Secret Admirer

25 4 0
                                    

Aku Tiana Andara. Siswa pendiam di sekolah ternama. Aku tak terlihat. bukan, bukan berarti aku mahluk halus. Hanya keberadaanku sering diabaikan oleh mereka yang mempunyai derajat tinggi.

Kisahku sama sekali tak menarik. Hanya seorang pelayan kafe setelah pulang sekolah yang tengah menyukai seorang Langit. Dan ia seperti langit yang mudah kulihat namun sulit kugapai.

Aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan lalu bersembunyi ketika ketahuan. Hanya bisa mencari tahu seluk beluk kehidupannya lewat jejaring sosial. Karena aku seorang pengagum rahasia.

*-*-*

Langit Triangga kembali tercengang setelah melihat isi loker yang belakangan ini selalu ada surat berwarna merah muda. Setiap hari.

Ia menoleh kekanan dan kekiri berharap menemukan orang yang terlihat mencurigakan. namun nihil, semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Ia memasukan surat itu ke tas dan akan membacanya di rumah. Seperti biasa. Aku tersenyum melihatnya.

*-*-*

Setelah sholat subuh, bersih-bersih rumah, dan menyiapkan sarapan untuk ayah. Aku berangkat sekolah. Aku melihat arloji menunjukan pukul 05.30. 'Pasti ayah masih tidur.' pikirku. Lalu Aku membuat note di kertas untuk memberitahukan bahwa aku sudah berangkat sekolah.

Memang belakangan ini aku harus berangkat pagi untuk membuat bekal dan menyelipkan surat untuk Langit. Karena aku sangat malu bila bicara langsung dengannya. Meskipun aku yakin itu terlihat kuno. Tapi aku tetap melakukannya.

Setelah sampai di sekolah.  Beruntung gerbang sekolah sudah buka, jadi aku tidak perlu menunggu. Langsung ku langkahkan kaki menuju loker yang berlawanan dengan posisi kelasku.

Aku melihat kanan dan kiri memastikan tidak ada yang melihatku melakukan ini. Setelah selesai aku berbalik arah menuju kelas. Tanpa diduga ada yang mencekal tangan kananku. Aku sedikit merinding merasakan tangan dingin itu. Seketika bulu kudukku meremang. Ku pegang erat tas ku lalu dengan menutup mata ku pukul setan ini.

"Kyaa, pergi kau mahluk halus.  Kyaaa.." teriaknya.

"Eh eh, apaan sih lo! Gue langit. Buka mata lo." tanpa di duga jantungku bergemuruh karena berdetak terlalu kencang. Aku takut mati.

Perlahan ku buka mataku dan melihat Langit tengah meringis. Sambil menahan tangan kiriku yang tadi memukulnya.

"La-langit?" aku merasa pipiku menghangat. Ku tarik tanganku. Tapi cekalannya sangat kuat.

"Iya, kenapa? Jadi. Selama ini lo yang ngirim surat itu?" tatapan Langit intens membuatku menundukan kepala karena malu.

"I-iya. Maaf bila itu mengganggu. Aku bisa menghentikannya." sekali lagi aku tarik tangannya dan berhasil. Tanpa jeda aku berbalik dan berlari meninggalkan Langit. Aku malu.

"Bagaimana kalo gue suka." teriak Langit.

Aku menghentikan langkah. Ku dengar langkah cepat itu menuju kearahku dan berhenti di depanku.

"Bagaimana kalo gue suka lo lakuin itu?" tanya Langit mengulang.

"Ma-maksud kamu?" aku tersipu.

"Berhenti ngomong gagap."

"Ba-baik eh baik." 'berhenti bersikap konyol seperti ini bodoh. Kau hanya mempermalukan diri sendiri' batinku.

"Jadi, gue suka lo lakuin itu. Dan gue bertekad mencari tahu pelakunya. Gue gak nyangka itu lo. Tiana Andara."

"Kamu tahu namaku?" ucapku bingung.

"Lo gak inget? Gue Angga, temen kecil lo."

"Angga?"

"Iya Anna.. Gue gak nyangka lo berubah. Kenapa?"

"Bunda kecelakaan lalu meninggal dan perusahaan ayah bangkrut karena ayah sangat tertekan kehilangan bunda." ucapku lirih.

"Aku gak tau itu. Maafkan aku Na, seharusnya aku gak pergi ninggalin kamu." Angga bahkan tidak menyadari perubahan kosa kata lo-gue menjadi aku-kamu.

"Gak apa-apa, semua sudah takdir."

"Aku fikir kamu masih mempunyai perasaan terhadapku." Angga menggerlingkan matanya.

"A-apa sih Ga. Duh aku malu." aku tersipu, pasalnya aku benar-benar tidak menyangka Langit adalah sahabat kecilku.

"Anna.. Maukah kamu menjadi pacarku?"

"Eumm.. Mau." ucapku malu-malu.

Short Story About LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang