a bad purpose || 13

1.3K 44 0
                                    

Letta membuka pintu mobil yang terparkir di dekat sekolahnya, untung saja kebanyakan siswa-siswi menghabiskan jam istirahatnya di kantin. Tidak ada yang keluar-keluar, jadi tidak ada yang melihat dirinya masuk ke dalam mobil porsche hitam ini.

"Ad--ada apa?" Saat sudah menutup pintu dan menjatuhkan diri di samping Fano, Letta tanpa memandang pria itu bertanya gugup.

Fano menatap Letta, tidak menjawab pertanyaan Letta, dia justru dengan angkuhnya menarik pergelangan tangan Letta untuk menghadapnya. Langsung membungkam bibir Letta dengan ciumannya. Udara yang keluar dari hidung keduanya berbaur hangat saat bertukar rasa.

Letta hanya bisa pasrah, menikmati dan membiarkan Fano melakukan apa yang diinginkannya. Lagi pula menolak bukanlah jalan satu-satunya yang Letta punya. Sebab saat ini hidup Letta memang sepenuhnya milik Fano.

"Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan disaat aku sedang menginginkanmu?" ujar Fano dengan nada angkuh, berbisik di depan bibir Letta, jarak wajah keduanya hanya terpisah oleh udara kosong. Letta bisa merasakan napas hangat Fano menerpa kulit wajahnya, membuatnya kembali gugup.

"Tap ... tapi kita sedang di sekolah-" jantungnya sudah berdebar saat dia mengeluarkan alasan. Letta takut jika harus menolak Fano, tapi melihat keadaan mereka sekarang, Letta jauh lebih takut lagi. Kalau mereka sampai kepergok oleh pihak sekolah jika melakukan perbuatan yang tidak-tidak di lingkungan sekolahnya tamat riwayatnya.

Raut wajah Fano berubah menggelap. "Kamu menolakku?" Tekannya, membuat Letta kesulitan meneguk salivahnya. Dia mulai dilanda rasa takut oleh sikap pemaksa Fano.

"Buk ... bukan begi-"

"Ketika seorang menawarkan diri memberikan kepuasan terhadapmu, kamu tidak seharusnya menolak!" Suaranya terdengar berkuasa dan jantan, mempotong kalimat Letta.

Letta terpaksa mengangguk, meski enggan. Fano yang melihat anggukan Letta, tersenyum miring. "Kurasa aku mulai menyukai kamu yang penurut." Detak jantung Letta berdetak lebih cepat. Tubuhnya melayang pasrah saat kaki tak lagi menginjak lantai mobil, Fano membawanya ke pangkuannya. Bibirnya dibungkam oleh kembarannya, bergerak lincah menyesap rongga tipis, bertukar rasa.  Napas mereka tersenggal di pompa hasrat.

Dengan gerakan cepat dan agresif, Fano membuka kain yang menempel di tubuh Letta, menanggalkan kancingnya satu persatu. Tubuh moleknya terbentang pasrah di depan Fano. Matanya menunduk, mengamati tubuh Letta dengan tatapan puas dan takjub.

"Aku belum pernah melihat tubuh seindah tubuhmu." Desisnya, "katakan apa yang harus aku lakukan pada tubuh ini? Tubuhmu seolah menantangku untuk selalu menyentuhnya." Tatapan Fano beralih ke mata Letta. Rahangnya mengeras dan sorot matanya terlihat intim.

Letta bungkam, lidahnya tidak mengeluarkan kalimat apa pun. Fano mengeram gemetar mendekap tubuh Letta, jantung keduanya berdebar-debar. Rasa tubuh Letta yang lembut masih membekas nyata diingatannya. Dia sudah melepaskan kebutuhan pribadinya pada Letta yang mencengkram kejantanannya selama beberapa malam panjang mereka. Hasrat yang tidak tertahankan itu membuatnya ingin mengulang kegiatan malam itu. Dia menanggalkan sutra tipis Letta di bawah sana saat sesudah melipat roknya dan mengumpulkannya di pinggul.

"Kamu harus merasakannya lebih banyak. Mematrinya dalam hatimu, menyerap seluruh diriku ke dalam dirimu." Jemari kokoh Fano menyentuh kancing celana panjangnya dan melepaskannya.

Jantung Letta berpacu saat penghalang itu turun dan dia menemukan sutra tipis itu mengintip di balik celah terbuka itu. Pahanya merapat dengan erat, Letta tahu bahwa apa yang dipikirkan oleh pria itu pasti terjadi. Dan benar Fano akhirnya melakukannya. Di dalam mobil dan di depan sekolahan Letta. Dia tak kenal lelah walaupun tubuh Letta berguncang-guncang. Saat Letta sudah menerima segenap dirinya ke dalam tubuhnya yang terdalam Fano tetap tak kenal kata puas. Letta memberikan kenikmatan besar yang baru dirasakan Fano. Gadis itu menerima Fano sepenuhnya. Fano mencapai puncak berulang kali sambil mengeramkan nama Letta berulang kali.

***

Letta merapihkan pakaiannya kembali. Mengancingkan seragam sekolahnya saat kegiatan yang dia lakukan bersama Fano telah selesai. Mendadak ketika hasratnya sudah melebur dan Letta kembali pada kewarasannya, dia merasa malu jika mengingat apa yang telah mereka lakukan beberapa menit lalu.

"Ak ... aku harus kembali ke kelas." Wajahnya menunduk tidak menatap Fano. Terlampau malu untuk mengingat kejadian tadi.

Fano yang telah lebih dulu merapihkan diri menoleh, menatap intens gadis di sampingnya. Tatapannya terlihat jernih dan gelap. "Kamu boleh kembali." Fano melipat kedua tangannya sambil tidak memutus kontak matanya dari Letta. "Tapi ingat pesanku. Jangan dekat-dekat dengan siapa pun dan langsung pulang nanti!" Lalu mencondongkan wajahnya pada Letta, menarik Letta dan melabuhkan kecupan di bibirnya.

Fano menjauhkan wajah setelah cukup puas. "Jangan pernah membantah kalau kamu tidak ingin aku berbuat kasar lagi terhadapmu!" Letta mengangguk, wajahnya masih menunduk.

"Kamu boleh kembali ke kelasmu," kata Fano dengan ekspresi dingin.

Letta tanpa bicara sepatah kata pun, langsung membuka pintu mobil yang sudah dibuka oleh Fano, keluar dari sana. Memilih kembali ke kelasnya. Letta tidak tahu kenapa jantungnya berdebar hebat saat memikirkan apa yang baru saja dia lakukan bersama pria itu. Oh tidak, kenapa dia bisa segugup dan berdebar seperti ini? Mungkinkah Letta mulai menyukai Fano? Ah, tidak tidak. Letta menggelengkan kepalanya, mengusir Fano dari dalam kepalanya. Tidak mungkin dia menyukai pria kejam itu. Tidak mungkin juga kan kalau-

"Kamu dari mana, Tta?"

Deg. Jantung Letta seketika terhenti saat suara itu mengintrupsi pikirannya. Oh ya Tuhan, masalah baru lagi 'kah?

a bad purpose (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang