2

246 15 0
                                    

Seorang pemuda duduk di mini bar club ternama di Jakarta. Ditemani dengan segelas wine yang baru saja diantar oleh seorang barista. Ia mengambil handphone yang berada di dalam saku celananya. Ia menghubungi sesorang setelah mendial beberapa nomer.

"Hallo." Ucap sesorang disebrang telepon.

"Jalan Anggrek. Malam ini jam 11 malam." Ucap pemuda itu.

Sebelum sesorang disebrang sana menjawab, sambungan sudah diputus oleh pemuda itu.

"Maa~." Panggil Azelia kepada sang ibu.

"Hmm, ada apa?" Tanya Dera-mamanya. "Azel mau pindah sekolah." Ucap Azelia yang mendapat delikan dari Dera dan Aldi-papanya.

"Serius?!! Kenapa tiba-tiba pindah??" Tanya Aldi. "Emmm-".

"Am em am em. Kenapa mau pindah? Bukanya seneng kamu mama daftarin disana??" Tanya Dera. "Bu-bukan begitu ma, pa." Sela Azelia. "Teruss??" Tanya Dera dan Aldi kompak.

"Ya itu."

"Ya itu apa?? Kamu kalau ngomong yang bener dong Zel, bikin bingung papa sama mama aja." Ucap Aldi.

"Itu, kemaren Tesya bilang katanya di SMU pradijaya angker." Terang Azelia. "Azel-Azel. Semua sekolah ya pasti angker lah. Asal kamu gak ganggu penghuninya aja pasti aman kok." Ucap santai Dera.

"Bukan itu aja ma, Tesya juga bilang katanya di SMU pradijaya pernah terjadi pembunuhan." Lanjut Azelia.

Mendengar penuturan putrinya, sontak Aldi dan Dera tertawa karena ucapan putrinya itu. Di zaman modern seperti ini, mana mungkin ada pembunuhan??

"Pembunuhan?" Ulang Dera dan Aldi. "Iya." Ucap Azelia dengan raut wajah polosnya. "Hahahaha, kamu ini ada-ada aja." Ucap Aldi dengan tawanya yang khas.

"Ih papa!, Azel seriuss." Kesal Azelia.
"Iya-iya. Terus kalau ada pembunuhan kenapa? Itu kan dulu. Mana mungkin sekarang ada, pasti itu pembunuhnya udah ditangkap sama polisi." Ujar Aldi.

"Tuh Zel dengerin kata papa kamu. Lagian kalau kamu minta pindah sekolah, kamu mau sekolah dimana?" Ujar Dera. "Ya-ya gak tahu juga sih ma."
"Yaudah, kalau gitu hilangin tuh pikiran negatif kamu. Biar gak takut nanti kalau udah sekolah." Ucap Dera yang diangguki Azelia dengan pasrah.

"Sekarang kamu naik keatas, terus tidur. Gak usah mikirin hal hal yang  begituan. Paham darl." "Yes mom." Ujar Azelia lalu berlalu menaiki tangga kamarnya.

"Sudah kamu dapatkan siapa pemilik darah biru itu?" Tanya seorang wanita tua dengan keriput diwajahnya.

"Sudah mom." Bals seorang gadis dengan seringai diwajahnya. "Bagus. Segera bawakan dia dihadapanku." Ujarnya. "Itu masalah muda sayang. Biar itu menjadi urusanku. Bukankah dia akan satu sekolah denganmu honey?" Tanya seorang pria dengan wajah seramnya. "Yes dad. You're right."

"Persiapkan dirimu mulai dari sekarang honey, tidak mudah mendapatkan gadis berdarah biru itu, banyak yang menjaganya." Teranf pria tersebut. "Tentu, itu masalah mudah bagiku. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja, gadia itu akan segera kuserahkan padamu."

"Good." Ujar wanita tua itu

"Kalau gue gak pindah sekolah, takutnya apa yang diceritain Tesya bener lagi. Gak mau gue kalau jadi korban selanjutnya." Gumam Azelia ketika berada didalam kamarnya. Sedang asyik-asyiknya melamun, terdengar suara gedoran pintu yang amat keras.

"DEKK!." Teriak seorang pemuda didepan pintu kamar adiknya. Dengan gerakan malas, Azelia keluar dengan raut kesalnya. "Apaan sih bang, ganggu gue aja sih lo." Ucap Azelia.

Tak menghiraukan ucapan sang adik, pria tersebut berucap. "Lo lihat gulungan kertas dikamar gue gak?" Tanya pemuda tersebut. "Gulungan kertas?" Ulang Azelia yang diangguki pemuda tersebut. "Iya, gulungan kertas yang ada pita warna merahnya." Ucap Gio, kakak Azelia tersebut.

Ingat akan apa yanh dikatakan kakaknya, Azelia berseru heboh. "Ohh, gulungan kertas yang isinya surat cinta buat kak Terre ya? Hahahaha... ternyata oh ternyata, abangku ini bisa jatuh cinta juga toh hahaha." Ujar Azelia namun dengan nada mengejek.

JTAKKK!

Karena kesal mungkin, hingga akhirnya Gio menjitak kepala adiknya, "Lo anak kecil diem aja, lo mana ngerti urusan orang dewasa." "Gue udah gede tauuu. Nyatanya sekarang tinggi gue udah 156," ujar Azelia bangga. "Tinggi 156 aja bangga. Lo kalau dideket gue juga masih tinggian gue jejel." Ucap Gio dengan menyebut nama Azelia dengan panggilan 'jejel'. "Bodo amat." Ujar Azelia lalu beralalu ingin meninggalkan Gio, namun sebelum itu, baju belakang Azelia sudah ditarik terlebih dahulu oleh Gio.

"Apa lagi sih bang??" Tanya Azelia. "Gulungan kertasnya mana?" Ujar Gio. "Udah gue jadiin bungkus buat kasih makan kucing tadi." Ujar Azelia dengan santainya yang mendapat pelototan dari Gio. Namun, sebelum Gio sempat berucap, pintu kamar Azelia sudah ditutup dengan gebrakan yang sangan keras. "Masyaallah, punya adik cewek kok gini amat ya, untung cuma satu. Gak bisa bayangin gue kalau punya dua adik kayak gitu." Ujar Gio dengan menggelengkan kepalanya. Sadar akan apa yang Gio inginkan, Gio kembali berteriak didepan pintu Azelia.

"DEKKK!, MANA GULUNGAN KERTAS GUE!, BALIKAN GAK? GUE SUMPAHIN LO JOMBLO SEUMUR HIDUP." Teriak Gio dari depan pintu kamar Azelia. Tak terima akan sumpahan kakaknya, Azelia membalas. "SEBELUM GUE YANG JOMBLO, BAKALAN LO DULU BANG YANG JOMBLO."

cip cip cippp.
Yipiii.. ikuti terus ceritanya. Okayyy

Sssttt...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang