a BAD purpose||1

6.3K 135 0
                                    

Letta duduk di pojok kantin, sendirian tanpa siapa pun di sampingnya. Tidak ada teman maupun sahabat yang akan kalian lihat, dia bukan tipe introvert ataupun senang menyendiri. Tapi memiliki teman dan diajak berteman adalah hal yang sangat mustahil bagi gadis itu. Hidupnya yang monoton, membuat dirinya tidak memiliki teman atau mungkin memang tidak ada yang ingin berteman dengannya.


"Lihat tuh si miskin sukanya menyendiri terus di pojokan."

Arletta mengangkat kepalanya, menoleh pada tiga orang siswi yang sedang berbisik-bisik sembari menatap ke arahnya. Mereka adalah Clara dengan kedua temannya---siswi paling populer di sekolah ini. Bukan hal yang aneh mereka bersikap seperti itu pada Letta, sudah hampir terbiasa dengan hal itu. Jadi Letta membiarkannya saja. Tapi dibiarkan seperti itu, mereka bukannya langsung diam malah semakin menjadi.

"Kampungan, cupu. Najis banget gue temenan sama cewek kayak gitu." Si cewek yang Letta ketahui sebagai teman satu kelasnya kembali mencacinya. Letta tidak tahu kenapa mereka begitu membenci dirinya. Letta tidak pernah membuat masalah? Yang ada justru merekalah yang selalu membuat masalah dengan Letta. Dibully dan dicaci maki habis-habisan sudah menjadi makanan Letta sehari-hari. Tapi meskipun begitu Letta tidak pernah membenci temannya, kalau merasa gerah dan lelah mungkin Letta pernah. Maklum dia juga manusia biasa yang terkadang ingin memaki mereka balik namun tidak berani. Ingin mengatakan kalau tidak seharusnya mereka seperti itu terhadap dirinya, di sini Letta ingin belajar, bukan mencari musuh. Tapi mereka justru memusuhinya tanpa sebab.

Arletta lagi-lagi memilih mengabaikan perkataan mereka dan kembali menundukan kepalanya dengan wajah serius dan pandangan sesekali menyipit tajam. Di depannya, tergelar sebuah koran terbitan hari ini, yang dibeli Letta pagi tadi. Mencari-cari lowongan kerja paru waktu yang bisa didapatkannya bagi seorang gadis SMA seperti dirinya. Dia sedang membutuhkan pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarganya. Kerja apa saja Letta mau. Menjadi penjaga toko, membantu-bantu di warteg atau menjual koran. Asal masih bisa mendapatkan uang dijalur yang baik, pasti akan Letta jalanin sepenuh hati.

"Norak koran aja dipantengin."

Tetap pada korannya, Letta membolak-balikan korannya tanpa mau memikirkan perkataan cewek itu. Dia diam, dan hanya sibuk dengan dirinya sendiri, menulikan segala pendengarnya. Seolah sunyi dan tak melihat cewek-cewek itu di sana.

Byurrrr...

Letta tidak menyadari ketika cewek yang membicarakannya tadi bangkit dari kursinya dan menyiram dirinya dengan segelas teh manis milik Letta sendiri yang diambilnya untuk menyiram dirinya.

"Aku salah apa?" Dia membasuh wajahnya yang basah. Seragam putih dan koran miliknya bahkan ikut-ikutan terkena imbasnya.

Tetapi cewek itu tidak menjawab, hanya tergelak melihat ketidakberdayaan Arletta. Disusul dengan dua cewek di belakangnya yang ikut-ikutan tergelak.

"Hahahhh parah lo!" sautan dari seorang siswa laki-laki terdengar. Tak berniat membantu Letta, malah ikutan tertawa setelahnya. Lalu disusul lagi dengan gelakan tawa dari yang lain. Seluruh isi kantin sudah mentertawakan Letta.

Mentertawakan Letta yang basah karena siraman teh manis. Pasti sangat lengket dan tidak enak sekali. Pikir mereka. Itu justru yang mereka senangi. Rasanya begitu bahagia melihat cewek yang selalu mereka bully terlihat lemah. Letta hanya bisa menunduk sembari meremas roknya. Mau melawan dan membalas, tapi merasa tidak bisa mengeluarkan kalimat sepatah katapun. Beginilah dia selalu menjadi yang tertindas di sekolahannya.

"Elo tuh kampungan, nggak pantes sekolah di sini, ngerti lo!" Cacian bernada pedas itu dialamatkan kepadanya. Ia tak berani mengangkat kepalanya untuk melihat cewek yang katanya paling beken di sekolah ini. Cewek berambut panjang dengan predikat keren memandang Letta penuh permusuhan. Perbedaan kasta membuatnya sombong.

a bad purpose (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang