Keberadaan Anggita dan mundurnya Angga membuat Ari memutuskan untuk melupakan rencana awalnya. Tapi, niat itu seketika dia urungkan ketika pada suatu pagi, saat ruang kelasnya sudah setengah lebih terisi, Tari menerjang masuk dengan kemarahan yang memuncak yang membuatnya tidak lagi sadar, atau bisa jadi tidak peduli, di mana dia berada. Are yang didatangi Tari adalah area yang paling dihindari murid-murid kelas sepuluh.
Cewek itu langsung berjalan kea rah Ari dan berdiri tepat di depannya.
"Elo banci! Beraninya ngancem. Beraninya bawa-bawa cewek. Lo nggak berani kan, ngadepin Angga satu lawan satu? Dasar Banci!"
Setelah berondongan caci maki itu, Tari langsung balik badan dan berlari keluar, meninggalkan Ari dan semua orang yang berada di ruang kelas itu dalam ketersimaan hebat yang membuat mulut mereka menganga lebar.
"Gila tu cewek. Nyalinya oke juga," suara Eki memecah keheningan. "Yang dia katain banci siapa sih? Elo, Ri?"
Ari menoleh lalu menyeringai. "Yoi, gue."
"Wah!" Eki menggebrak meja. "Nggak bisa dibiarkan. Buktikan, man. Buktikam sama dia kalo lo bukan banci."
Ari menyeringai lagi lalu kembali menghadapkan tubuhnya ke depan. Kemunculan Tari dan berondongan caci makinya lalu menjadi bahan pembicaraan seru di kelas.
Tiba-tiba Oji muncul di ambang pintu dan langsung berseru keras, "Ri, si Tari dicegat Vero tuh!"
Ari tersentak. Seketika dia melompat berdiri dan bergegas keluar. Seisi kelas langsung mengekor di belakangnya.
Beberapa saat sebelumnya Tari keluar dari kelas Ari dengan kondisi sangat marah. Cewek itu menyusuri koridor dengan langkah cepat, masih tidak
menyadari bahwa dia sudah memasuki area yang paling ditakuti murid-murid kelas sepuluh. Sampai beberapa meter menjelang tangga turun, langkahnya terhenti. Enam cewek berdiri berjajar, menutupi lebar koridor dari ujung ke ujung. Tak mungkin dilalui tanpa menabrak, minimal salah satunya.
Vero dan kelima cewek anggota gengnya!
Seketika Tari memucat. Untuk pertama kalinya dia baru menyadari telah nekat memasuki area yang paling terlarang untuk murid-murid kelas sepuluh.
"Ck, ck, ck!" Vero melangkah mendekat sambil berdecak dan menggeleng-gelengkan kepala. "Ada ang udah gue sabar-sabarin, eh malah nyolot."
"Ma... maaf, Kak," ucap Tari terbata. Dia melangkah mundur, tapi hanya bisa satu langkah saja karena kalmia teman Vero langsung berdiri mengelilinginya.
Perhatian Vero lagsung tertuju pada pin matahari yang tersemat di dada kiri kemeja seragam Tari. Warnanya yang oraye menyala semakin menyulut kemarahannya yang bersumber dari rasa iri dan tidak bisa terima. Karena... akhirnya ada cewek yang diaksir Ari!
Kalo yang ditaksir Ari si Zhi, cewek paling cantik di kelas sepuluh, okelaaah. Atau Kathy, cewek paling cantik di kelas sebelas, yang waktu baru-baru muncul langsung bikin gempar para cowok, itu masih pantes. Tapi ini, si Tari gitu looh. She's nobody. Yang kenal dia paling-paling teman-teman sekelasnya doang. Dan wali kelasnya. Dan guru-guru, itu juga kalo lagi ngabsen. Baru deh setelah diuber-uber Ari, ni cewek jadi ngetop abis. Siapa juga yang nggak jadi singit?
Udah gitu, ternyata alas an utama Ari suka sama ni cewek sepele banget. Cuma karena namanya sama. Matahari juga. That's all! Nothing else!
Nyebelin banget, kan? Soalnya itu nggak fair. Sama sekali nggak adil. Karena perbandingan emak-emak nyentrik yang bakalan ngasih nama-nama aneh buat anaknya, disbanding emak-emak konvesional yang ngasih anaknya nama-nama lumrah, presentasenya bisa jadi satu banding sepuluh ribu. Itu kan curang banget!

YOU ARE READING
Jingga dan Senja
RomanceJingga dan senjaTari dan Ari, dua remaja yang dipertemukan oleh takdir. Selain bernama mirip, mereka juga sama-sama lahir sewaktu matahari terbenam. Namun, takdir mempertemukan mereka dalam suasana "perang". Ari yang biang kerok sekolah baru kali in...