinya. "Terima kasih, samchon!" Seongwoo mengacak-acak rambutnya kemudian tanpa membuka mulut sedikitpun.

"Apa nama girlgroupmu nanti?" Seongwoo mengalihkan topic suram mereka.

"Rahasialah! Biar surprise! Biar ku beritahu, agensiku Woollim Entertainment," jawab gadis itu begitu semangat hingga Seongwoo tertawa kecil.

"Haruskah ku beritahu juga agensiku?"

"Tentu, karena kayanya lebih baik kita engga bertukar nama,"

"Kenapa gitu?"

"Entahlah, aku punya firasat buruk?" jawab gadis itu terdengar ragu juga sambil mendongakkan kepalanya.

"Baiklah, Fantagio," Seongwoo mengulurkan tangannya dan gadis itu menjabat tangannya dengan senyuman lebar.

***

Gadis dengan sweater oversize berwarna putih dengan beanie hitam itu duduk di pinggir taman Han River malam itu, Jung Yein namanya. Yein melipat dan memeluk kedua kakinya sembari menatap botol plastik kecil berisi air gelembung sabun. Malam semakin larut hingga ia mendengar suara langkah mendekat. Yein otomatis menolehkan kepalanya, bertemu pandang dengan lelaki berhoodie hitam dengan celana sobek-sobeknya seperti malam lalu. Apa dia tidak berganti pakaian?

"Samchon!" Yein berseru pelan sembari menurunkan masker hitamnya dibawah dagu, memamerkan senyuman lebar hingga kedua matanya melengkung seperti pelangi. Lelaki itu tampak terkejut namun kemudian duduk disamping Yein tanpa bersuara.

Yein segera menyodorkan gelembung sabun yang sedari tadi ia genggam beserta alat peniupnya yang terbuat dari rotan. Lelaki itu tampak bingung namun menerimanya dengan ragu. "Kamu manggil aku samchon tapi memperlakukanku seperti anak kecil?" Alis lelaki itu diangkat satu dengan heran.

"Heish, bukan kaya gitu," Yein merampas kembali gelembung sabun hasil buatannya sendiri itu. Mencelupkan alat peniupnya ke dalam air gelembung berwarna sedikit pucat itu. "Kalau samchon stres atau depresi pasti ambil rokok kan? Yang ada samchon nyakitin diri sendiri itu. Makanya, tiup gelembung," jelas Yein mengarahkan lubang peniup itu didepan lelaki yang masih memasang wajah heran luar biasa. Namun mengikuti ucapan Yein, lelaki itu meniup hingga gelembung-gelembung sabun berterbangan di sekitar mereka.

"Semua pikiran berat samchon bakal terbang bersamaan gelembung-gelembung itu," ujar Yein tersenyum sambil menyodorkan kembali botol berisi air gelembung itu pada trainee Fantagio itu.

"Kamu bikin ini buat aku?" Yein mengangguk dan lelaki itu memasang senyum yang membuat Yein segera menyekanya.

"Jangan kepedean,"

"Tapi, ngapain juga kamu kesini? Gimana kalau aku tadi engga dateng kesini coba?" Lelaki itu berusaha menggoda Yein lagi meski dengan sedikit kekhawatiran di nada bicaranya.

"Buktinya samchon kesini, ngapain hayo? Nyamperin aku kan? Kalau aku engga kesini gimana hayo?" Yein membalasnya tak ingin kalah.

"Tapi, akhirnya juga ketemu," ujar lelaki itu menutup pertengkaran mereka dan tertawa cukup lebar. Cukup lebar hingga Yein dapat melihat matanya membentuk garis lengkung yang manis.

Dan setelah itu, mereka terus bertemu pada malam hari di pinggir taman Han River di posisi yang sama. Tanpa harus membuat janji, tanpa harus mengetahui nomor satu sama lain, atau bahkan nama. Mereka terus berbagi segala hal yang mereka alami dan tanpa sadar menyemangati satu sama lain. Sampai tibalah minggu sebelum Yein akan debut.

Lelaki itu kini duduk sendiri lagi di pinggir taman Han River, yang berbeda adalah tak ada lagi uang yang ia buang untuk sebatang rokok dan gelembung terus membuat hatinya merasa damai. Seongwoo tersenyum pada bintang di malam itu, yang ia yakini salah satunya adalah gadis kecil yang sangat suka mengomelinya sedang berjuang untuk bersinar di tengah kota Seoul yang pahit ini.

I'll be there soon or later, we'll definitely meet again.

***


11:11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang