Mili bersiap untuk pergi ke kampus, Mili sudah mengabari Derren untuk tidak usah menjemputnya karena hari ini Mili harus pergi pagi-pagi sekali kasian Derren jika pagi harinya sudah terganggu dengan harus mengantarkan Mili.
"Udah semua deh kayaknya," ujar Mili sembari kembali melihat isi tasnya.
Mili segera turun dan berpamitan dengan Papanya. Pas sekali Grab motor yang dipesannya pun sudah tiba.
Untung Mili pergi pagi-pagi sekali, jadi tidak terlalu macet. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit akhirnya dia sudah sampai.
"Belum terlalu ramai," ujarnya sendiri.
Setelah Mili sampai di fakultasnya, masih sangat sepi hanya ada beberapa orang itupun mahasiswa yang satu kelas dengannya. Mili hanya tersenyum untuk menyapa mereka. Mili bukan tidak memiliki teman di kelasnya, hanya saja Mili tidak terlalu membuka diri mungkin Mili juga nyaman dengan keadaannya yang sekarang.
Mili duduk di kursinya, sambil melihat ponselnya. Ia membuka galeri dan melihat foto masa lalunya saat masih bersama dengan Milan. Bibirnya tertarik ke atas dan membentuk sebuah senyuman indah, namun air mata Mili sudah tergenang di pelupuk matanya. Mili bukan menangis karena sedih namun dia menangis karena bahagia. Ia selalu bahagia saat mengingat momentnya bersama Milan dahulu.
Sudah hampir jam tujuh pagi dan akhirnya kelas Mili sudah berangsur ramai, Mili pun segera mengatur emosinya seperti semula. Mili tidak ingin orang lain mengetahuinya, cukuplah ia dan teman-temannya saja yang mengetahuinya.
Sekitar sepuluh menit lagi dimulai kelas sepertinya semua mahasiswa dan mahasiswi sudah datang. Karena memang hari ini mata kuliah yang dosennya sangat galak, jika terlambat mereka tidak diizinkan untuk mengikuti mata kuliah.
Mili melihat teman di sebelahnya lagi sibuk mencari sesuatu, namanya Gina. Mili memang tidak terlalu dekat dengannya hanya saja dia sering mengajak Mili berbicara walaupun hanya topik yang berkaitan dengan mata kuliah.
"Kenapa Gin?" tanya Mili.
"Ini gue lagi cara tugas yang mau dikumpul Mil," ujarnya tergesa-gesa.
Mili membantu membongkar tas Gina untuk mencari tugas kuliah yang harus mereka kumpulkan sekitar sepuluh menit lagi itu.
"Astaga kayaknya ketinggalan di mobil deh," kata Gina kembali sembari menepuk jidatnya. Dengan cepat Gina meraih sakunya untuk mengambil ponsel dan menghubungi kembarannya. Namun, karena kecerobohan Gina ponselnya pun juga tertinggal.
"Handphone gue juga ketinggalan Mil," ujarnya sembari menatap Mili.
Dengan cepat Mili menyerahkan ponselnya kepada Gina mengisyaratkan Gina untuk memakai ponselnya.
Setelah beberapa kali mencoba menelpon akhirnya berhasil terhubung.
"Lo kemana sih Lang? Gue telponin ga diangkat-angkat," Gina berbicara dengan sangat kesal
"Kenapa sih?"
"Balik lagi ke kampus gue, tugas gue ketinggalan di mobil lo," ujar Gina kembali
"Balesannya apa?"
"WOI TAI CEPETAN KE KAMPUS GUE DULU. NTAR DEH TERSERAH LO MAU APA," Gina benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran kembarannya ini.
"Oh yaudah marah-marah aja, ga jadi gue anter."
"Iya Elang cepetan ke sini ya, ntar dosen gue masuk Lang gue ga bisa ikut mata kuliah," lirih Gina dari sambungan telepon.
"Iya bawel, lima menit sampe kok gue. Bye," sambungan telepon diputus sepihak.
"Makasih ya Mil," ujar Gina sembari mengembalikan ponsel Mili.
Mili hanya mengangguk sembari tersenyum ramah.
Sudah lima menit tapi Elang belum juga sampai, Gina jadi semakin gelisah takut Elang sengaja mempermainkannya. Tapi, walaupun Elang jahat biasanya Elang tidak akan jahat jika sudah urusan mendesak seperti ini.
Tidak lama kemudian ponsel Mili berbunyi, ada pesan masuk dari nomor yang tidak diketahuinya.
+628324567xxxx
Gue udah di depan fakultas loDari isinya Mili tahu, pasti dari orang yang dihubungi Gina tadi.
"Gin, katanya dia udah di bawah," kata Mili sembari menunjukkan pesan teks yang ia dapatkan.
Dengan cepat Gina mengangguk dan menarik lengan Mili untuk menemaninya ke tempat Elang sekarang.
Untung saja jarak kelasnya tidak terlalu jauh dengan depan fakultas, jadi hanya membutuhkan waktu dua menit.
Mili menunggu tepat di dekat mading fakultasnya, sedangkan Gina perlu berjalan lagi untuk menemui Elang.
"Nih," ujar Elang sembari memberikan beberapa kertas yang sudah di print kepada Gina.
"Makasih kakak gue tersayang, lafyou deh," kata Gina sembari tersenyum sumringah.
"Dih giliran ada maunya aja manggil gue kakak lo," Elang menjitak kepala Gina.
"WOI ELANG SAKIT TAHU!!!" teriak Gina dengan sangat kesal.
"Jangan lupa janji lo," kata Elang mengingatkan kembali Gina.
Lalu pandangan Elang tertuju kepada perempuan yang sedang berdiri di dekat mading, dengan penasaran Elang terus memicingkan matanya untuk melihat perempuan itu.
"Kenapa lo?" tanya Gina yang melihat gerak-gerik aneh dari Elang.
Elang tidak menanggapinya, ia masih saja melihat perempuan itu seketika Elang tersenyum saat berhasil melihat wajahnya. Ya, perempuan yang ia temui di kafe waktu itu.
"Dia temen lo?" tanya Elang.
"Mili?" tanya Gina sembari mengikuti arah mata Elang.
"Namanya Mili?" Elang kembali bertanya.
"Gina buruan masuk," teriak Mili dari sana.
"Eh gue masuk dulu ya," ujar Gina sembari menepuk pundak Elang.
"Belum lagi gue selesai nanya," ujar Elang masih melihat Mili.
Elang tersenyum. "Jadi namanya Mili," katanya masih melihat punggung perempuan itu dari jauh. "Apa ini yang dinamakan takdir?" ia bertanya dengan dirinya sendiri.
Akhirnya Elang kembali masuk ke mobilnya, dan melihat novel yang ia temukan di kafe kemarin. Novel yang jelas-jelas milik Mili.
Ia membuka halaman belakang novel dan ada sebuah tulisan di sana yang membuat Elang tertarik membacanya.
Karena aku percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah.
Sebuah kalimat yang singkat namun cukup membuat Elang tertarik. Ya, perempuan itu berbeda entah mengapa dari awal pertemuan mereka itu cukup mengusik pikiran Elang. Elang jadi semakin ingin tahu tentang Mili jauh lebih banyak dari sebelumnya.
***
Rindu gak sama kisah PANASEA?
Maaf ya reader up nya lama banget, soalnya sekarang aku lagi sibuk ngurusin kuliah
Jadi tolong dimaklumi yaa
Tetep baca PANASEA yaa walaupun up nya rada lama
Tq yang udah setia dan nungguin panasea selama ini gaess
Laffyou deh ahhh mwahhh
Senin, 23 Juli 2018
Lita Patricia
YOU ARE READING
Panasea
RomanceSequel MILAN - Copyright 2017 by Litapatriciaa. "When I meet my panacea you still have a special room in my hearth."