SATU

1.1K 40 4
                                    

Ayah Xu Ping meninggal.

     Pria itu mengidap kanker laring dan hanya didiagnosis saat stadium lanjut. Operasi hanya berlangsung lima belas menit. Ahli bedah membuat sayatan dan menekan-nekan di sekitar lehernya sebelum menjahitnya kembali. Sel kankernya sudah menyebar ke paru-paru dan lubang hidung. Pengangkatan organ yang terinfeksi bukan lagi solusi yang tepat karena pasien tidak akan bisa bertahan lama setelah prosedur seperti itu.

    Dokter melepas maskernya dan mengatakan pada Xu Ping yang menunggu di luar, "Maafkan Saya."

    Butuh waktu bagi Xu Ping untuk memahaminya. Dia menerima itu dengan tenang. "Berapa lama lagi waktu yang dia punya ?"

    Dokter terkejut dengan sikap tenangnya. "Paling lama enam bulan."

    Xu Ping bertanya-tanya berapa banyak kematian yang harus ditemui oleh ahli bedah tumor setiap tahun untuk dapat mengumumkan kepastian kematian dari pasien kepada keluarga mereka tanpa mengedipkan mata. Meskipun sisi rasionalnya bilang padanya kalau dia adalah seorang dokter dan dia tidak bisa menyalahkan penyakit ayahnya pada orang asing, sisi emosionalnya tidak membantu tapi merasakan kebencian kepada perusak kabar.

   Mereka berdiri dengan kesunyian.

   "Saya mohon undur diri, saya masih ada pasien yang harus diperiksa."

    Dokter memecah jeda yang canggung.

    "Ya, tentu. Aku hanya butuh sedikit waktu untuk sendiri,"  Kata Xu Ping dengan mata yang memerah saat dia mencoba mengendalikan dirinya.

Dalam perjalanan menuju apa yang akan mejadi pertemuan terakhir dengan ayahnya, Xu Ping melewati pohon berbunga yang tidak dia ketahui namanya. Pohon itu berbunga dengan bunga putih kecil yang tumbuh dalam bundel rajutan yang ketat seperti awan yang hilang di dunia fana.

    Dia berdiri di bawah pohon dengan tangan yang menggenggam dibelakang punggungnya saat dia melihat daun hijau muda merubah matahari siang menjadi kilau emas.

    Xu Ping berusia tiga puluh lima tahun saat itu. Dia bekerja sebagai editor untuk sebuah kantor penerbitan yang menjanjikan. Tugasnya terdiri dari membaca materi yang diterima, menemukan penulis yang cakap dan membenahi mereka. Gajinya biasa saja tapi kepuasan yang di dapat dari itu tidak terukur dengan uang.

    Ayah Xu Ping adalah aktor veteran, Xu Chuan, yang mendapat pengakuan luas. Bangunan di seberang kantor Xu Ping masih memamerkan iklannya untuk pengobatan sakit perut di dindingnya. Rambutnya mulai berwarna abu-abu tetapi tampak hidup. Terkadang Xu Ping akan menyelinap untuk minum teh dan melihat keluar jendela, dia akan melihat wanita-wanita tua berjalan dengan tongkat mereka berhenti di jalan setapak hanya untuk melongo melihat iklan ayahnya.

    Tidak banyak kantor penerbitan yang mengetahui latar belakang keluarga Xu Ping, hanya orang yang menjadi boss-nya sekaligus teman baiknya, kepala editor, Wang Zedong. Temannya* terkejut dan mengamati wajah Xu Ping.

T/n: Temannya megacu pada Wang Zedong

    "Kau pasti bercanda. Kau sama sekali tidak mirip Xu Chuan."

    Xu Ping tertawa kecil, mengetahui bahwa dia tidak tampan. Dia tidak membantah boss-nya. "Kau akan tahu setelah bertemu saudaraku"

    Xu Ping mempunyai adik, Xu Zheng.

    "Aku sudah mendengar tetang adikmu sejak lama," Wang Zedong mulai mengeluh, "Tetapi kau tidak sekalipun mengenalkannya padaku. Apa kau sedang menyembunyikannya ?"

    Xu Ping tidak menanggapinya dan mulai membicarakan tentang anggaran kantor penerbitan periode pertama.

     Beberapa bulan yang lalu, Xu Ping sudah meninggalkan kantor tepat pukul dua belas lebih tiga puluh menit, berjalan tiga blok dan menyeberangi satu jalan layang untuk menjenguk ayahnya di rumah sakit kota.

BROTHER Translate Indonesia (Novel CHINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang