Goresan 2

53 4 0
                                        

"Semua melebur menjadi satu dalam sebuah titik. Titik yang tidak pernah bisa Feronicha hilangkan."

"JADI, mama ingin buah apel atau anggur?" tanya Feronicha, mengerling buah apel dan anggur bergantian. Saat ini dia tengah berada di sebuah swalayan, membeli beberapa persediaan bahan makanan yang sudah habis di rumahnya.

"Terserah kamu, sweet," jawab Dian Saraswati di ujung sana.

Feronicha menganggukkan kepalanya kemudian berdehem pelan. "Baiklah," ucapnya. "Ada lagi?"

"Tidak, hanya itu saja, sweet," kata Dian lembut.

Feronicha menganggukkan kepala sekali lagi, mengerti. "Oke," sahutnya. "Aku tutup teleponnya, Ma. Bye!"

"Bye, Ra."

Feronicha memasukkan kembali ponselnya setelah Dian memutus sambungan. Dia memandang buah apel dan anggur penuh minat. Dahinya mengkerut menimang kedua buah itu. Keduanya merupkan jenis buah favorite-nya, bagaimana bisa dia memilih salah satunya.

"Oh, great. Pilihan yang sulit," gumam Feronicha.

"Buah apel saja."

Feronicha menoleh melihat Winda sudah berdiri disampingnya. Winda tersenyum hangat yang dibalas Feronicha dengan senyuman lebar. Saat ini Winda tampak lebih muda dengan dress cokelat keemasan yang dipakainya. Wanita itu memiliki selera yang berkelas.

"Hello, sweetheart," sapa Winda.

"Nice to meet you, Aunt," balas Feronicha.

"Me too."

Feronicha berdehem sebelum kembali menatap buah apel dan anggur di depannya. "Jadi, menurut Aunt, aku harus membeli apel?" tanya Feronicha, mengambil buah apel, mengamatinya. "Kenapa?"

Winda tersenyum lebar lalu mengambil beberapa buah apel dan menaruhnya dalam troli yang dia bawa.

"Sederhana, karena Aunt menyukai buah apel," jawab Winda, berjalan pelan sambil mendorong troli belanjaan menuju kasir.

Feronicha tertawa kecil mendengar jawaban Winda kemudian mengambil beberapa buah apel sebelum berjalan di samping Winda.

Setelah membayar total belanja mereka masing-masing, mereka segera keluar dari swalayan dan duduk di sebuah kedai coffee yang berada tepat di depan swalayan.

"Ngomong-ngomong, Aunt berbelanja sendiri?" tanya Feronicha, membuka percakapan.

"No! Aunt menunggu anak Aunt yang masih menemui temannya," jawab Winda, meniup hot coffee yang dia pesan.

Feronicha tersenyum mengerti, menyesap cappuccino ice sambil mengamati lalu lintas yang tampak ramai tetapi tidak terlalu padat. Mereka berdua memang memilih duduk di sebelah jendela kedai coffee, karena menurut Winda, di situ adalah tempat ternyaman untuk berbincang-bincang sambil meminum coffee.

Sudah lama Feronicha tidak merasa setenang ini, menikmati secangkir cappuccino ice favorite-nya sambil mengamati jalanan kota sore hari. Hal yang paling dia sukai sejak menempuh pendidikan di SMA hingga sekarang. Gadis itu memang menyukai sesuatu yang berbeda dari orang lain. Sebagian orang akan merasa pusing jika terlalu lama mengamati jalanan, tapi bagi Feronicha Diandra hal itu justru membuatnya merasa nyaman.

Seakan hiruk-pikuk dari kendaraan yang lewat membawa serta kepedihan yang diam-diam selalu dirasakannya.

"Lalu kamu sendiri?" Winda balas bertanya, tiba-tiba.

Sepasang Pena UsangWhere stories live. Discover now