bagian 3

1 0 0
                                    

Suara helaan nafas lega memenuhi ruangan kayu jati dimana seorang pria tua dengan rambut panjang yang sudah memutih seluruh nya membuka mata dan menatap orang-orang disekitar nya, mata coklat nya menatap seorang gadis berambut coklat gelap yang ditangan nya terdapat gelas putih dengan bercak kemerahan di pinggir nya.

"Kakek...kakek sudah baikan?" Tanya Zoelva, dia menaruh gelas putih berisi ramuan herbal ke atas meja, Kakek Lin mencoba untuk duduk, Zoelva membantu nya.

"Zoe...hai nak, kakek baik-baik saja sekarang, terimakasih." Kakek Lin tersenyum lalu menunjuk gelas di meja.

"Mulberry, kayu manis, dan daun maple?" Tanya kakek Lin, Zoelva melirik gelas tadi lantas mengangguk. "Pilihan yang bagus nak." Puji Kakek Lin.

"Jangan puji dia kek, salah tingkah itu." Kata Airi yang duduk di kursi dekat jendela karena bingung ingin melakukan apa untuk membantu, dia terkekeh pelan saat melihat Zoelva mendelik ke arah nya.

"Kakek minum anggur hijau ya?" Kata Zoelva dengan penuh selidik, Kakek Lin tersenyum kecut.

"Kakek ini, susah kubilang jangan minum minuman itu, kekuatan kakek jadi lemah, untung saja sihir sulur merah milik kakek tidak muncul mengacaukan rumah." Omel Zoelva, bagaimana pun juga kakek Lin sudah ia anggap sebagai kakek nya sendiri dan kakek Lin juga sudah menganggap Zoelva seperti cucunya.

Tiba-tiba Seorang pria dan wanita memasuki ruangan, di wajah mereka terlukis kekhawatiran namun raut tersebut hilang dan digantikan kelegaan melihat keadaan Kakek Lin yang sudah terlihat baikan.

"Ayah...syukurlah ayah sudah baikan." Kata seorang wanita yang baru masuk tadi.

"Yui, Devan, dimana Grey?" Kakek Lin bertanya saat kedua sejoli itu sudah berdiri di samping ranjang.

Suara langkah kaki yang bergemuruh dan suara lengkingan laki-laki terdengar mendekati ruangan. Dari pintu muncul seorang anak laki-laki yang menarik seorang pemuda berambut pirang yang menggerutu, ditangan pemuda itu terdapat satu ikat ikan dan sebuah kantong dari anyaman daun palem kering.

"Lepaskan bocah, duh..." Keluh pemuda pirang itu, anak laki-laki yang menariknya malah tertawa bahagia lalu melepaskannya dan menghambur ke ranjang kakek Lin.

Zoelva menghampiri Austin yang menggosok pergelangan tangannya, senyum Zoelva merekah. "Ikan itu...salmon itu, hiks...lapar..." Zoelva menggerakkan jari-jarinya dengan mata menatap lurus ke seikat ikan salmon besar di genggaman Austin.

Austin terkikik melihat wajah gadis di depannya, dia berikan satu ikat ikan salmon pada nya sambil menyengir.

"Bukankah aku bisa diandalkan bukan...guru?" Kata Austin, Zoelva yang memang tidak terlalu mendengar ucapan Austin hanya mengangguk saja, orang-orang disana geleng-geleng kepala melihat Austin yang merasa bangga pada dirinya sendiri.

"Kakek! Aku pergi dulu ya! Semoga lekas sembuh." Kata Zoelva tiba-tiba datang langsung berlari keluar kamar. Austin ingin mengejar namun dia dihentikan oleh Devan, ayah nya.

"Biarkan dia, apa kau tidak kasihan melihat orang yang kau sukai itu kelaparan?" Tanya pria itu, Austin hanya meringis tapi dia langsung tersenyum simpul.

_________________

Suara jangkrik saling bersahutan, beberapa suara burung hantu terdengar dikala langit sudah di penuhi semburat jingga, beberapa penduduk saling menegur sapa sesaat setelah mereka selesai mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan mereka.

Begitupula Zoelva, dia ikut membantu Deren mengangkat hasil panen semangka yang akan dibawa ke pasar esok pagi.

"Aku heran, kenapa kakak dengan Kak Leios tidak lagi saling bertegur sapa? Setahuku dulu kalian berteman baik." Kata Zoelva sambil memiringkan kepalanya, menatap sang kakak yang juga sedang mendorong gerobak berisi hasil panen nya.

"Kau ini...mau tau saja." Balas Deren sambil melirik adik nya datar.

"Yaah...aku kan hanya bertanya, salahkah itu?" Zoelva cemberut kala melihat tatapan Deren padanya.

Deren tersenyum miring. "Hmm...ceritanya panjang, jika ku jelaskan kau pasti akan tertawa." Kata Deren.

"Aku janji aku tak akan tertawa." Kata Zoelva sambil mengangkat jari kelingking nya.

Deren menarik nafas nya lalu menghembuskan ya perlahan, matanya melirik ke langit jingga. "Leios memang berteman baik dengan ku dulu...tapi semenjak Serena datang ke desa ini, sifatnya jadi berubah dan makin menyebalkan, kami bertiga sering bermain bersama, ke hutan, sungai, bahkan kami pernah menjahili Tetua Doona." Kata Deren.

"Kakak serius? Kalian menjahili Tetua Doona? Wah nekat sekali ya..." Komentar Zoelva, Deren mengedikkan bahunya.

"Begitulah, dulu kau masih kecil dan ayah ibu masih ada, saat itu Ankara masih berumur 1 tahun...suatu hari kami bertiga bermain di perbatasan desa, Serena sangat ingin berpetualang meninggalkan desa, oleh karena itu aku mengusulkan ide untuk mengunjungi hutan timur karena aku pernah dengar bahwa disana ada tempat yang sangat indah, Serena sangat antusias saat aku berkata begitu...sementara Leios tampak keberatan dan menghalangi kami agar tidak pergi ke sana." Jelas Deren.

Zoelva mendengarkan dengan seksama, Deren meliriknya sekali lagi lalu terkekeh.

"Sudah ah...tidak baik mengungkit-ungkit masa lalu." Kata Deren, Zoelva tidak terima cerita kakak nya terpotong namun melihat raut kakak nya yang memang tidak ingin lanjut bercerita membuat Zoelva mau tidak mau menghela nafas pasrah.

"Bagaimana?" Tanya Deren sambil menatap adik nya jahil.

"Apanya?" Tanya Zoelva bingung.

"Kau dengan si pirang." Kata Deren sambil menaik turunkan alisnya.

"Maksudnya?" Tanya Zoelva polos.

Deren berdecak. "Kau ini, jangan membuat seorang pria menuggu terlalu lama, kau tega sekali sih mengacuhkan Austin yang jelas-jelas menyukaimu...kau ini sudah 18 tahun." Kata Deren sambil menatap Zoelva.

Zoelva menaikkan sebelah alisnya. "Apa kabar mu kak? Kau sudah 21 tahun dan masih belum mempunyai pasangan, mungkin wajah tampan kakak kurang populer di desa ini." Ejek Zoelva, Deren menjitak kepala nya dengan keras membuat Zoelva mengaduh lalu mereka berdua tertawa bersama.

Sampailah mereka di depan halaman yang berisi berbagai tanaman bunga, di depan mereka kini terlihat sosok cantik berambut coklat keemasan yang sedang menyirami bunga sambil bersenandung.

Gadis itu menoleh lalu mengembangkan senyum lebarnya.

"Selamat datang kakak-kakak ku tersayang." Sapa nya sambil membukakan pagar kayu, dan langsung menghamburkan diri ke arah Deren dan Zoelva.

Deren menangkap adik bungsu nya yang hampir terjatuh karena berlari ke arah mereka dan tersandung kakinya sendiri. "Hati-hati Ankara, kalau kau jatuh nanti kena omel nenek sihir loh." Kata nya sambil melirik Zoelva.

Zoelva mengacuhkan sindiran Deren dan menepuk kepala Ankara dengan lembut.

Ankara bangkit. "Aku masuk duluan ya, aku sudah memasakkan nasi jagung untuk kalian berdua." Kata gadis itu namun terhenti saat mendengar pertanyaan Zoelva.

"Kau tak menggunakan sihir mu kan?" Setelah bertanya begitu, Zoelva menghela nafas saat melihat Ankara terkekeh kecut di depan nya. "Sudahlah...jangan lakukan lagi, tangan mu belum sembuh benar." Kata Zoelva, Ankara mengangguk cepat lalu kembali masuk.

Zoelva menolehkan kepalanya ke arah Deren yang sedang melepaskan sepatu kulit nya di tangga rumah.

"Kak bolehkah aku bertanya sesuatu?" Tanya Zoelva, Deren mengangkat pandangan nya.

"Apa?" Tanya Deren sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Siapa itu Serena??"


-----------------------

Terimakasih telah membaca cerita ini, maafkan bila banyak kesalahan kata😅

Jangan lupa tinggalkan vote jika suka dan tinggalkan comment nya agar saya bisa memperbaiki kesalahan.

Salam...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blood Of FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang