[1]

713 68 10
                                    


"Aku sudah selesai." Shixun mengambil tisu di meja untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang sekiranya belepotan di sekitar mulutnya sebelum beranjak dari meja makan dengan cepat.

Kentara sekali ia berusaha untuk segera pergi dari meja makan. Pergi dari hadapan ayah, ibu, dan kakak laki-lakinya. Rasanya Shixun tidak ingin melihat wajah mereka semua. Terlebih tatapan cemas ibunya yang menurutnya begitu palsu.

"Kau tidak berpamitan pada orang tuamu?" suara bariton ayahnya menghentikan langkah Shixun.

Tanpa berusaha memutar tubuh atau menoleh, Shixun berkata singkat, "Aku berangkat dulu." Baru kemudian ia melenggang pergi setelah membenahi letak tas ranselnya yang hari ini kelihatan lebih menggembung dari biasanya.

"Ah, aku juga harus berangkat." Yifan meminum susunya dengan tergesa. "Ada rapat untuk event kebudayaan di kampus. Mungkin aku akan pulang terlambat. Makin sibuk." Yifan menyambar ransel dan kunci mobilnya.

"Ya. Hati-hati." Ayahnya berujar singkat.

Tapi lain cerita dengan ibunya.

"Shixun. Dia ... kau bisa berangkat dengan dia kan, Yifan?"

Yifan tersenyum. "Tentu saja, Ma. Tidak perlu khawatir." Yifan mencium kening ibunya lalu bergegas menuju mobilnya yang sudah keluar dari garasi.

Melaju dengan kecepatan pelan, Yifan bisa menemukan Shixun yang berjalan di trotoar. Gayanya masih sama; memasukkan dua tangan ke saku celana dengan telinga yang semuanya tersumpal headset. Laju mobil Yifan makin memelan hingga berhenti agak di depan Shixun.

Langkah Shixun terhenti. Tapi begitu ia tahu kalau itu mobil kakaknya, Shixun kembali melangkah. Mengabaikan seruan Yifan dari belakang kursi kemudi, serta berdecih tanda kesal. Diacuhkan begitu Yifan hanya bisa menghela nafas dan kembali melajukan mobilnya. Pelan, amat pelan, menyamai langkah lebar-lebar Shixun.

Shixun masih terus berjalan. Berlagak tidak kenal Yifan. Berlagak Yifan tidak ada di sana. Sampai tiba-tiba lengan Shixun ditarik paksa oleh Yifan yang entah kapan keluar dari mobil.

"Lepaskan aku!" Shixun berontak.

Tapi tenaganya yang belum seberapa jika dibandingkan kakaknya itu membuat perlawanannya tidak berarti. Tubuh jangkungnya dihempaskan di kursi depan. Bunyi auto-lock yang memenuhi ruang pendengaran Shixun membuat remaja itu menjejakkan kakinya kasar dan memukul dashboard mobil Yifan. Yifan yang melihatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mobil mulai melaju. Deru halusnya jadi pengisi hening.

"Kenapa kau suka membuang-buang waktu? Bukankah dengan berangkat bersamaku kau bisa hemat banyak waktu yang nantinya kau manfaatkan untuk menyalin PR yang belum selesai?" Yifan menggoda adiknya.

Shixun mendecih. Dari tadi tatapannya belum dialihkan dari luar jendela. "Jangan sok perhatian," katanya dingin.

Yifan menghela nafas pelan. Berusaha memahami. Berusaha tidak emosi.

Sebenarnya Shixun itu adik yang baik dan manis. Kalaupun ada kelakuannya yang nakal dan sedikit kurang ajar, itu wajar. Semuanya masih dalam batas wajar. Tapi Sehun mulai berubah―lebih banyak memberontak, lebih banyak membentak, lebih mudah marah, dan lainnya―sejak Shixun mengetahui fakta bahwa ia adalah anak angkat.

"Pulang jam berapa?" tanya Yifan.

"Kenapa memang?" pertanyaan dibalas pertanyaan. Hal yang lumrah dulunya, tapi sekarang terasa begitu berbeda.

"Kujemput."

"Tidak usah."

"Kenapa?"

"Kenapa kau begitu ingin tahu?" akhirnya Shixun menoleh. Menatap Yifan dengan kesal.

BONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang