"Bunda...," cicitku.
Bunda menoleh dan mendapati muka memelasku. Aku memang sengaja melakukannya untuk alasan tertentu. Termasuk ini.
"Enaknya makan apa ya?" tanyaku yang mulai spontan meminta keinginanku segera terpenuhi.
Aku ingin makan roti bakar malam ini.
"Duren" suara berat itu terdengar dari arah belakang badanku.
Sontak aku menoleh lalu langsung mendelik jijik "gak!"
"Gak mau ya udah. Duren enak loh ca"
Aku mulai jengkel dengan kakakku yang satu ini. Seorang kakak lelaki yang aku akui memang memiliki aliran darah yang sama denganku alias "saudara kandung".
Namanya Putra Erlando. Dia terpaut usia dua tahun lebih tua dariku.
Aku memanggilnya dengan sebutan yang sama dengan kak Rendy, yaitu Kak Putra.
Berkelahi? Jangan ditanya. Bagiku itu sudah makanan sehari hari. Hampir setiap hari kejadian yang ku juluki Tom and Jerry itu terus terjadi.
Menurutku memang sudah hukum alam bahwa seorang kakak akan terlibat perkelahian dengan adiknya sendiri.
Seperti saat ini. Dia membuatku semakin mengecapnya sebagai orang yang menjengkelkan.
"Nih.. Nih.. Duren"
Astaghfirullah. Aku memundur-mundur kan diri sambil berteriak menghindar saat kak Putra hampir saja memasukkan satu buah durian yang berasal ditangannya untuk mengarah ke mulutku.
Aku menemukan lawannya. Aku mengambil satu tusuk sate lalu aku langsung menyodorkannya seperti membalas.
Raut wajahnya berubah jijik melembek. Kakakku itu memang hampir tidak suka semua makanan.
Yang disukainya hanya tempe goreng, mie instan, kentang goreng, pisang goreng, dan nasi.
Makanan protein? Jangan pernah diberikan kepadanya. Pasti tidak akan makan, disentuh pun enggan.
Makanan bervitamin seperti sayur? Jangan ditanya lagi. Melihatnya pun enggan.
Buah-buahan? Masihlah, tapi tidak terlalu menyukainya.
"Kak," panggil papa yang berada di sebelahku.
Kak Putra menoleh "hm?"
"Kalo berani makan satu tusuk sate, papa kasih seratus ribu"
Sebuah tantangan yang dibuat papa mampu membuatku kegirangan.
Mata kak Putra mulai menjelajahi setiap bentuk dari sate ini. Dimulai dari lontong yang berlumur bumbu sate kacang. Hingga beberapa tusuk sate yang masih terlihat baru dibakar.
"Gimana? Berani?"
Kak Putra menatap papaku dengan ekspresi menyengir "Caca? Coba Caca makan duren"
Lah kok aku?
Aku terkejut menatapnya nanar. Beberapa buah durian memang masih ada yang tersisa, belum sepenuhnya habis.
Mana mau aku memakan buah durian itu. Mencium bau nya saja aku sudah tidak tahan.
"Lah kok Caca? Gak!"
Kak Putra tertawa melihat tingkahku. Matanya seperti meremehkanku "hu.. Gak berani"
"Kak Putra yang gak berani. Masa makan sate gak mau"
Aku melihat kak Putra terdiam sejenak, mungkin pikirannya sedang bekerja untuk menimbang tantangan dari papa.
"Oke, deal. Aku makan satenya satu tusuk, uangnya seratus ribu"
"Oke, deal "
Tangan kak Putra mulai terulur mengambil salah satu sate yang dikiranya memiliki daging yang sedikit sehingga mempermudah aksinya.
Setelah mendapat salah satu. Kak Putra menghembuskan nafasnya kasar.
Gue ramal itu sate gak bakal masuk lambung kak Putra - batinku.
Benar batinku. Setelah kak Putra mendapatkan satu tusuk sate, ia pun memakannya.
Ekspresi yang ditunjukkan kak Putra tidak dapat didefinisikan. Bahkan kamus besar bahasa Indonesia sekalipun.
Huekk.. Huoekk..
Kak Putra memuntahkan isi dari mulutnya. Matanya berair menahan mual memakan sate itu.
Aku kasihan melihatnya, namun ekspresiku malah tertawa terbahak-bahak.
"Nah gak jadi seratus ribunya" teriakku disertai tertawa terbahak bahakku yang semakin menggelegar.
Dah, sampe di sini aja.
Gimana? Bagus gak? Aku harap gak ada typo nih:)
Hehehehe
Vote dan comment ya.. Ditunggu. Tekan bintangnya satu kali, jangan dua kali yaa.
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan Love Story
Literatura Faktu#Rank160-Islami(120818) #Rank719-Baper(090818) NON-FIKSI [TRUE STORY] "Buat teh itu sama aja kayak janji, jangan terlalu manis" -Caca. "Tuhan pasti sudah mengatur skenario kehidupan kita, tapi kenapa malah kita yang mengubah setiap jengkal alurnya...