"Ada pertanyaan?"
Hening. Tidak seorang pun ingin membuka mulutnya. Pak Bagas yang menyadari mahasiswanya terlihat mulai ngantuk segera melanjutkan kata-katanya. "Ya sudah, silahkan buat kelompok yang terdiri dari tiga sampai empat orang. Buat laporan tentang pengamatan kalian mengenai penerapan lima sila di dalam lingkungan kalian. Kumpulkan 4 minggu lagi. Kelompoknya, saya serahkan kepada kalian untuk menentukan."
Pengumuman terakhir pak Bagas memicu timbulnya suara keluh kesah mahasiswa yang hanya samar-samar terdengar. Tanpa menghiraukannya, Pak Bagas membereskan barang-barangnya dan bergegas keluar dari kelas sebelum keluhan itu sampai ke telinganya.
Jessica sebagai salah satu mahasiswi yang taat, segera berbalik mencari teman sekelompoknya.
"Van. Kita berdua aja?"
Vanya yang sedang menyalin catatanya hanya mengangguk setuju.
"Ehem."
Serempak Vanya dan Jessica berbalik ke arah sumber suara. Entah sejak kapan Brian berdiri disamping meja mereka.
"Hai Jess," sapa Brian sembari melirik ke arah Vanya yang terlihat tidak tertarik dengan kehadirannya.
Pupil mata Jessica membesar melihat pria tinggi dengan senyum manis itu kini berdiri di hadapannya dan bahkan menyapanya.
"Ha..hai!" sahut Jessica yang terlihat gelagapan.
"Kalian sudah berempat?"
"Eee.. belum sih."
"Gue dan Kelvan boleh gabung nggak?"
"Eee..." Jessica melirik Vanya yang sedang sibuk dengan catatanya, mencoba meminta pertolongan.
Vanya yang merasa diperhatikan membalas tatapan Jessica. Sangat jelas wajah Jessica yang terlihat mulai memucat. Vanya mencoba berkomunikasi dengan tatapannya. Bertanya dengan mengangkat kedua alisnya, dibalas dengan lirikan ke arah Brian oleh Jessica. Vanya tahu, Jessica sangat menunggu-nunggu saat ini. Jessica sudah terlalu banyak berkorban untuknya. Ia tidak ingin menghalangi Jessica. Ini saatnya ia membantu sahabatnya. Terutama, karena ini pertama kalinya Jessica benar-benar menyukai seorang pria.
Brian dan Jessica telah saling kenal sejak Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus, karena kelompok mereka yang kebetulan bersebelahan. Vanya sangat jelas ingat, bagaimana Jessica tersenyum begitu lebarnya setiap menyebutkan satu nama. Alexander Brian. Vanya menghembuskan nafas pasrah, ia menganggukkan kepalanya setuju.
Wajah Jessica berubah berseri-seri. Ia mendekatkan diri ke arah Vanya, dan membisikkan sesuatu agar tidak terdengar oleh orang lain di sekitar mereka.
"Thanks," bisiknya. Segera ia sampaikan persetujuan Vanya kepada Brian yang sedari tadi menatap bingung melihat kelakuan dua wanita di hadapannya.
"Bentar, gue panggil Kelvan dulu." Brian segera berbalik dan menelusuri seisi kelas yang mulai ricuh karena semua anak sibuk berdiskusi dan mencari kelompok. Saat didapatinya, sosok yang dicari sedang sibuk menggoda seorang cewek, Brian segera memanggilnya "Woi.. Kucritt. Stt.. Stt...!!"
Saat sadar dipanggil, Kelvan yang sedang sibuk berbicara dengan seorang cewek yang ditaksirnya segera mengakhiri percakapannya dan menghampiri Brian. "Apaan?" tanya Kelvan saat tiba di hadapan Brian. Kini terlihat jelas, pria dengan poni samping ala korea itu hanya setinggi telinga Brian.
"Apaan. Apaan. Cari cewek mulu lo. Ini kelompok kita," jelas Brian kesal.
Kelvan melirik ke arah dua cewek yang sedang duduk berhadapan, yang satu terlihat sangat kutu buku dan tidak peduli dengan sekitarnya, bahkan Kelvan tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena rambutnya yang menutupi hampir seluruh wajahnya, dan yang satu. Imut. Okelah kelompok ini menguntungkan, pikir Kelvan. "Oke, aku ikut!" sahutnya dengan girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Pelangi Tanpa Warna
Teen Fiction"Aku tahu kamu sedih. Aku tidak meminta kamu untuk memiliki hari yang indah atau hari yang baik. Jadi, sebagai gantinya aku mau kamu memiliki satu hari. Hanya satu hari. Tetaplah hidup. Makanlah dengan baik. Pakailah pakaian yang nyaman untukmu dan...