Jika rintik hujan menimbulkan rindu pada seseorang semakin dalam, Sooyoung tak akan pernah berharap air berasal dari langit itu turun membasahi bumi.
Sooyoung sangat membenci hujan, walaupun hujan sempat membawanya dalam perasaan jatuh hingga tak bisa untuk bangkit lagi, tapi Sooyoung tetap bersikukuh bahwa kenangan itu akan menjadi terakhir kalinya ia melakukan sebuah penyesalan yang tiada habisnya.
Bajunya terlanjur basah kuyup. Untungnya ia tak membawa seluruh buku-bukunya pulang dan membiarkannya tetap berada di loker kampus. Jadi ia kembali ke apartemen dengan hanya menenteng sebuah tas slempang kecil yang berisi ponsel, note kecil dan powerbank. Ia tak pernah berpikir membawa alat dandan ke universitas. Karena memang tujuannya kesana adalah untuk belajar, bukan bersolek.
"Aku pulang." wajah menggigil Sooyoung akhirnya tiba di apartement setelah melalui beberapa penberhentian bus. Ia sengaja pulang berjalan kaki, mengabaikan kendaraan umum berlalu lalang membelah jalanan yang telah basah dengan rintik hujan. Aneh, membenci hujan tapi ia tetap membiarkan dirinya kedinginan sampai menggigil menikmati air yang turun dari langit itu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Taehyung yang sudah menghampiri dengan sebuah handuk. Membantu Sooyoung mengusap rambut basahnya karena hujan.
Sooyoung tetap bergeming, lalu mengambil alih secara paksa handuk dalam genggaman tangan Taehyung dan berjalan mendahului lelaki yang tengah dibuatnya keheranan itu.
Entah sedang kerasukan setan berhati malaikat darimana, Taehyung turut berlalu meninggalkan ruang tamu. Ia menuju dapur membuatkan segelas coklat panas dan mengantarkannya ke kamar mereka berdua.
Ya, karena apartement yang mereka tinggali tidaklah besar, jadilah mereka menempati satu ruang yang sama dengan dua ranjang di masing-masing sudut kamar. Hanya ada sebuah meja kecil yang menjadi pembatas antara ranjang mereka. Dan itu membuat kemungkinan besar bagi mereka berdua untuk selalu bertengkar sebelum tidur di malam hari.
Tapi sepertinya tidak untuk kali ini. Taehyung meletakkan coklat panas yang sudah ia buat di atas meja secara perlahan.
Keheranannya semakin bertambah, sudah enam bulan lamanya mereka tinggal dalam satu atap, dan setiap turun hujan pula Sooyoung menjadi pendiam begini.Pulang dari luar tidak pernah dengan baju kering dan berakhir dengan menggulung tubuhnya dalam selimut menghadap ke tembok tanpa berbicara sepatah katapun. Penasaran memang, tapi Taehyung bukan lah seseorang yang berhak untuk mengetahui masalah pribadi orang lain. Terlebih sebelum sepakat tinggal bersama mereka sudah saling berjanji untuk tidak mencampuri urusan satu sama lain.
"Soo, minumlah coklat di meja sebelum dingin. Panggil aku jika kau butuh sesuatu. Aku ada di depan menonton tv." Meskipun seringkali beradu mulut mempermasalahkan hal yang kadang tidak terlalu penting, Taehyung tetap tidak tega tiap kali hujan datang dan melihat teman seapartementnya selalu begini. Setidaknya inilah yang dapat ia usahakan. Memberikan perhatian-perhatian kecil walaupun sebenarnya mungkin tak berarti di mata Sooyoung.
"Aku hiks tidak akan hiks pernah hiks memaafkanmu hiks." dalam bekapan bantal Sooyoung terus menjerit merasakan sesak dalam relungnya yang tak kunjung memudar. Hujan diluar semakin deras, terbukti dari suara cipratan air yang menampar kaca apartementnya membuat ia harus kembali dilingkupi perasaan sakit yang teramat dalam.
Ia ingin menyalahkan hujan, tapi ia pernah menyukai hujan. Jadi tak ada hal lain selain menyalahka dirinya sendiri dan terus meratap di dalam bantal. Tak peduli napasnya akan terengah lalu sesak, Sooyoung tak kuasa menahan gejola batinnya.
______
_______________________"Jangan menyentuhku!" Taehyung menciut saat sedang ingin meraih pisau di rak dekat dengan Sooyoung yang sedang memasak sarapan untuk mereka berdua. Padahal ia tak ada niat sama sekali menyenggol gadis itu. Ternyata Sooyoung masih belum sembuh dari penyakit galaknya sejak kehujanan semalam.
Lagi-lagi Taehyung mencoba memaklumi. Dengan penuh sabar ia mulai memberi jarak dari arah Sooyoung yang masih menyisakan mata sembab pada wajahnya itu. Membuat Taehyung tidak tega. Mengingatkannya pada ibu yang kerap kali menangis karena dulu ia adalah mahasiswa nakal saat masa kuliah dulu.
Mereka sama-sama wanita. Karena itulah Taehyung merasa kasihan saat melihat Sooyoung yang membeku seperti es kini tengah sensitif dengannya.
"Kau pulang kuliah jam berapa? Sepertinya aku nanti pulang agak terlambat. Kau bisa membantuku mengangkat jemuran kan? Aku pergi dulu. Semoga harimu menyenangkan." Taehyung hendak mengacak puncak kepala Sooyoung, tapi rupanya gadis itu sendiri yang menahan tangan Taehyung agar tak menyentuh sedikitpun dari kulit kepalanya.
"Menginap dikantor saja jika nanti hujan. Aku tidak suka kau basah kuyup dan membuat lantai apartemen kotor."
Glek.
Taehyung menelan ludah kasar mendengar kalimat dingin dari mulut Sooyoung. Ia hanya mengangguk paham lalu berjalan keluar apartemen dengan sedikit tergesa-gesa. Mungkin karena takut Sooyoung berubah menjadi lebih menyeramkan lagi.
Dan akhirnya, Sooyoung enggan pergi kemanapun karena setelah usai memasak hujan kembali turun dengan deras. Membuat moodnya kembali memburuk setelah pertemuan singkat yang tak sengaja kemarin ketika ia pulang dari universitas.
Ia memilih absen dan membiarkan tugas menumpuk pada mata kuliah dosen Lee karena ia benar-benar sedang ingin menghindari hujan.
________
___________"Park Jimin! " Lelaki yang merasa nama panjangnya disebutpun menoleh ke arah sumber suara, dimana ada Taehyung tengah berdiri di ambang pintu dengan kedua lengan bersedekap menghadap dirinya yang tengah sibuk menggambar kartun di dalam buku agenda pribadinya karena memang hari ini pekerjaan benar-benar tak banyak.
"Tumben ke ruanganku, Tae." Jimin kembali fokus pada karya buatan tangannya yang ia nilai sangatlah bagus dan patut di sebut sebagai sebuah seni.
"Menurutmu apa devinisi hujan?" tanya Taehyung. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menopang dagu dan mengusaknya perlahan. Seperti sedang menerawang akan sesuatu di masa depan yang belum tampak jelas di matanya.
"Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal-"
"Cukup, Jim. Ini berbeda arti dengan hujan yang kau pelajari saat masa kuliah dulu. Ini hujan yang berhubungan dengan wanita." seloroh Taehyung dengan menyipitkan kedua bola matanya seolah sedang dalam pembicaraan yang benar-benar serius dan tak main-main.
"Aku mengerti." Jimin cepat sekali tanggap. Wajahnya berseri setelah Taehyung berbicara.
"Hujan adalah quality time saat kau sedang ingin melakukan hal panas bersama dengan pasanganmu. Keringat yang bercucuran hingga menimbulkan gairah menggebu dalam kenikmatan, aduh! Tae! Ampun, ampun! " Jimin mengaduh kesakitan saat perkataan yang ia lontarkan belum selesai namun Taehyung sudah terlebih dahulu menghujaninya dengan banyak pukulan pada kepalanya. Membuat tatanan rambut yang ia rapikan selama lebih dari satu jam harus kembali berantakan karena ulah sahabat terjahatnya itu.
Setelah puas menghujani Jimin dengan banyak pukulan, Taehyung berlalu pergi begitu saja tanpa mendapatkan pencerahan.
Mungkin lain kali ia akan mencoba mencari tahu sendiri alasan teman seatapnya menjadi berubah seketika saat hujan datang.
"Hujan, jawab aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amami
FanfictionIngin selalu bersama Taehyung. Apapun yang terjadi dan bagaimanapun keadaannya.