Prolog.

7.7K 108 17
                                    

Para siswa berbondong - bondong berjalan menuju kantin. Mereka tampak senang, seperti biasanya, bell istirahat lebih banyak di tunggu oleh kaum - kaum siswa jika sekolah hanya sebagai rutinitas.

" Boim! " panggil Zein, kini jarak mereka dari bangku depan sampai belakang, sekitar tujuh meter. " Boim! " panggilnya lagi. " Boim! " Laki - laki itu mulai mengendus kesal.

" Boim bolot! " teriaknya, membuat satu kelas melihat ke arahnya. Ada beberapa temannya yang terganggu dengan teriakan Zein.

" Biasa aja dong! " Sewot salah satu teman kelasnya. Bahkan ada yang melirik sinis ke arah Zein.

Melihat teman - temannya merasa terganggu, dia hanya meringis menatap teman kelasnya. Mengacungkan kedua jarinya menandakan perdamaian.

" Kenapa, Zein? " Boim melihat ke arahnya.

" Kantin. " Jawabnya singkat, kelas yang perlahan mulai sepi. Hanya ada beberapa siswa saja yang berada di dalamnya.

" Yok! " Boim bangkit, berjalan keluar kelas.

" Ayok, Den." Ajak Zein pada teman sebangkunya, Alden.

Mereka bertiga beranjak pergi ke kantin, tempat di mana memanjakan perut. Jika, banyak siswa menyukai kamar kecil sebagai markasnya. Berbeda dengan mereka, lebih suka kantin jadi tempat sasarannya. Setelah sampai mereka melangkahkan kaki ke kantin. Ada tiga gadis sedang menikmati makanan di salah satu tempat.

" Ekhem, ini tempat gue. Pindah dong. " Usir Alden, melihat salah satu gadis yang berada di depannya. Namun dia seakan - akan tidak mendengar dan melanjutkan makan siangnya, tampaknya mereka sudah terbiasa dengan hal tersebut.

" Nggak denger ya, Neng? " Saut Zein. " Apa mau gue pindahin hm? " Godanya, lagi - lagi gadis itu sama sekali tidak menoleh.

" Kanza, Alesha, ayuk pindah. Dari pada kita di recokin sama mereka." Salah satu dari mereka berbisik. Melirik ke arah Zein.

" Gue denger loh." Tiba - tiba Zein mengeluarkan senyum ganjennya menatap Luna.

" Apa sih Zein, malu dong udah mau kelas tiga. Belajar dong, jangan ganjenin anak orang mulu." Celetus Luna, membuat teman yang berada di dekatnya tersenyum.

" Bodo amat, udah sono pindah. " Balas Zein, dengan gaya belagunya.

" Woo! Di bilangin." Saut Alesha.

Zein melirik melihat cewe yang sedari tadi hanya tersenyum. Membuatnya sejenak terdiam. Dari dulu nggak ada berubah - berubahnya nih cewe, pikir Zein.

" Yaudah, kita kantin sebelah aja, lagian gue baru pengen makan bakso." Ajak Zein pada kedua temannya, membuat Boim dan Alden heran.

" Yakin lu, tumben banget. Biasanya paling suka ngusir - ngusir gitu." Kata Boim dengan polosnya.

" Lu kira gue rentenir, yang tiap orang nggak bisa bayar utang main ngusir - ngusir aja." Jawab Zein, sedikit menyenggol siku Boim sewot.

" Ah, kebanyakan nonton sinetron lu. Cuma di tv doang itu mah, gue tau kelanjutannya. Habis di usir terus di dorong di luar, terus tiba - tiba nggak tau dari mana datang hujan yang sangat lebat." Terocosannya membuat orang - orang yang mendengarnya mengikik geli.

" Iye, membasahi dunia. Udah ah, ayok! " Potong Zein, dan melangkahkan kakinya berpindah kantin.

" Dasar cowo drama." Gumam Kanza setelah melihat tiga sekawan beranjak berpindah kantin. Tidak di sangka teman sebelahnya mendengar perkataannya.

" Lu bilang apa tadi, Za? " Tanya Luna padanya.

" Cowo drama." Jawab Kanza, dengan melahap makanan yang ada di depannya secara perlahan.

" Tapi, menarik juga loh tuh Zein." Kata Luna.

" Tukang gombal gitu? Hmm enggak deh." Jawab Kanza.

" Tapi gue nggak pernah liat tuh dia gandeng cewe." Saut Alesha.

" Tau deh, kenapa kita bahas dia sih." Kanza berkata, dan melanjutkan makannya. " Lagian itu juga bukan urusan kita kali."

Mendengar hal tersebut, kedua temannya hanya mengangguk - ngangguk lalu tersenyum.

Mereka satu sekolahan, hanya mengerti namun tidak saling dekat. Itu yang biasanya terjadi di sekolah, jika satu angkatan terbagi beberapa kelas.

---

Siswa dan siswi mulai merapikan buku dan bersiap - siap untuk pulang menuju ke rumah masing - masing. Tidak lama terdengar alunan musik yang setiap jam pulangnya selalu di putar.

Seperti biasanya, Zein selalu asik memainkan handphone pada saat jam pelajaran, bahkan sampai bell pulang berbunyi.

" Mau langsung pulang atau main dulu nih? " Boim membuka obrolan.

"Iyaaa." Jawab Zein seadanya, sembari bermain handphone.

" Iya apa nih, tolol mainan handphone terus. Pulang aja lah gue." Ketus Boim, melangkah keluar kelas.

" Gue duluan ye, gue ada janji sama temen." Alden menepuk bahu Zein yang masih asik mainan handphone di kelas, lalu mengikuti Boim keluar.

Zein masih asik main handphonenya. Hingga tidak sadar dia seorang diri di dalam kelas. Asik dengan gamenya, sesekali melirik sekitar kelas. Lah sepi, pikirnya di sela keasikannya.

Setelah selesai bermain game, dia mulai memasukan buku satu per satu di dalam tas ranselnya. Sesekali melihat seluruh isi dalam kelas, tidak ada suara, sangat sunyi. Hanya terdengar teriakan - teriakan tipis siswa dari luar kelas.

" Dih, ngeri." Zein bergumam bangkit dari tempat duduknya, bergegas keluar kelas.

Saat Zein melangkahkan kakinya di antara pintu kelas, dia bersimpangan dengan seorang gadis. Hampir saja menabraknya.

" Eh, ketemu lagi." Zein menunjukan sederet giginya pada gadis itu.

" Iya." Gadis itu hanya tersenyum tipis. Tetap berjalan pelan menuju tangga turun dekat lapangan. Zein mengikuti langkah kakinya.

" Lu sendirian aja Za, Luna sama Alesha kemana? Biasanya sama mereka kan? " Tanya Zein pada gadis itu, yang baru saja dia temuinya di kantin tadi siang, yaitu Kanza.

" Dia udah pulang, kebetulan gue tadi di perpus dulu cari novel yang bagus." Jawab Kanza, menunjukan novel yang tengah dia pegang.

" Hei, kak Zein." Sapa salah seorang gadis yang melintas di depannya. Membuat Zein menoleh ke arahnya, lalu tersenyum.

Kanza melihat hal tersebut menggelengkan kepalanya. " Begitu terkenalnya ya lu, sampe siswi baru aja kenal." Kata Kanza.

" Lu juga terkenal, lu kan siswi favorit di mata guru - guru. Sedangkan gue? "

" Lu juga favorit kok, di mata gadis - gadis di sekolah ini." Ejek Kanza, tertawa kecil.

Zein mengangkat satu alisnya, lalu tersenyum. " Emm, walaupun gitu, lu kok yang selalu favorit di hati gue."

" Apa sih Zein, nggak cape apa godain semua cewe satu sekolahan? "

" Enggak dong." Zein meringis melihat Kanza, yang mulai berjalan cepat.

" Mending banyak - banyak belajar deh lu." Kanza menggeleng - gelengkan kepalanya. " Gue duluan ya, udah di jemput." Kanza tersenyum. Membuat Zein yang melihatnya ikut tersenyum.

Pertemanan keduanya tidak begitu dekat, hanya saling tau dan mengerti. Zein yang di kenal sebagai cowo playboy, raja drama, dan jago gombal. Berbeda dengan Kanza, gadis multi talenta di sekolahan, membuat guru - guru menyeganinya.

" Kanza Kanaya." Batin Zein, tersenyum menatap gadis itu dari belakang. Zein berhasil melirik nama panjangnya yang tertulis di seragam gadis tersebut.

DUA RAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang